tirto.id - Nama Basuki Tjahaja Purnama atau BTP kembali menjadi sorotan. Kali ini, pria yang dulu akrab dipanggil Ahok itu didorong sebagai kandidat Kepala Badan Otorita Nusantara, ibu kota negara (IKN) baru Indonesia di Pulau Kalimantan.
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengingatkan kembali nama-nama yang sempat disebut Jokowi. Ia pun menilai, nama-nama kandidat akan berkutat dengan sejumlah nama yang sudah disinggung Jokowi.
“Tahun 2020 presiden telah menyebut kriteria kepala IKN. Ada Azwar Anas, Mas Bambang [Brodjonegoro], ada Ahok, ada Tumiyana. Belakangan presiden ada menyebutkan juga mereka engineer, seorang insinyur, punya latar belakang sukses memimpin daerah, arsitek, ya toh? Jadi udah segitu saja, sewilayah situ saja," kata Ngabalin, Rabu (26/1/2022).
Ngabalin pun mengingatkan, penentuan kepala badan otorita sudah diatur dalam undang-undang yang disahkan DPR dan pemerintah. Presiden punya waktu dua bulan untuk menentukan siapa kandidat yang layak. Jika sudah ada yang terpilih, maka publik tidak perlu ragu.
Ia lantas menyinggung nama pria yang kini dipanggil BTP itu sebagai contoh kepala Badan Otorita Nusantara.
“Kalau nanti presiden kemudian memilih satu di antara kriteria yang beliau sebutkan, atau sebutlah beliau memilih Ahok. Kenapa mesti ada orang yang resah, gelisah, terganggu kalau presiden memilih Ahok. Kan tidak rasional itu. Kalau nanti presiden memilih Ahok kemudian kenapa orang pada gemes, pada gatel badannya. Kan lucu," kata Ngabalin.
Di sisi lain, partai BTP saat ini, PDIP mendukung penunjukan komisaris utama PT Pertamina itu sebagai Kepala Badan Otorita. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto berpendapat BTP memenuhi syarat untuk menjadi Kepala Otorita IKN. Hal itu merespons juga soal kandidat kepala badan otorita lain seperti Tri Rismaharini hingga Abdullah Azwar Annas.
“Tapi, siapa yang akan diputuskan, kami serahkan kepada Presiden Jokowi. Hanya saja, PDIP punya nama-nama calon yang memenuhi syarat untuk menjadi Kepala Otorita IKN, termasuk Pak Basuki Tjahaja Purnama. Beliau juga punya kepemimpinan yang cukup baik, selama menjadi Wakil Gubernur dan Gubernur di Jakarta," kata Hasto, saat memberikan keterangan pers, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Ahok sendiri enggan berkomentar tentang kemunculan namanya sebagai kandidat Kepala Badan Otorita IKN. Saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (28/1/2022), ia enggan menanggapi isu tersebut.
Lantas, apa dampak pemilihan Ahok sebagai kepala badan otorita secara politik?
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Rahardjo Jati menilai ada sisi positif dari penunjukan BTP. Ia menilai, penunjukan Ahok bisa menunjukkan prinsip meritokrasi IKN karena IKN berstatus setengah negara, setengah korporasi sehingga logika korporasi ideal bisa terealisasi dari 0.
“Selain itu pula sisi positifnya adalah menunjukkan inklusifitas karena minoritas bisa menduduki posisi strategis lembaga negara," kata Wasisto kepada reporter Tirto, Jumat (28/1/2022).
Namun pemilihan Ahok bukan berarti tidak ada dampak negatifnya. Wasisto mengatakan, penunjukan Ahok membuktikan upaya favorisme politik, yakni PDIP berusaha menguasai posisi strategis dengan menempatkan kader mereka. Padahal, IKN adalah entitas netral.
Selain itu, penunjukan Ahok membuktikan political protege Jokowi sebagai suksesornya dengan menunjuk Ahok sebagai kepala IKN. Di sisi lain, posisi Ahok sebagai mantan narapidana dalam kasus penistaan agama akan jadi “bahan gorengan.”
"Dampak mantan napi itu akan ada, namun sepertinya peran buzzers bisa menimalisir dengan membuat narasi baru dengan membandingkannya dengan HRS,” kata Wasisto.
Menurut Wasisto, dampak buruk itu bisa berimbas kepada PDIP dan tidak berdampak pada Jokowi. Sebab, Jokowi sudah selesai masa jabatan, sementara dampak ke partai akan menunjukkan citra partai yang ambisius dan tidak memperhatikan koalisi.
Oleh karena itu, Wasisto mendorong agar proses seleksi kepala badan otorita lebih objektif daripada pemilihan langsung kepada Ahok.
“Ada baiknya ada seleksi terbuka soal pengisian jabatan kepala IKN tersebut. Karena IKN ini adalah entitas netral politik yang langsung bertanggung jawab pada presiden. Ada baiknya stigma president's men dihindari karena mengusung favoritisme politik justru menciderai semangat IKN itu terbuka dan inklusif bagi semua kalangan,” kata Wasisto.
Sementara itu, Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam melihat ada efek positif dari pemilihan Ahok ini. Ia menilai, Ahok layak menjadi kepala badan otorita karena pernah menjadi kepala daerah. Namun pemilihan Ahok bukan berarti tidak ada dampak buruknya.
“Dampak negatifnya gaya komunikasi Ahok yang ceplas - ceplos bisa merusak situasi karena akan menimbulkan kegaduhan politik. Kapasitas tentu kemampuan managemen dan memehami tata kota. Secara individu kita semua tahu memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi," kata Imam kepada reporter Tirto, Jumat (28/1/2022).
Imam pun memandang dampak buruk tersebut bisa memicu kegaduhan politik. Kegaduhan itu bisa membawa implikasi tambahan bagi pemerintahan. Namun ia memandang pemilihan Ahok tidak akan berdampak signifikan untuk pelaksanaan Pemilu 2024 baik ke pemerintah maupun ke parpol.
“Saya kira enggak berdampak signifikan. Jika ada dampak, hanya riak-riak kecil saja. Apalagi ketua badan otoritas bukan jabatan politik yang dipilih oleh masyarakat, melainkan oleh presiden," kata Imam.
Namun, Imam enggan menyebut soal apakah Ahok layak dipilih atau tidak sebagai kepala badan otorita. Ia hanya menyarankan agar Jokowi memilih kepala badan otorita yang sesuai kompetensi dan tidak memicu konflik politik.
“Pilih yang kompeten dan tidak potensial menimbulkan kegaduhan politik," kata Imam.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz