tirto.id - Kita sering lupa bahwa pendidikan formal di sekolah sebenarnya adalah sesuatu yang "tidak alami." Proses belajar formal di sekolah berbeda jauh dari cara kita secara alami mempelajari dunia.
Dari bayi, kita seperti spons yang menyerap segala hal—belajar mengenali wajah orang tua, meniru suara, dan memahami benda-benda di sekitar. Inilah proses pembelajaran yang disebut sebagai “pembelajaran primer,” yang terjadi secara otomatis dan alami sesuai evolusi kita sebagai manusia.
Namun, sistem pendidikan memaksa kita untuk belajar dengan cara berbeda, yang disebut "pembelajaran sekunder."
Menurut psikolog kognitif David Geary, pembelajaran primer mencakup kemampuan dasar seperti mendengar, berbicara, dan mengenali wajah, yang kita butuhkan untuk berfungsi sehari-hari. Selain itu, kita juga mengembangkan "psikologi rakyat" untuk memahami orang lain, "biologi rakyat" untuk mengklasifikasikan makhluk hidup, dan "fisika rakyat" untuk memahami hukum alam seperti gravitasi—semua ini kita pelajari sebelum benar-benar mengenal sains secara formal.
Artikel ini akan membahas mengapa sekolah mengajarkan hal-hal yang tidak kita pelajari secara alami, bagaimana tantangan pembelajaran sekunder memengaruhi kita, serta strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi perbedaan ini.
Pembelajaran di Sekolah: Tantangan Baru
Ketika memasuki sekolah, tiba-tiba kita diminta belajar bukan dari pengalaman langsung, melainkan dari buku dan instruksi. Pembelajaran sekunder ini membutuhkan upaya besar dan fokus perhatian. Sekolah bukan hanya lingkungan yang “asing,” tetapi juga mengandalkan sistem kerja otak yang berbeda dari pembelajaran primer. Menurut penulis buku dan periset André Tricot dan John Sweller, pembelajaran di sekolah bersifat “domain-spesifik,” mengandalkan memori kerja secara intensif, dan jauh dari lingkungan alami.
Dalam artikel Learning how to learn, penulis Jonny Thomson turut menjabarkan terkait hal ini. Di masa kecil, kita penuh rasa ingin tahu yang alami dan aktif belajar melalui interaksi langsung. Namun, sekolah cenderung membatasi ini. Apa yang terjadi adalah hilangnya semangat eksplorasi alami yang dimiliki anak, karena belajar di sekolah terasa kurang relevan dan lebih abstrak.
Menurut psikolog kognitif David Geary, saat kita mengajarkan keterampilan akademis yang abstrak seperti matematika atau membaca, kita tidak bisa hanya mengandalkan rasa ingin tahu alami anak untuk mempelajarinya.
Mengapa Sekolah Mengajarkan Pembelajaran Sekunder?
Alasan utama mengapa sekolah mengajarkan pembelajaran sekunder adalah untuk memenuhi tuntutan sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bisa dijawab hanya dengan keterampilan pembelajaran primer.
Dalam dunia modern, kemampuan untuk membaca, menulis, menghitung, serta memahami konsep-konsep ilmiah dan teknologi sangat penting. Semua keterampilan ini diperlukan untuk berfungsi dalam masyarakat kompleks yang kita tinggali saat ini, di mana hanya mengandalkan pembelajaran primer saja tidak cukup.
Pembelajaran sekunder juga memperluas batas-batas apa yang bisa kita pelajari dan capai. Misalnya, matematika dan sains memungkinkan kita memahami alam semesta, merancang teknologi, dan menciptakan solusi inovatif bagi masalah dunia. Tanpa pembelajaran sekunder, kita tidak akan memiliki kemajuan dalam bidang-bidang penting seperti kesehatan, infrastruktur, dan komunikasi.
Tantangan dalam Pembelajaran Sekunder
Mempelajari keterampilan yang tidak datang secara alami membawa tantangan tersendiri. Beberapa tantangan utama dalam pembelajaran sekunder adalah sebagai berikut:
Beban Memori Kerja
Pembelajaran sekunder membutuhkan keterlibatan memori kerja yang intensif. Misalnya, ketika belajar matematika, siswa perlu mengingat angka-angka, rumus, dan tahapan perhitungan sekaligus. Memori kerja manusia memiliki kapasitas terbatas, dan memproses informasi kompleks sering kali membuatnya kewalahan. Di sini, pelajaran seperti matematika atau bahasa asing menjadi sulit, terutama bagi mereka yang belum terbiasa menggunakan memori kerja dalam cara yang intens.
Abstraksi dan Jauh dari Pengalaman Nyata
Banyak konsep dalam pembelajaran sekunder bersifat abstrak dan jauh dari pengalaman langsung sehari-hari. Misalnya, belajar tentang gravitasi di kelas fisika mungkin tidak terasa relevan dibandingkan belajar berjalan saat masih balita. Akibatnya, siswa sering merasa kurang terhubung dengan materi pelajaran, sehingga motivasi belajar menurun. Membuat koneksi antara konsep abstrak dengan pengalaman nyata bisa membantu, tetapi ini tetap menjadi tantangan besar dalam pendidikan formal.
Pembatasan Rasa Ingin Tahu Alami
Saat anak-anak tumbuh, mereka secara alami penuh dengan rasa ingin tahu yang mendorong eksplorasi. Namun, kurikulum formal sering kali tidak memberi ruang bagi rasa ingin tahu alami ini. Pelajaran dan penilaian berbasis ujian membuat siswa harus fokus pada capaian akademik tertentu, dan ini kadang membatasi keinginan mereka untuk mengeksplorasi materi yang mungkin lebih menarik bagi mereka. Akibatnya, rasa ingin tahu alami ini perlahan memudar, digantikan oleh tekanan untuk mendapatkan nilai yang baik.
Bagaimana Sekolah Dapat Membantu Siswa Beradaptasi dengan Pembelajaran Sekunder?
Untuk membuat pembelajaran sekunder lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh sekolah:
Konteksualisasi Pembelajaran
Salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan antara pembelajaran primer dan sekunder adalah dengan mengaitkan pelajaran dengan pengalaman nyata. Contohnya, saat mengajarkan konsep matematika, guru bisa menggunakan contoh dari kehidupan sehari-hari, seperti menghitung uang belanja atau mengukur panjang benda di sekitar. Dengan mengaitkan konsep-konsep abstrak dengan situasi yang relevan, siswa akan merasa lebih dekat dengan materi yang mereka pelajari.
Pembelajaran Interaktif dan Eksperimen
Menggunakan pendekatan eksperimen dan aktivitas interaktif dalam pengajaran dapat membantu siswa memahami konsep abstrak dengan lebih baik. Misalnya, dalam pelajaran sains, melakukan eksperimen sederhana seperti mengukur gaya gravitasi menggunakan benda-benda di sekitar dapat membantu siswa memahami hukum alam dengan lebih baik. Pembelajaran interaktif juga memungkinkan siswa berperan aktif dalam proses belajar mereka sendiri, sehingga mereka lebih termotivasi.
Melatih Kontrol Penghambatan dan Fokus
Pembelajaran sekunder mengharuskan siswa untuk fokus pada tugas tertentu dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, yang disebut sebagai kontrol penghambatan. Kontrol penghambatan bisa dilatih dengan memberikan tugas-tugas yang mengharuskan siswa untuk mengabaikan gangguan. Misalnya, mengajarkan mereka untuk membaca dengan teliti di lingkungan yang ramai bisa menjadi salah satu cara untuk melatih fokus mereka.
Menumbuhkan Mindset Bertumbuh
Banyak siswa merasa tidak berbakat dalam pelajaran tertentu, sehingga mudah merasa putus asa. Dengan menumbuhkan mindset bertumbuh, guru bisa membantu siswa memahami bahwa kemampuan akademik mereka bisa berkembang dengan usaha dan waktu. Mindset ini bisa membangun motivasi mereka untuk terus berusaha, bahkan ketika menghadapi materi yang sulit atau tidak alami bagi mereka.
Contoh-Contoh Pembelajaran Sekunder yang Berdampak Besar pada Kehidupan
Sekolah mengajarkan banyak keterampilan pembelajaran sekunder yang tidak hanya berguna di ruang kelas, tetapi juga dalam kehidupan nyata:
Matematika dan Logika
Pembelajaran matematika melatih otak untuk berpikir logis dan menganalisis masalah secara sistematis. Di luar kelas, kemampuan ini digunakan untuk merencanakan keuangan, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
Bahasa Asing
Belajar bahasa asing melatih otak untuk berpikir dalam pola yang berbeda dan memperluas wawasan siswa tentang budaya lain. Ini penting untuk interaksi global, baik dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan sosial.
Sains
Konsep-konsep sains memungkinkan kita untuk memahami dunia dengan cara yang lebih sistematis. Pengetahuan ini penting untuk mengatasi berbagai tantangan dalam hidup, seperti menjaga kesehatan, memahami lingkungan, hingga menggunakan teknologi.
Meski tidak datang secara alami, pembelajaran sekunder adalah jembatan yang memungkinkan manusia memahami dunia dalam skala yang lebih besar. Keterampilan membaca, menulis, matematika, dan sains telah memungkinkan kita menciptakan peradaban yang kompleks dan maju. Proses ini, meski tidak mudah, adalah bagian esensial dari kehidupan modern.
Sekolah memainkan peran penting dalam menanamkan keterampilan ini pada siswa, walaupun metode pembelajarannya sering kali terasa asing dan tidak alami. Dengan terus memperbaiki metode pembelajaran, sekolah dapat mendukung perkembangan siswa secara optimal, membekali mereka dengan kemampuan yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan dunia nyata.
Adaptasi, pengajaran yang kontekstual, dan penumbuhan rasa ingin tahu adalah langkah-langkah yang dapat membuat pembelajaran sekunder menjadi lebih mudah diterima dan relevan bagi para siswa.
Editor: Iswara N Raditya