tirto.id - Satu per satu rotan dan kain-kain bernuansa merah diukur dengan presisi, lalu dibentuk oleh tangan-tangan terampil para pengrajin dari L&D Art Lamp. Proses yang penuh ketelitian ini merupakan langkah awal menciptakan lampion—simbol tradisi yang telah lama melekat dalam berbagai perayaan, terutama saat menyambut Tahun Baru Imlek.
Di balik keindahan lampion-lampion itu, ada sosok Lisye Diana, pemilik L&D Art Lamp, yang dengan pengalaman lebih dari dua dekade terus menjaga keaslian dan kualitas seni tradisional ini.
Lisye memulai usahanya pada 1999, bermodalkan keterampilan otodidak yang diwariskan oleh orang tua dan diperkuat bersama suaminya. Ia mengisahkan bahwa bisnis ini bermula kecil, hanya dikelola oleh dirinya sendiri. Seiring waktu, ia mulai merekrut karyawan dari komunitas sekitar, termasuk para santri pondok pesantren.
“Awalnya, desain lampion kami sederhana. Namun, kami terus mengembangkan berbagai model sesuai permintaan pasar,” ujar Lisye saat ditemui kontributor Tirto, Kamis (23/1/2025).
Kini, L&D Art Lamp memiliki empat karyawan tetap, ditambah pekerja tambahan hingga mencapai 30 orang saat permintaan memuncak. Karyawan yang direkrut seringkali dilatih khusus dalam waktu singkat agar dapat memenuhi standar produksi.
Menentukan desain lampion menjadi salah satu tantangan tersendiri, terutama saat menghadapi tema Imlek yang selalu berbeda setiap tahunnya. Lisye menjelaskan, mayoritas desain disesuaikan dengan permintaan pelanggan, tetapi ia juga menawarkan masukan agar produk lebih praktis dan tahan lama.
“Misalnya, lampion dengan tema bunga-bunga yang lampunya bisa diganti tanpa merusak keseluruhan desain,” ungkapnya.
Pendekatan ini berhasil mempertahankan kepuasan pelanggan dan mengurangi risiko produk rusak.
Menjaga Kualitas di Tengah Tingginya Volume Produksi
Salah satu kunci keberhasilan L&D Art Lamp adalah komitmen pada kualitas. Di tengah lonjakan permintaan menjelang Imlek, menjaga standar tetap menjadi prioritas utama dengan menerapkan quality control yang ketat pada setiap produk yang dihasilkan pengrajin.
Ia juga berbagi bahwa kendala utama sering kali datang dari karyawan yang belum terbiasa dengan detail teknis, seperti memastikan lem merekat sempurna atau kain tertarik dengan tepat.
“Kesalahan kecil dapat berdampak besar pada hasil akhir, jadi kami sangat ketat dalam pengawasan,” ujarnya.
Dalam hal pemasaran, L&D Art Lamp memanfaatkan berbagai saluran untuk menjangkau pelanggan, mulai dari partisipasi dalam pameran hingga memanfaatkan media sosial. Lisye menjelaskan bahwa ia sering diajak oleh pemerintah daerah dan BUMN untuk mengikuti berbagai event, seperti di ICE BSD atau pameran UKM Jawa Barat. Konsumen pun datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bali, Medan, hingga Pekanbaru.
“Dari event seperti ini, kami mendapatkan banyak pesanan besar. Selain itu, pelanggan juga datang langsung ke workshop kami,” kata dia.
Ia juga aktif memasarkan produknya melalui akun Instagram @lampionld dan WhatsApp. Menjelang Imlek, permintaan terhadap lampion bisa meningkat hingga 200 persen dibandingkan bulan biasa. Lisye menyebutkan bahwa pesanan dapat mencapai lebih dari 1.000 unit dalam satu periode.
Namun, tantangan utama terletak pada keterbatasan tenaga kerja dan persaingan harga dengan produsen lain yang menawarkan produk lebih murah. Untuk mengatasi tantangan ini, Lisye memilih untuk tetap fokus pada kualitas. Selain itu, strategi menjaga loyalitas pelanggan juga menjadi kunci.
“Setelah Imlek berlalu, kami tetap melayani kebutuhan dekorasi untuk restoran, spa, atau hotel. Jadi, bisnis kami tidak pernah benar-benar berhenti,” tambahnya.
L&D Art Lamp menawarkan berbagai pilihan lampion dengan harga mulai dari Rp50.000 hingga Rp225.000. Harga tergantung pada ukuran, bahan, dan kerumitan desain. Salah satu produk unggulan mereka adalah lampion berbentuk ikan koi, yang menggunakan bahan akrilik dan teknik sablon untuk menciptakan warna yang menarik.
Lisye juga melayani produk kustom sesuai kebutuhan pelanggan. Prosesnya dimulai dari pengajuan desain dalam bentuk PDF, yang kemudian diolah oleh timnya menjadi produk akhir. Waktu produksi untuk pesanan kustom bervariasi, tergantung pada tingkat kerumitan.
Dari perjalanan panjangnya, Lisye belajar bahwa konsistensi dan perhatian pada detail adalah fondasi kesuksesan. Ia bahkan rela menolak pesanan jika itu berpotensi menurunkan kualitas.
“Saya lebih baik menolak pesanan tambahan jika karyawan belum menyelesaikan pekerjaan sebelumnya. Semua harus sesuai jadwal dan kualitas tetap terjaga,” kata dia.
L&D Art Lamp membuktikan bahwa seni tradisional seperti lampion dapat menjadi bisnis yang menjanjikan. Tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan pasar, Lisye juga berhasil mengangkat citra lampion sebagai karya seni yang berkualitas tinggi. Di tengah persaingan yang ketat, ia tetap berdiri kokoh dengan prinsipnya: menjaga kualitas adalah segalanya.
Hari Raya Imlek Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga
Acuviarta Kartabi, pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan, mengungkapkan bahwa Imlek mampu mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga secara masif, baik oleh masyarakat lokal maupun pengunjung dari luar daerah.
“Tentu dampaknya cukup besar, apalagi bersamaan dengan libur panjang. Pusat-pusat wisata kuliner dan fashion akan sangat banyak dikunjungi masyarakat, hotel-hotel penuh, dan tempat wisata banjir pengunjung,” ujar Acuviarta saat dihubungi Tirto, Kamis (23/1/2025).
Menurut Acuviarta, meski dampak ekonomi Imlek dirasakan di seluruh Jawa Barat, konsentrasi terbesar tetap terjadi di kota-kota besar seperti Bandung, Bogor, Bekasi, serta Sukabumi dan Cirebon Raya. Kota Bandung, sebagai pusat aktivitas ekonomi, menjadi hub utama meskipun destinasi wisata tersebar di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat.
Sektor-sektor yang paling diuntungkan adalah jasa akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, pergudangan, hingga jasa keuangan. Momentum libur panjang dan perayaan Imlek menciptakan lonjakan permintaan yang menguntungkan pelaku usaha di sektor tersebut.
Bagi pelaku usaha, perayaan Imlek menjadi ladang emas untuk meraup keuntungan. Acuviarta menyoroti bahwa usaha-usaha kecil yang memproduksi makanan khas Imlek dan pernak-pernik seperti lampion memiliki potensi besar selama periode ini.
“Peluang saya kira terkait komoditas bahan makanan, makanan jadi, serta pernak-pernik perayaan Imlek. Meski porsinya tidak terlalu besar, tetap penting,” ujarnya.
Untuk memaksimalkan dampak ekonomi Imlek, Acuviarta menekankan pentingnya langkah strategis dari pemerintah daerah. Ia menyebut beberapa langkah prioritas, seperti memastikan kelancaran transportasi, menjaga keamanan, memantau kenaikan harga, dan mendukung usaha kecil.
“Jaminan kelancaran transportasi dan keamanan sangat penting. Pemerintah juga harus memantau dan mengintervensi potensi kenaikan harga, terutama di sektor pariwisata dan bahan makanan,” kata dia.
Pemerintah juga diharapkan dapat memfasilitasi akses pelaku usaha kecil ke pasar yang lebih luas. Sejumlah event berkelanjutan seperti festival budaya diharapkan dapat menciptakan efek ekonomi lanjutan dan memperkuat posisi Jawa Barat sebagai destinasi wisata budaya.
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Abdul Aziz