tirto.id - Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua diagendakan digelar pada 20 Oktober hingga 2 November mendatang. Namun, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengakui bahwa persiapan PON 2020 terhambat akibat pandemi virus Corona (COVID-19) yang sedang dialami Indonesia.
"Sampai saat ini, walaupun kegiatannya melambat, tapi laporan yang kami dapatkan tetap ada kegiatan tapi sudah sangat melambat," ungkap Zainudin Amali dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (7/4/2020) kemarin, dikutip dari Antara.
Masih cukup banyak proyek dalam rangka PON di Papua yang belum tuntas pengerjaannya, Stadion Akuatik, Istora Papua Bangkit, venue cricket, dan lapangan hockey. Target penuntasannya adalah pada Juli 2020.
Semakin meluasnya pandemi COVID-19 di Indonesia membuat pengerjaan proyek-proyek itu melambat dan terhambat. Begitu pula dengan persiapan para atlet yang akan berlaga di PON 2020 Papua nanti.
Hal ini terungkap dalam rapat bersama secara virtual antara pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan Komite Olahraga Indonesia Nasional (KONI) baik pusat maupun daerah.
Situasi ini memunculkan pertimbangan bahwa pelaksanaan PON 2020 ada baiknya untuk ditangguhkan atau diundurkan hingga setelah pandemi Corona di Indonesia dinyatakan usai.
"Ketua Umum KONI menyampaikan memang benar dengan kondisi pelatda mandiri tentu tidak maksimal untuk prestasi hingga jadi pertimbangan untuk minta ditunda. Tetapi kita harus memperkuat alasan penundaan kalau itu jadi pilihan," tandas Menpora.
"Kami sedang mengumpulkan informasi yang akan kita tuangkan dalam rapat kabinet dalam waktu dekat. Saya berharap bisa pekan ini," lanjutnya.
Menurut Zainudin Amali, keputusan penundaan PON 2020 di Papua merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bisa dipertimbangkan dalam sidang kabinet.
"Kita tentu harus mempersiapkan opsi penundaan [PON 2020 Papua]. Tetapi itu bukan kewenangan Menpora. Tetap harus melalui keputusan Presiden melalui rapat kabinet," ucap Zainudin Amali yang merupakan politis Partai Golkar ini.
Editor: Fitra Firdaus