tirto.id - Achilles bergerak perlahan di atas meja didampingi seorang pengasuh dan dua panitia Piala Dunia 2018. Di hadapannya, ada dua mangkok berisi biskuit. Mangkok pertama berada di dekat bendera Arab Saudi. Sedangkan yang kedua berada di dekat bendera Rusia.
Imut dan tampak lugu. Begitu cara kucing berambut putih dan bermata biru itu berjalan. Setelah menengok ke kanan dan ke kiri, Achilles pada akhirnya memakan biskuit di mangkok kedua—yang berada di dekat bendera Rusia itu.
Achilles memang tengah mendapat tempat istimewa. Ditunjuk sebagai peramal resmi di Piala Dunia 2018, mangkok yang dipilihnya dinilai secara otoritatif melambangkan negara pemenang pertandingan. Pada kasus pertandingan Rusia melawan Arab Saudi, pilihan Achilles tepat. Pada laga pertama di Piala Dunia 2018 tersebut, Rusia melibas Arab Saudi, lima gol tanpa balas.
Achilles juga bukan hewan pertama yang diistimewakan sebagai peramal seperti itu. Pada Piala Dunia 2010, Paul si Gurita ikut memprediksi bahwa Spanyol yang akan menang melawan Belanda di partai final. Empat tahun kemudian, bermacam hewan, mulai dari trio penguin dan sepasang keledai kerdil di Inggris, serta seekor babi guinea bernama Madame Shiva, didapuk sebagai peramal pemenang pertandingan Piala Dunia 2014.
Di tengah euforia, tak salah mengandalkan insting hewan untuk menebak pemenang pertandingan. Sebagai turnamen terakbar sepakbola dunia, hasil setiap pertandingan di Piala Dunia tentu bikin penasaran.
Namun, adakah cara lain untuk memprediksi hasil pertandingan Piala Dunia 2018 yang lebih meyakinkan ketimbang mengandalkan insting hewan atau sekadar ramalan tanpa data?
Memprediksi Juara Piala Dunia 2018
Sebelum kick-off perdana Piala Dunia 2018, Adam Zaileis, Christoph Leitner, dan Kurt Hornik meluncurkan kertas kerja berjudul "Probabilistic Forecasts for the 2018 FIFA World Cup Based on the Bookmaker Consensus Model". Kertas kerja tersebut berusaha memprediksi hasil Piala Dunia 2018 menggunakan model yang didasarkan pada data 26 bandar taruhan internasional. Karena didasarkan pada data bandar taruhan, model ini dinamakan model konsensus bandar taruhan.
Dalam membangun model prediksinya, Zaileis, Leitner, dan Hornik merata-ratakan nilai logaritma taruhan yang dipasang pada setiap tim yang sudah dinihilkan nilai overround-nya (margin keuntungan bandarnya). Setelah itu, nilai rata-rata tersebut diubah lagi menjadi skala peluang kemenangan setiap tim.
Berdasarkan model konsensus bandar taruhan ini, Brasil berpeluang 16,6 persen menjuarai Piala Dunia 2018. Angka tersebut membuat Brasil sebagai tim yang peluangnya paling besar menjuarai Piala Dunia 2018. Tiga tim lain yang nilai peluang menjuarai Piala Dunia 2018 di atas 10 persen adalah Jerman (15,8 persen), Spanyol (12,5 persen) dan Perancis (12,1 persen).
Sementara itu, tim tuan rumah, Rusia, berpeluang 2,1 persen menjuarai Piala Dunia 2018. Sedangkan Tunisia, Arab Saudi, dan Panama menjadi tim yang paling kecil peluangnya, hanya 0,1 persen, untuk menjuarai turnamen empat tahunan itu.
Setelah itu, Zaileis, Leitner, dan Hornik melakukan simulasi 1 juta kali untuk mendapatkan nilai kemampuan tim. Kemampuan tim ini digunakan untuk mengolah data penilaian bandar taruhan terhadap kemenangan suatu tim, misal tim A, melawan tim lain, misal B. Apabila nilai kemampuan tim tersebut didapatkan, hasil pertandingan setiap tim sejak fase grup hingga fase gugur bisa diprediksi.
Hasilnya, para bandar taruhan mempersepsikan Brasil dan Jerman sebagai tim dengan kemampuan terkuat, diikuti Perancis dan Spanyol. Di bawah keempat tim itu, sebanyak 4 negara lain turut diunggulkan, seperti Argentina, Belgia, Inggris, dan Portugal.
Dengan kemampuan tersebut, Perancis (grup C), Brazil (grup E), dan Jerman (grup F), masing-masing, memiliki peluang hampir 90 persen untuk lolos ke babak 16 besar. Namun, peluang Spanyol lolos ke babak 16 besar tidak sebesar tiga tim jawara di atas karena berada satu grup dengan Portugal, yang sama-sama tim unggulan, di grup B.
Hingga artikel ini ditayangkan, hanya Jerman yang sudah tidak punya peluang. Der Panzer sudah tersingkir dari babak penyisihan grup setelah kalah 2-0 melawan Korea Selatan (27/6/2018).
"Kami Rekomendasikan Untuk Tidak Pasang Taruhan"
Model konsensus bandar taruhan bukan kali ini saja dipakai Leitner, Hornik, dan Zaileis.
Dalam makalah "Forecasting the Winner of the FIFA World Cup 2010", Leitner, Zeileis, dan Hornik, dengan model konsensus bandar taruhan, menghitung bahwa Spanyol berpeluang terbesar, yakni 17,86 persen, menjuarai Piala Dunia 2010, diikuti Brasil yang berpeluang 15,27 persen. Hasilnya, memang Spanyol keluar sebagai juara di Piala Dunia 2010 setelah menumbangkan Belanda dengan skor 1-0.
Dengan model prediksi serupa, ketiganya juga memprediksi tiga dari empat tim semifinalis Piala Dunia 2014 dalam makalah "Home Victory for Brazil in the 2014 FIFA World Cup" (2014).
"Gagasan utama metode kami adalah menggunakan pengetahuan ahli yang berasal dari bandar taruhan sepakbola. Metode ini menilai semua hasil yang mungkin dalam turnamen olahraga dan memberikan taruhan kepada mereka. Apabila mereka melakukan pekerjaan yang buruk (yaitu, menetapkan terlalu tinggi atau terlalu rendah taruhan), uang mereka melayang," sebut Leitner, Zeileis, dan Hornik.
Selecao dan Die Mannschaft memang diunggulkan dalam versi persepsi bandar taruhan sepakbola menjadi juara Piala Dunia 2018, namun Leitner, Zeileis, dan Hornik menuliskan bahwa salah satu tim lain memiliki kemungkinan bisa merebut trofi bergengsi tersebut.
"Ini adalah salah satu dari dua alasan mengapa kami merekomendasikan untuk tidak memasang taruhan berdasarkan analisis kami," sebut tiga peneliti asal Vienna University tersebut.
Alasan kedua yang ditulis Leitner, Zeileis, dan Hornik bahkan lebih penting dari yang pertama. Menurut mereka, bandar taruhan punya margin keuntungan cukup besar, yakni 15,2 persen, yang memastikan bahwa peluang terbaik untuk menghasilkan uang berdasarkan taruhan olahraga terletak pada mereka.
"Kami sendiri tidak akan memasang taruhan tetapi bakal fokus menikmati turnamen sepakbola yang menarik," tulis Leitner, Zeileis, dan Hornik mengakhiri kertas kerjanya.
Editor: Ivan Aulia Ahsan