Menuju konten utama

Menguji Klaim 'Positif' Evaluasi Ganjil Genap dari Anies Baswedan

Pemprov DKI sudah mengklaim sejumlah capaian usai perluasan ganjil genap sudah berjalan sejak awal pekan ini. Benarkah klaim ini?

Menguji Klaim 'Positif' Evaluasi Ganjil Genap dari Anies Baswedan
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyosialisasikan perluasan aturan ganjil genap di Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Perluasan ganjil genap telah diberlakukan sejak Senin (9/9/2019) awal pekan ini. Pemprov DKI Jakarta pun telah mengklaim sejumlah pencapaian terkait perluasan sistem warisan Basuki Tjahaja Purnama ini.

Capaian pertama terkait penurunan volume arus lalu lintas pada hari pertama pelaksanaan perluasan di 25 ruas jalanan Jakarta.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengklaim volume arus lalu lintas turun meski data terkait evaluasi kebijakan ini masih belum dirilis.

"Untuk evaluasi saat ini kami melihat secara visual bahwa telah terjadi penurunan lalu lintas secara signifikan dan saat ini sedang dihitung berapa persentase penurunan volume lalu lintas di jalan," kata Syafrin saat ditemui, Selasa (10/9/2019).

Namun, ia mengatakan belum bisa menjelaskan lebih detail ihwal persentase penurunannya. "Belum ada [perhitungannya]," tambahnya.

Capaian lain, kata Syafrin, terjadi penurunan angka kualitas udara buruk di Jakarta menurut data dari AirVisual. Menurut dia, Jakarta bukan lagi juara nomor 1 atau 2 kota terpolusi di dunia. "Semalam saya lihat pada rilisnya sudah turun. Jadi peringkat ke sembilan," ujarnya.

Namun, pernyataan ini kontras dengan data Air Visual yang diakses Rabu (11/9/2019) pukul 06.50 WIB. Seperti diberitakan Antara, Jakarta masih menduduki peringkat atas polusi udara dunia meski sudah tiga hari menerapkan perluasan ganjil genap.

Kualitas udara DKI berada pada kategori tidak sehat di angka 164, menurut parameter US Air Quality Index (AQI US), atau dengan parameter konsentrasi polusi PM 2.5 sebesar 81 µg/m³ dengan kelembapan 83 persen dan kecepatan angin 5,4 km/jam.

Wilayah dengan kualitas udara paling tidak sehat di DKI Jakarta berada di kawasan Pegadungan Jakarta Barat, di angka 195 menurut parameter US Air Quality Index (AQI US), atau dengan parameter konsentrasi polusi PM 2.5 sebesar 141,2 µg/m³.

Capain lain terkait angka pelanggaran. Ditlantas Polda Metro Jaya menunjukkan sebanyak 941 pengendara roda empat melanggar aturan ini saat hari pertama penerapan. Namun, Syafrin menyebut angka 941 terlalu sedikit jika dibandingkan dengan volume lalu lintas kendaraan yang masuk ke kawasan ganjil genap. Hanya saja, ia tak menyebut berapa volume kendaraan tersebut.

"Ini sedang dihitung," katanya.

Klaim Anies

Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut perluasan ganjil genap berdampak baik pada kenaikan pengguna kendaraan umum di Jakarta. Ia menyebut ada kenaikan signifikan warga Jakarta dalam menggunakan transportasi umum.

Menurut data yang ia terima, Anies menyebut, pengguna kendaraan umum mendekati satu juta penumpang.

"Yang menggunakan TransJakarta itu 892 ribu per hari kemarin, artinya hampir 900 ribu orang menggunakan TransJakarta. Ditambah dengan MRT berarti hampir satu juta orang menggunakan kendaraan umum. Itu adalah sebuah rekor," kata Anies saat ditemui, Selasa (10/9/2019) pagi.

Anies menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat yang telah mengubah kebiasaan dari menggunakan kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.

"Kemacetan berkurang itu karena orang-orang sukarela merasa difasilitasi dengan kendaraan umum. Bagian kami di pemerintah memastikan kendaraannya cukup, jangkauan luas, dan nyaman," kata Anies.

Dianggap Terlalu Dini

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin menilai Pemprov DKI terlalu dini mengklaim terjadi penurunan angka kualitas udara buruk, lantaran perluasan ganjil genap ini baru berlangsung 1 sampai 2 hari.

Untuk mengukur pengaruh ada tidaknya perbaikan kualitas udara, Safrudin berkata, butuh waktu tiga bulan.

"Jadi mengukur pengendalian pencemaran udara harus diukur tiga bulan sebelumnya dan tiga bulan setelah kebijakan diterapkan. Nanti dibandingkan. Katakan kemarin dimulai sejak 12 Agustus, berarti tarik mundur sejak 12 Mei dan setelahnya 12 November, baru dibandingkan dan bagaimana hasilnya," katanya kepada reporter Tirto, Selasa malam.

Meski begitu, Safrudin meminta Pemprov DKI tak perlu khawatir jika ada pihak yang menentang kebijakan perluasan ini. Ia meminta pemprov konsisten supaya hasilanya bisa dilihat di kemudian hari.

"Enggak usah galau ukur-ukur keberhasilan, sudah pasti berhasil, cuma jangan ngomong sekarang. Kalau ngomong sekarang justru salah. Ini, kan, metodologi pengukuran kualitas udara enggak bisa dalam waktu sehari," katanya.

Pendapat senada soal capaian keberhasilan juga disampaikan Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno. Ia menyebut Syafrin Lupito terlalu buru-buru menyebut ada penurunan volume lalu lintas, padahal volume lalu lintas seperti Jakarta tak bisa diukur dalam waktu 1-2 hari saja.

"Saya kira kalau penurunan iya, ada, tapi jumlah berapa belum dihitung saja. Paling enggak satu-dua minggu. Secara kuantitatif, turun dan disebutkan angkanya. Warga pasti butuh data kuantitatif," katanya.

Djoko juga menganggap wajar jika Anies mengklaim rekor ada satu juta warga yang menggunakan transportasi publik. Namun, menurutnya, yang perlu dihitung bukan jumlah total penggunanya, melainkan berapa jumlah persentase masyarakat yang beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.

"Kita, kan, pengen orang beralih [ke transportasi umum]," katanya

Untuk itu, Djoko balik mempertanyakan efektivitas JakLinko--program Pemprov DKI Jakarta untuk mengintegrasikan dan merevitalisasi transportasi publik lawas seperti angkot dan bus kota--yang sudah diterapkan. Ini karena program tersebut sebelumnya diharapkan mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

"Target satu juta itu boleh. Tapi lebih baik diukur perpindahan warga dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum berapa," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait ATURAN GANJIL GENAP atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri