Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Menguji Efektivitas Prinsip Satu Kesemakmuran ala Anies Baswedan

Pidato Anies menandakan bahwa ia memang dipersiapkan Koalisi Perubahan sebagai antitesa Jokowi.

Menguji Efektivitas Prinsip Satu Kesemakmuran ala Anies Baswedan
Bakal Calon Presiden Anies Baswedan menyampaikan pidatonya dalam deklarasi Relawan Amanat Indonesia (Anies) di Tenis Indoor Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU

tirto.id - Anies Baswedan, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan menyampaikan pidato politik di hadapan para pendukungnya pada Minggu, 7 Mei 2023. Di depan relawan dan pengurus parpol pendukung, Anies menyampaikan soal keadilan, kesetaraan, dan prinsip satu kesemakmuran ketika memimpin Indonesia.

Anies mengawali pidato dengan mengungkit janji kemerdekaan dan pembukaan Undang-Undang Dasar soal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia mengatakan, target utama jika menjadi pemimpin adalah satu perekonomian, satu kesemakmuran, dan menghapus ketimpangan.

“Inilah yang kita akan arah ke depan: satu perekonomian, satu kesemakmuran, bukan kemakmuran tinggi di satu kota dan rendah di wilayah lain. Bukan kemakmuran tinggi di satu pulau dan lemah di tempat lain. Kita ingin ketimpangan-ketimpangan seperti ini dibereskan untuk semuanya,” kata dia.

Anies mencontohkan berdasarkan pengalamannya saat memimpin Jakarta. Ia sebut, DKI terdiri atas 5 kota dan kabupaten di darat dan 1 di kepulauan. Di salah satu daerah kepulauan, ada pulau bernama Sebira. Pulau ini lebih dekat ke Sumatera, tapi masuk administrasi Jakarta, tidak ada listrik dan puluhan tahun kesulitan air bersih. Hal ini kontras dengan daerah lain yang memiliki fasilitas lengkap.

Ia ingin agar Indonesia di masa depan memiliki satu kesemakmuran. Anies ingin setiap daerah tidak hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi, melainkan dirasakan oleh masyarakat. Ia ingin pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

“Pertumbuhan yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang tumbuhnya dirasakan oleh semua yang pemerataan beriring bersama dengan pertumbuhan. Ada pertumbuhan yang begitu tinggi, tetapi rakyatnya tidak merasakan, kenapa? Karena hanya ada satu buah sektor yang tumbuh utama yang lain hanya menonton dari rumahnya masing-masing. Inilah yang kita ingin jangkau semuanya,” kata Anies.

Anies pun menyindir soal kendaraan listrik. Ia mengatakan, solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, termasuk polusi udara bukan pada subsidi mobil listrik untuk pemilik mobil yang tidak butuh subsidi. Ia lebih mendorong subsidi diberikan kepada sektor yang bermanfaat bagi masyarakat dan bukan kepada media sosial. Sebagai contoh, ia ingin kedaraan pengangkut massal berbasis listrik akan mendapat insentif.

“Itulah sebabnya bicara tentang kesemakmuran harus konkret. Kami coba wujudkan kemarin di Jakarta dan insyaallah bila Allah nanti takdirkan tahun depan, kita akan merasakan sebuah penentuan arah pemilu. Pilpres 2024 bukan soal meneruskan atau tidak meneruskan sebuah program, bukan. Pemilu 2024, Pemilu 2019, Pemilu 2014, dan pemilu-pemilu lainnya adalah sebuah kesempatan untuk menengok kembali arah perjalanan bangsa. Republik ini didirikan dengan cita-cita, dengan janji menghadirkan keadilan bagi semua,” kata Anies.

Masuk Akal dan Layak untuk Indonesia ke Depan?

Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro menilai, Anies masih sebatas menjual mimpi dan belum mengarah pada politik gagasan dalam praktik demokrasi. Akan tetapi, publik bisa memahami gagasan Anies dalam membangun bangsa ke depan.

“Secara umum pemikiran Anies bisa dipahami, hanya belum lengkap saja,” kata Riko, Senin (8/5/2023).

Riko menilai, Anies sudah mampu melihat masalah bangsa. Ia melihat Anies paham pada masalah disparitas ekonomi antardaerah, ketimpangan ekonomi antar-penduduk sampai pada penguasaan kekayaan sekelompok tertentu. Ia sebut pemahaman masalah penting sebagai esensi kebijakan, tetapi harus mengikuti tahapan lanjutan.

“Perumusan masalah itu tahap kedua dalam membuat kebijakan. Masih ada tiga tahap lagi, yakni alternatif kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi/monitoring," tuturnya.

Riko berharap Anies mampu membuat alternatif kebijakan sebagai bagian dari kongkretisasi kebijakan. Setelah itu, aksi bisa dilanjutkan implementasi kebijakan sehingga bisa dilihat keberhasilannya bila nanti terpilih sebagai presiden.

Terkait mampu atau tidaknya kebijakan bisa dijalankan dalam periode 5 tahun, Riko tegaskan tidaklah mudah. Ia juga mengingatkan kebijakan publik sepatutnya memuat aspek keberlanjutan. Artinya tidak cukup satu periode kemudian berubah sesuai harapan.

“Dari sini yang sebetulnya masalah politik dan pemerintahan terjadi. Ada sikap anti politik masa lalu,” kata Riko.

Riko mengingatkan tidak sedikit kebijakan Indonesia kerap dikaitkan dengan penolakan politik masa lalu. Padahal, tidak menutup kemungkinan kebijakan yang dilakukan pemerintahan masa lalu sudah tepat.

“Kan sebuah kebijakan itu untuk membuat perubahan positif. Jadi kalau ada kebijakan yang sudah positif, janganlah ditolak,” ucapnya.

Materi Jualan yang Pas?

Analis politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menilai, pidato Anies adalah upaya eks Gubernur Jakarta itu untuk memperkuat posisinya kepada pemilih. Ia menilai, pernyataan Anies akan memperkuat posisinya dibanding bakal calon lain seperti Ganjar Pranowo.

Statement itu menjadi penguat publik yang telah menentukan pilihan pada Anies atau belum, karena dengan demikian mulai terlihat perbedaan mendasar antara Anies dan Ganjar,” kata Dedi.

Dedi menambahkan, “Ganjar sendiri sejauh ini masih terlalu takut mengekspresikan gagasan, lebih banyak ia hanya mengamini keputusan partai hingga ia kembali disematkan sebagai petugas partai, kondisi itu membuat Anies memiliki kesempatan luas untuk menempatkan posisinya, sebagaimana yang mengemuka dalam pidatonya, itu potensial pengaruhi publik.”

Dedi menilai, kampanye Anies juga masuk akal meski sejumlah survei menyatakan bahwa angka keterpuasan pemerintahan Jokowi lebih dari 50 persen. Dalam survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion --lembaga yang dipimpin Dedi--, angka kepuasan terhadap kinerja Jokowi bersifat kumulatif antara cukup puas, puas dan sangat puas. Dari hasil survei IPO, angka puas dan sangat puas masih berada di bawah 50 persen.

Statement Anies mengajak publik melihat kembali perjalanan negara itu tepat, karena ada ceruk suara yang merasa pemerintahan Jokowi tidak perform, itu cukup tinggi. Dan sasaran ini jelas perlu dikuasai Anies sebagai kandidat yang mulai dianggap kontra Jokowi, bersikap bercabang dan tidak tegas dalam kritik justru akan membuat Anies sulit mendapatkan tempat di pemilih," kata Dedi.

Dedi menilai, pesan yang disampaikan Anies tidak akan mempengaruhi publik cukup kuat. Akan tetapi, gagasan Anies mungkin berpengaruh pada kelompok tingkat bawah. Hal itu berpotensi memicu efek domino besar di bawah, apalagi pelabelan Anies sebagai antitesa Jokowi akan kuat mengakar.

“Anies bisa dianggap sebagai tokoh yang lebih lengkap dari Jokowi. Jokowi berhasil bangun citra sederhana, sementara Anies sosok intelektual dan elite, tetapi dari sisi kinerja Anies juga terhitung berhasil," kata Dedi.

Dedi juga menilai, pidato Anies belum tentu mengarah kepada partai karena lazimnya elektabilitas akan dipegang kandidat. “Tetapi dari tiga partai yang ada, besar kemungkinan Nasdem menjadi yang terbesar mendapat dampak, karena PKS sejauh ini sebagai partai yang stabil, Demokrat sendiri miliki AHY yang terbukti telah berpengaruh," kata Dedi.

Sementara itu, analis politik dari Indonesia Political Power, Ikhwan Arif mengatakan, gagasan Anies menandakan bahwa ia memang dipersiapkan oleh Koalisi Perubahan sebagai pengganti Jokowi. Ia menilai, gagasan yang disampaikan Anies punya nilai jual kepada publik.

“Jika direfleksikan dengan kepemimpinan Jokowi, gagasan yang disampaikan Anies merupakan cerminan terhadap pencapaian yang selama ini diraih Jokowi. Memang tidak semua merasakan keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah Jokowi, sehingga dalam pidatonya tersebut, Anies bisa dinilai sebagai tokoh yang memposisikan dirinya layak untuk melakukan perubahan-perubahan untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada di era pemerintahan Jokowi,” kata Ikhwan, Senin (8/5/2023).

Ikhwan mengatakan, aksi Anies sudah mengarah pada upaya kampanye dan Koalisi Perubahan sadar bahwa mereka akan menghadapi Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto secara sengit.

Ia beralasan, Ganjar yang merupakan bacapres PDIP adalah representasi dari penerus Jokowi, sementara Prabowo adalah kandidat yang memiliki irisan suara pemilih yang serupa dengan Anies.

Ia sebut, pertarungan akan sulit bagi Anies karena dia harus bersaing dengan kelompok suara Jokowi yang cukup besar dan mengarah kepada Ganjar. Sementara di sisi lain harus bersaing dengan Prabowo yang memiliki kecenderungan ceruk suara yang sama dengan Anies.

“Anies akan bertarung di wilayah dengan basis massa yang mirip dengan Prabowo, sedangkan Ganjar akan lebih leluasa untuk merekam jejak suara Jokowi di Pemilu 2019, karena antara Ganjar dan Jokowi memiliki kedekatan politik baik dari segi ideologi maupun kemiripan karakter pemilih," kata Ikhwan.

Ikhwan melihat, pesan Anies akan memberikan keuntungan bagi partai di Koalisi Perubahan. Sebab, kata dia, ketiga partai secara terbuka telah mendukung Anies. Gagasan Anies justru menjadi nilai tambah untuk 'konsep perubahan' yang dibawa oleh Koalisi Perubahan.

Lantas, apakah pesan Anies mudah ditelaah dan diterima publik? Ia melihat hal tersebut mungkin terjadi, apalagi pemilih Anies kerap diasosiasikan dengan keinginan perubahan. Pesan tersebut semakin mengena dengan tambahan contoh pengalaman eks Mendikbud itu sebagai pemimpin Jakarta.

“Dengan rekam jejak sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta, bagi Anies ini merupakan keunggulan dan prestasi, sehingga dia layak untuk dihadapkan dengan Ganjar maupun Prabowo yang juga mempunyai track record di pemerintahan," kata Ikhwan.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz