tirto.id - Anton Sanjoyo, akrab disapa Bung Joy, jurnalis senior dan pengamat sepak bola, ingat betul kehebohan Piala Dunia 1986. Saat itu, Argentina menjadi juara dunia setelah mengalahkan Jerman Barat dengan skor 3-2 di Stadion Azteca, Meksiko.
“Tahun 1986 heboh, bukan cuma Maradona, tapi juga Jerman Barat dengan Karl-Heinz Rummenigge-nya. Kayaknya semua anak remaja jadi kenal dan mengidolakan Maradona,” kata Anton.
Saat itu Anton masih berusia 20. Diego Maradona terpilih sebagai pemain terbaik di gelaran empat tahunan tersebut. Salah satu golnya yang paling diingat dari generasi ke generasi adalah gol tangan Tuhan kala Argentina bersua Inggris di perempatfinal.
Pada Piala Dunia 1982 di Spanyol, Anton masih ingat permainan apik Paolo Rossi dari Italia, yang menjadi pemain terbaik sekaligus top skor dengan enam gol.
Piala Dunia 1978 di Argentina, menurut Anton, juga tak kalah seru. Anton yang kala itu berusia 13 ingat, betapa cemerlangnya permainan Mario Kempes di lapangan hijau.
“Mario Kempes jadi pembicaraan sampai pelosok kampung. Jersey Argentina jadi tren, dijual sampai ke los-los pasar. Mungkin itu awal fenomena orang jualan jersey bola di pasar tradisional,” kata Anton, yang saat itu masih tinggal di Bandung Timur.
Di Final, Argentina menghajar Belanda dengan skor 3-1. Kempes adalah ujung tombak mematikan tim tango dan menjadi top skor dengan torehan enam gol.
Di usia uzurnya, Kempes pernah bermain di Pelita Jaya pada 1993-1994 dan masih bisa mencetak 12 gol dalam 18 pertandingan.
Menonton di Layar TVRI
Namun, Anton tak ingat betul apakah siaran Piala Dunia yang pernah ditontonnya itu semuanya disiarkan secara langsung atau tidak. Satu-satunya stasiun televisi saat itu adalah TVRI, yang menyiarkan gelaran Piala Dunia pada dekade 1970-an hingga 1980-an.
Majalah Monitor Radio dan Televisi edisi 1-15 Mei 1984 menulis, baru pada 1962 televisi plat merah tersebut menyiarkan ajang olahraga. Asian Games IV yang berlangsung di Jakarta pada Agustus hingga September 1962 adalah event olahraga pertama yang disiarkan TVRI. (ralat: sebelumnya tertulis SEA Games)
Dalam tulisannya, “Piala Dunia ‘Punya’ Indonesia (3); Di Indonesia Haram Nonton Siaran Piala Dunia!”, Iwan Satyanegara Kamah ingat, saat masih duduk di bangku sekolah dasar, dia menyaksikan Piala Dunia 1978 di Argentina melalui siaran langsung di TVRI.
“Mungkin Piala Dunia 1978 itulah TVRI membeli hak siar Piala Dunia. Sedangkan Piala Dunia 1974 atau 1970 TVRI hanya membahas dan menyiarkan ulang pertandingan-pertandingannya,” tulis Iwan.
Pertandingan yang Iwan tonton secara langsung adalah final dan perebutan juara ketiga. Sebab, pada Piala Dunia 1978, TVRI tak menayangkan semua pertandingan secara langsung. Namun, bisa jadi saat itu TVRI membeli hak siar.
Harian Kompas edisi 31 Mei 1978 menulis, melalui siaran pers Humas Departemen Penerangan, TVRI hanya menayangkan dua pertandingan putaran final Piala Dunia 1978, yang digelar di Stadion River Plate, Argentina. Siaran langsung perebutan juara ketiga ditayangkan pada 25 Juni pukul 01.00 WIB. Sedangkan siaran langsung final ditayangkan pada 26 Juni pukul 01.00 WIB. Sementara pertandingan lainnya sebanyak 36 laga disiarkan TVRI melalui tayangan ulang.
TVRI saat itu memesan rekaman pertandingan-pertandingan dari babak penyisihan grup dan diputar pada 5 hingga 23 Juni 1978. Pertandingan ulangan itu disiarkan pada pukul 15.30 WIB.
Maka, pada Piala Dunia 1978, penggila sepakbola hanya bisa menyaksikan siaran ulang. Bahkan pertandingannya pun lebih telat dibandingkan laporan koran harian. Koran-koran biasanya menulis laporan pertandingan secara lengkap, alih-alih memberitahukan siaran ulang di TVRI.
Nobar dan Protes
Barangkali tontonan Piala Dunia tak seheboh saat ini, ketika kita bisa menyaksikan laga demi laga dengan begitu mudah. Kemajuan teknologi informasi bisa membuat publik gampang mengakses siaran Piala Dunia. Nonton bareng pun dapat dilakukan di mana-mana.
Pada 1978, nonton bareng di lokasi tertentu mungkin jarang diadakan. Tapi, bukan berarti tidak ada.
Salah satunya nobar yang dilakukan pihak Hotel Sari Pacifik, Jakarta. Kompas edisi 31 Mei 1978 melaporkan, hotel itu mengadakan nobar rekaman siaran Piala Dunia sejak 6 Juni 1978. Mereka memesan rekaman tersebut dari penyalur di Singapura.
Tentu saja ini sebuah bisnis baru dalam helatan akbar sepak bola sejagat. Terbukti, pihak hotel yang menyelenggarakan nobar di River Plate Bar, Hotel Sari Pacifik, mematok karcis sebanyak 200 lembar. Mereka pun “dianjurkan” memesan minuman, dengan tarif Rp5.000 per orang. Minuman yang dipesan setelahnya dikenakan tarif biasa. Mereka memutar pertandingan empat kali sehari, dari pukul 13.00 WIB hingga 24.00 WIB.
TVRI yang sudah berbaik hati menyiarkan Piala Dunia 1978 tak lepas dari gugatan para pekerja ibu kota. Dalam sebuah rubrik khusus “Varia Piala Dunia” di harian Kompas edisi 2 Juni 1978,seorang karyawan Bank Indonesia protes.
Dia memaklumi TVRI yang hanya bisa menyiarkan langsung dua pertandingan puncak pada dini hari. Namun, dia memprotes siaran ulang yang ditayangkan pada saat jam kerja. Rata-rata pekerja menghabiskan waktu di kantor selama delapan jam sehari. Mereka biasanya pulang kantor pada pukul 17.00 WIB. Sedangkan siaran ulang berlangsung pukul 15.30 WIB.
“Hanya soalnya bagaimana dengan pecandu bola seperti kami ini. Kalau TVRI tetap melakukan siaran tidak langsung jam 15.30 seperti rencananya sekarang, terang kami tidak kebagian nonton. Padahal jumlah kami ada ribuan lho,” kata karyawan Bank Indonesia itu.
Protes juga disampaikan penggila bola melalui surat pembaca Kompas, 8 Juni 1978. Seorang penggemar bola bernama Widjajasoekma menuliskan keluhannya terkait jadwal siaran ulang Piala Dunia di TVRI.
“Tak dapatkah kiranya TVRI mempertimbangkan kembali waktu siaran tersebut. Misalnya setelah acara terakhir di malam hari? Bukankah penyiaran ini dimaksudkan untuk dapat dilihat oleh sebanyak mungkin pencinta sepak bola dari kanak-kanak sampai orang tua, yang secara tidak langsung juga dapat mempertinggi mutu persepakbolaan di Indonesia?” tulisnya.
Setelah protes-protes itu, Departemen Penerangan memberikan tanggapan. Dalam Kompas, 9 Juni 1978, Humas Deppen mengatakan, siaran tunda itu tak bisa lagi diganggu gugat. Alasannya, bila siaran tunda dilangsungkan pada pagi hari, maka semakin banyak karyawan yang tak bisa melihat. Bila disiarkan pada malam hari, risikonya siaran seluruh stasiun TVRI di Indonesia harus diubah.
“Selain itu, siaran dilakukan di atas jam 23.00 WIB akan merugikan para pirsawan di Indonesia Tengah dan Timur, karena mereka harus menonton sampai menjelang Subuh,” kata Humas Deppen.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan tadi, toh para penggemar sepakbola sudah dimanjakan TVRI sebagai satu-satunya stasiun televisi kala itu. Mereka bisa menyaksikan bintang-bintang sepakbola dunia berkreasi di lapangan hijau. TVRI menyiarkan Piala Dunia hingga 1986. Sebelum akhirnya Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), stasiun televisi swasta pertama yang berdiri pada 1989, menyiarkan pula Piala Dunia 1990.
Editor: Ivan Aulia Ahsan