tirto.id - Rosan Roeslani dipercaya Presiden Prabowo Subianto untuk mengisi pos Menteri Investasi dan Hilirisasi di Kabinet Merah Putih. Tak sekedar mengurus investasi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia periode 2015-2020 itu juga diberi tugas tambahan oleh Prabowo untuk mengurusi hilirisasi.
Rosan sebelumnya sempat mencicipi jabatan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rosan saat itu menggantikan Bahlil Lahadalia yang digeser menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kini, Rosan kembali didapuk di kursi yang sama dengan porsi beban kerja yang lebih menantang.
Dalam ranah investasi, tugas Rosan boleh dikatakan cukup berat. Hingga akhir tahun ini, Rosan harus mengejar target realisasi investasi sebesar Rp1.650 triliun.
Padahal, realisasi investasi sepanjang Januari-September 2024 baru sebesar 76,4 persen dari target atau baru Rp1,261 triliun. Artinya, Rosan masih perlu mencari Rp389 triliun di kuartal terakhir 2024 untuk mencapai target tersebut.
Lalu, pada 2025 mendatang, Rosan harus mengejar target realisasi investasi yang lebih besar lagi, yakni senilai Rp1.905 triliun. Target itu naik 15,5 persen secara year on year (YoY) dibandingkan target 2024.
Rosan bahkan mengaku ragu target investasi 2025 itu dapat tercapai dengan mulus. Pasalnya,kementeriannya tidak didukung dengan pagu anggaran memadai. Pada tahun anggaran 2025 nanti, pemerintah “hanya” mengalokasikan dana senilai Rp681,88 triliun untuk kementerian yang dipimpinnya.
“Target realisasi investasi dicanangkan sebesar Rp1,905 triliun menjadi akan sangat sulit dicapai,” kata Rosan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, juga menilai bahwa target investasi pada 2025 sebesar Rp1.905 triliun adalah angka yang cukup menantang. Untuk mewujudkannya, pemerintah harus bisa mendorong kemudahan berinvestasi di Indonesia. Di antara cara yang bisa ditempuh adalah deregulasi, insentif yang tepat sasaran, dan juga kemudahan birokrasi, terutama dari pusat dan sinkronisasi daerah.
“Selanjutnya adalah meyakinkan pasar bahwa jajaran kabinet mempunyai kemampuan dan kemauan menerjemahkan program besar Presiden yang termuat dalam Asta Cita,” ujar Ajib kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Baidul Hadi, mengatakan Rosan jelas perlu bekerja ekstra untuk bisa mengejar target investasi 2025. Terlebih,investor diperkirakan bakal menahan lebih dulu dananya lantaran kondisi ketidakpastian ekonomi global masih bakal membayangi.
“Dilihat target realisasi investasi yang sebesar itu, perlu kerja ekstra di tengah kelesuan ekonomi global,” ujar Baidul kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Sejalan dengan Ajib dari APINDO, Baidul juga mendorong beberapa hal yang menurutnya bisa dilakukan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menarik investor. Pemerintah, kata dia, perlu melakukan penyederhanaan regulasi investasi, mereformasi mekanisme perizinan, dan memberi kepastian hukum pada investor.
“Sehingga, iklim investasi lebih kompetitif ke depan,” ujar dia.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat investasi pada sektor infrastruktur, baik itu jalan, pelabuhan, energi, dan termasuk infrastruktur digital untuk memperkuatkonektivitas dan aksesibilitas. Perlu diperhatikan pula investasi pada teknologi hijau dan energi terbarukan yang saat ini menjadi sebuah keniscayaan.
“Pemerintah juga perlu memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta dan internasional. Misalnya, dengan memperbanyak kehadiran di forum-forum ekonomi dunia,” jelas Baidul.
Di luar itu, lanjut Baidul, arah investasi ke depan juga erat kaitannya dengan tingkat korupsi di Indonesia. Terlebih, skor pemerintah dalam Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sebesar 3,85 dari skala 0-5. Skor itu mengalami penurunan sebesar 0,07 poin dibandingkan 2023 yang sebesar 3,92.
“Maka komitmen pemberantasan korupsi akan berkontribusi baik pada pencapaian target realisasi investasi,” ujar dia.
Di sisi lain, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai iklim investasi di era pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan jauh beda dari pemerintahan Jokowi. Pasalnya komposisi menteri-menteri ekonomi dalam Kabinet Merah Putih saat ini nisbi masih sama dengan masa sebelumnya.
“Maka program infrastruktur dan hilirisasi akan masih dilanjutkan dengan penambahan program pangan,” kata Nailul kepada Tirto, Senin (21/20/2024).
Ke Mana Arah Kebijakan Hilirisasi?
Hilirisasi, menurutNailul Huda, tampaknya memang jadi fokus “titipan” pemerintahan lama ke pemerintahan baru. Hilirisasi selama ini identik dengan Jokowi yang memang menelurkan berbagai program hilirisasi. Komoditas yang dihilirisasi pun masih berupa material tambang seperti nikel dan bauksit.
Sayangnya, kata Nailul, hilirisasi sektor tambang tersebutpunya banyak PR besar, terutama dalam hal aspek lingkungan. Pertambangan yang ugal-ugalan, kata dia, menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat masif.
“Saya harap tidak akan terjadi keberlanjutan untuk hilirisasi yang merusak lingkungan ini,” kata dia.
Di sisi lainnya, pangsa pasar harus menjadi pertimbangan utama saat melakukan kebijakan hilirisasi pada suatu komoditas. Pasalnya, penyerapan pasar menjadi bagian yang sangat penting untuk menyukseskan kebijakan hilirisasi.
"Hilirisasi komoditas ini, yang pertama, kita harus menciptakan pasarnya dulu. Jangan sampai ketika kita melakukan hilirisasi semua komoditas, enggak ada pasar-pasarnya lagi," kata Nailul.
Dengan adanya permintaan, kata Nailul, komoditas tersebut secara otomatis memiliki nilai tambah sehingga mampu memberikan pemasukan bagi negara.
Sementara itu, Ajib Hamdani menambahkan bahwa hilirisasi ke depan harus bisa diperluas ke sektor-sektor yang menyangkut lebih banyak stakeholder ekonomi dan masyarakat luas, serta mendorong narasi besar ketahanan ekonomi. Hilirisasi juga bisa dilakukan di sektor-sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
“Sehingga, nilai tambah atas setiap komoditas unggulan lebih banyak mendorong ekonomi secara luas,” kata dia.
Ajib menekankan agar jangan sampai terjadi nilai investasinya tinggi, tapi justru memperlebar gini ratio. Karena, rumus mendasar untuk bisa keluar dari middle income trap adalah hilirisasi sektor-sektor ekonomi kerakyatan ini.
Sementara itu, Baidul Hadi mengatakan bahwa pemerintah mesti memastikan hilirisasi tidak hanya menghasilkan ekspor bahan mentah, tapi bahan olahan yang bernilai tambah. Misal, baterai kendaraan listrik dari nikel. Sehingga, produk hilirisasi bisa menaikan kontribusi ekspor pada pertumbuhan ekonomi.
Hal lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah mempercepat pembangunan industri pengolahan dalam negeri. Misalnya, dengan memberikan insentif fiskal dan regulasi yang ramah investasi. Peningkatan kualitas produk hilirisasi pada akhirnya akan meningkatkan daya saing Indonesia.
“Dan yang tidak kalah penting, hilirisasi harus memastikan keberlanjutan lingkungan. Jangan sampai atas nama ekonomi mengabaikan ekologi. Misalnya, dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi