Menuju konten utama

Mendagri Portugal Mundur Usai Kebakaran Hutan Tewaskan 100 Orang

Mendagri Portugal mengundurkan diri untuk meningkatkan tekanan politik karena jumlah korban tewas akibat serangkaian kebakaran hutan makin meningkat.

Mendagri Portugal Mundur Usai Kebakaran Hutan Tewaskan 100 Orang
Diperkirakan 280.000 hektar hutan di wilayah pedalaman Pinhal tengah Portugal terbakar. FOTO/theguardian.com

tirto.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Portugal telah diganti di tengah kritik terkait penanganan pemerintah atas serangkaian kebakaran hutan mematikan yang telah menewaskan lebih dari 100 orang dalam empat bulan.

Mengutip The Guardian, Constanca Urbano de Sousa menyerahkan pengunduran dirinya ke Perdana Menteri Sosialis Antonio Costa pada Rabu (18/10/2017) guna meningkatkan tekanan politik saat jumlah korban tewas meningkat.

"Setelah musim panas ini, tidak ada yang bisa tetap seperti sebelumnya," kata Antonio Costa, yang awalnya menolak permintaan Urbano de Sousa untuk pergi sebelum mundur sementara mengakui penyedia layanan negara telah membuat 'kesalahan serius' dalam menangani masalah tersebut.

"Jika Anda ingin saya meminta maaf, maka saya mohon maaf," kata Costa saat berbicara di parlemen sementara Urbano de Sousa menyatakan dalam surat pengunduran dirinya bahwa tidak memiliki "kondisi politik dan pribadi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi saya."

Urbano de Sousa akan digantikan Wakil Perdana Menteri Eduardo Cabrita, demikian pengumuman pemerintah mengumumkan pada Rabu.

Pada Minggu (15/10/2017), serangkaian kebakaran mematikan terjadi di pusat dan utara negara tersebut yang menewaskan 42 orang dan melukai 71 lainnya, kata badan perlindungan sipil tersebut.

Api besar serupa pada Juni juga telah menewaskan 64 orang dan melukai 250 di dekat wilayah Pedrogao Grande. Perisitiwa ini menjadi kebakaran paling mematikan dalam sejarah negara tersebut.

Secara keseluruhan, sekitar 280.000 hektare dari 690.000 hektare hutan di wilayah pedalaman Pinhal tengah, Portugal, telah terbuang sepanjang tahun ini dalam bencana alam terparah di dunia, menurut pemantau Eropa.

Kebakaran tersebut telah memicu eksodus pedesaan, kata Profesor Rui Amaro Alves, spesialis pengelolaan lahan di Institut Polytechnic Castelo Branco.

"Mereka yang tertinggal di belakang, terutama adalah orang tua di sejumlah desa kecil yang berada tepat di hutan," kata Alves.

Dengan begitu banyak orang yang pergi dari rumah, tanah-tanah terbengkalai dan beberapa di antaranya bahkan mengalami kekeringan parah hingga semakin memperburuk masalah.

Sebagian besar daerah itu adalah lahan pinus dan kayu putih, yang cenderung mudah terbakar.

Carlos Fonseca, seorang ahli biologi berusia 42 tahun yang memiliki tanah di daerah tersebut, mencatat bahwa daerah di mana pohon stroberi telah ditanam di tempat kayu putih telah terbukti lebih tahan terhadap nyala api. Ia pun mengimbau tindakan semacam itu harus dilakukan "dalam skala yang lebih besar."

Setelah tragedi di bulan Juni, pemerintah mendapat kritik yang meningkat karena gagal mengembangkan strategi yang koheren untuk melawan kebakaran hutan. Ini semakin mempertajam ketidakmampuan pemerintah untuk mencegah bencana dahsyat lainnya dalam beberapa hari ini.

Pada Selasa (17/10/2017) malam, ratusan orang berkumpul di Lisbon di bawah hujan lebat untuk menunjukkan kemarahan mereka atas kegagalan pemerintah. Mereka meneriakkan "Memalukan!" dan "Mundur!" dalam sebuah demonstrasi yang diselenggarakan melalui Facebook.

"Seratus orang tewas dan tidak ada yang bertanggung jawab ... Kami butuh jawaban!" kata seorang demonstran di televisi nasional.

Pada Senin (16/10/2017), pemerintah berjanji untuk mencegah tragedi baru dengan melakukan "reformasi mendasar" dalam pengelolaan hutan dan pemadaman kebakaran.

Namun sehari kemudian, presiden konservatif Marcelo Rebelo de Sousa mengatakan bahwa pemerintah sosialis harus "menanggung semua konsekuensi dari tragedi ini."

Sejak Selasa lalu, Portugal telah memulai tiga hari berkabung nasional untuk para korban kebakaran hutan.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari