Menuju konten utama

Mengapa Penipuan First Travel dan UN Swissindo Bisa Terjadi?

Berbagai penipuan terjadi di masyarakat yang menyasar kalangan atas hingga kelas bawah.

Mengapa Penipuan First Travel dan UN Swissindo Bisa Terjadi?
Calon jemaah umrah mendatangi kantor pengelola biro jasa umrah First Travel di Cisalak, Depok, Jawa Barat, Jumat (11/8). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Larasati, 32 tahun merupakan salah satu korban penipuan umrah murah First Travel. Niatnya untuk beribadah dengan biaya murah malah merugikan. Ia salah satu korban First Travel yang awalnya terbius dengan iming-iming berangkat umrah dengan biaya super murah. Tekad pun tak terbendung, ia buru-buru menyetorkan uang Rp14,3 juta, padahal paket umrah reguler First Travel saat itu dipatok Rp25 juta per orang.

Tanpa curiga, ia menyetorkan sejumlah uang akhir 2015 lalu, dengan harapan pada 2016 sudah bisa terbang ke Tanah Suci, hingga akhirnya waktu yang dinanti itu tak pernah datang. Namun, Larasati bukannya sadar soal gelagat penipuan ini, ia malah mengikuti permintaan First Travel untuk menambah Rp2,5 juta agar segera diberangkatkan. Namun, lagi-lagi itu hanya janji manis, ia dimintai kembali menambah uang sebesar Rp2,7 juta. Total uang yang sudah disetorkan hampir Rp20 juta, tapi kini tak jelas rimbanya.

Kisah yang mirip-mirip dengan Larasati ini tentu ribuan jumlahnya. Mereka adalah orang-orang kelas menengah yang punya kemampuan untuk berangkat umrah tapi sayangnya tertipu mentah-mentah. Segala informasi soal standar biaya umrah yang wajar, padahal sudah ditetapkan Kementerian Agama sebesar 1700 dolar AS atau sekitar Rp22 juta. Namun, adanya janji manis dengan balutan biaya sangat murah telah membutakan rasionalitas seseorang.

Baca juga: Cara Polisi Mengajar Miliaran Aset Pemilik First Travel

“Saya langsung daftar ke First Travel tanpa agen. Itu saya daftar tahun 2015 akhir, pelunasannya di awal 2016 awal, sekitar Februari. Terakhir konfirmasi awal 2017, paling lama diberangkatkan Maret [2017],” kata Larasati.

Larasati dan ribuan calon jemaah umrah lainnya tak menaruh curiga pada awalnya. Apalagi ada polesan bahwa First Travel sudah mengantongi izin sebagai agen perjalanan umrah sejak 2013. Setahun sebelum mendapatkan izin, First Travel sukses memberangkatkan 800-900 jemaah. Pada 2013 meningkat menjadi 3.600 jemaah dan pada 2014 meningkat hingga 15.700 jemaah.

Baca juga: Kiprah First Travel: dari Sengsara Berakhir di Penjara

Kepercayaan calon jemaah umrah semakin meningkat melihat bukti ribuan orang berhasil diberangkatkan oleh First Travel. Hingga 2015, First Travel mampu memberangkatkan 35.000 jemaah. First Travel juga semakin meyakinkan dengan adanya beberapa penghargaan antara lain meraih “The Most Trusted Tour & Travel” yang diterima pada 2014.

Kini, berbagai penghargaan dan kepercayaan pada First Travel telah hilang akibat penipuan. Hingga tahun ini sekitar 58.682 jemaah belum diberangkatkan. Kerugian yang diderita calon para jemaah umrah diperkirakan mencapai Rp848,7 miliar.

Belum selesai ramai-ramai kasus First Travel, muncul kasus penipuan lain. United Nations Swissindo World Trust International Orbit (UN Swissindo) sebuah nama yang tak asing di masyarakat di beberapa kota di Indonesia. Mereka mengklaim dapat membayar utang masyarakat di perbankan. UN Swassindo yang mengumpulkan dana masyarakat bergerak ilegal alias tak memiliki izin.

UN Swissindo menyasar kalangan nasabah atau debitur yang bermasalah dalam menyelesaikan kewajiban kredit di bank atau lembaga pembiayaan. Pihak UN Swissindo mengaku sebagai lembaga internasional yang dapat mengeluarkan surat pelunasan utang kepada lembaga jasa keuangan.

Namun surat berharga itu dinyatakan palsu oleh Bank Indonesia. Meski demikian, banyak debitur yang terpengaruh oleh janji manis UN Swissindo. Debitur itu berasal dari berbagai bank di Indonesia. Hal itu pun menimbulkan kredit macet diberbagai daerah. Kerugian diperkirakan mencapai Rp6,72 miliar di Sulawesi Tengah dengan jumlah debitur sebanyak 50 orang. Di Jambi, kerugian mencapai Rp1,3 miliar dengan debitur sebanyak 11 orang serta di Cirebon sebanyak 76 debitur dengan jumlah kerugian Rp4,02 miliar.

"Kegiatan yang dilakukan oleh UN Swissindo tersebut tidak benar, karena surat pelunasan yang diterbitkan tidak diakui oleh lembaga jasa keuangan dan voucher yang diberikan juga tidak dapat dicairkan di Bank Mandiri," kata

Tongam L. Tobing, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK.

Baca juga: UN Swissindo Dihentikan Karena Tak Berizin

Janji manis UN Swissindo lainnya yaitu masyarakat akan mendapat kupon atau Voucher Human Obligation (VM1) sebagai biaya peningkatan kesejahteraan hidup yang dapat dicairkan di bank. Masyarakat dapat melakukan pengambilan uang sebesar 1.200 dolar AS atau sekitar Rp15 juta di Bank Mandiri per satu kupon. Agar mendapat kupon itu, masyarakat harus menyerahkan fotokopi KTP elektronik dan membayar biaya administrasi sebesar Rp35 ribu untuk satu kupon.

Dana yang dicairkan di sebuah Bank Mandiri itu berasal dari harta Sukarno yang berada di bank Swiss. Dalam situs web UN Swissindo tercatat jika lembaga itu mendapat amanah untuk membagikan dana itu pada 17 Agustus lalu.

“Kekayaan ini sudah siap, sebagian akan didistribusikan di Indonesia untuk membebaskan manusia dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kembali kepada setiap pria, wanita dan anak.”

Tawaran UN Swissindo sudah sangat tak rasional sejak awal, tapi bagi sebagian orang, adanya biaya kesejahteraan hidup ini menjadi sangat penting terutama yang berasal dari kalangan bawah. Mereka dengan bersemangat datang ke Bank Mandiri untuk melakukan pencairan dana yang dijanjikan.

"Ada sekitar 40 orang yang datang ke Bank Mandiri tetapi saat dijelaskan mereka baru sadar bahwa uang dalam kupon itu memang tidak ada," kata Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Zulmi.

Modus penipuan seperti ini benar-benar terjadi di kalangan masyarakat. Hal ini karena pelaku penipuan memahami betul produk atau penawaran apa yang diinginkan masyarakat saat ini. Mereka menjual sesuatu yang tak rasional kepada masyarakat yang mudah gelap mata. Dalam kasus umrah murah First Travel, mereka memanfaatkan psikologi orang yang ingin beribadah ke tanah suci.

Infografik first travel vs un swissindo

Mengapa seseorang mudah gelap mata dan mengabaikan sisi rasionalitas mereka? Setiap orang menginginkan penghasilan yang lebih banyak, sehingga tak jarang banyak menjadi korban penipuan dengan iming-iming pendapatan besar. Selain itu, produk atau tawaran yang dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga jadi pilihan. Konsumen cenderung menginginkan hal yang praktis sebagai jalan pintas sehingga melahirkan kasus seperti First Travel dan UN Swissindo.

Baca juga: Cara First Travel Menipu Jemaah Umrah

Michael Shermer, penulis Why People Believe Weird Things mengungkapkan manusia sering tak rasional saat berhadapan dengan uang. Meski seseorang itu memiliki kecerdasan yang tinggi, hal itu tak cukup membantunya.

Hal senada juga diungkapkan dalam laporan Business Insider yang berjudul Why Smart People Can Be So Irrational. Laporan itu menjelaskan bahwa IQ dan rasionalitas seseorang yang memiliki tingkat IQ yang tinggi tak menjamin ia dapat berpikir dan bertindak rasional. Sehingga seseorang yang cerdas sekalipun terkadang terjebak dalam berbagai tindakan atau pikiran yang tak rasional.

Penipuan terjadi tak hanya pada kelas bawah tetapi juga menimpa kelas atas, dari yang tidak berpendidikan hingga yang berpendidikan, dari yang miskin hingga yang kaya. Namun, yang membedakan hanyalah apakah mereka menggunakan rasionalitas saat memutuskan sebuah pilihan yang awalnya nampak menggiurkan?

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Hukum
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra