Menuju konten utama
Wawancara Khusus

Menakar Kepentingan AS dalam Perang Israel-Palestina

Dukungan AS, yang memiliki kepentingan terhadap Israel, akan membuat perang ini takkan menemukan titik akhir.

Menakar Kepentingan AS dalam Perang Israel-Palestina
Header Hikmahanto Juwana. tirto.id/Tino

tirto.id - Akibat perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung, kurang lebih 1.200 warga Israel tewas, lebih dari 2.700 orang terluka, sementara sekitar 950 orang di Gaza tewas dan 5.000 orang terluka.

Ini merupakan data terakhir per 11 Oktober atau empat hari setelah serangan pertama Hamas—kelompok militan Islam Palestina yang memerintah Jalur Gaza. Grup ini meluncurkan ribuan roket ke Israel, lalu puluhan militan menerobos perbatasan guna penyerbuan. Warga sipil pun juga menjadi korban

Pada 8 Oktober alias sehari setelah penyerangan mendadak Hamas yang gagal diantisipasi lawan, Israel mendeklarasikan perang dan mulai memborbardir balik dengan serangan udara. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, memberikan pandangan perihal perang akibat kependudukan Israel terhadap Palestina sejak 1948 tersebut.

Bagaimana Anda menyorot serangan Hamas dan reaksi Israel? Seolah perang ini tak pernah selesai.

Pertama yang publik perlu pahami adalah kalau bicara Palestina, di sana ada dua faksi besar, yaitu Fatah dan Hamas. Fatah itu kedudukannya di tepi barat dan Hamas di Gaza. Memang meski mereka mengatasnamakan Palestina, tetapi cara berjuang mereka berbeda. Karena kalau Hamas itu lebih frontal terhadap Israel dan intinya Israel harus keluar dari tanah Palestina.

Sementara kalau Fatah lebih mengedepankan diplomasi, lalu ia bisa menerima kalau ada negara Israel dan negara Palestina. Jadi, solusi dua negara (Two-state solution) itu ada. Antara Fatah dan Hamas ini mereka juga tidak akur. Tapi karena tempatnya atau wilayahnya itu, kalau lihat di peta, itu berjauhan, jadi mereka tidak berinteraksi satu sama lain. Artinya ada interaksi, tapi boleh dibilang tidak berhubungan erat, gitu.

Kemarin ini memang Hamas, sebenarnya seperti biasanya, Hamas juga akan meluncurkan misil-misil mereka ke arah Israel, tapi selalu terdeteksi. Bahkan sebelum diluncurkan akan dilumpuhkan dulu kemampuan itu dan ini yang disebut oleh Israel sebagai pertahanan diri antisipatif (anticipatory self-defense). Jadi pertahanan diri, tapi dia mengantisipasi, “sebelum saya diserang, saya akan menyerang dahulu”. Tapi yang kemarin ini terus terang, otoritas Israel terkejut. Ibaratnya seperti Amerika Serikat ketika diserang Jepang, (peristiwa) Pearl Harbour.

Ini yang dilakukan sekarang oleh Israel. Israel saat ini sedang mencari dukungan terutama dari Amerika Serikat. Karena kalau dia tidak dapat dukungan dari Amerika Serikat, tentu dia tak bisa sendirian. Sehingga Netanyahu kemarin mengontak Joe Biden dan lain sebagainya; dan menceritakan bahwa ini lebih dari holocaust, katakanlah begitu. Karena memang yang diserang itu oleh Hamas itu ada semacam acara, anak-anak muda sipil yang diserang. Lalu kemudian, mohon maaf, sampai ada yang ditelanjangi dan lain sebagainya.

Kalau menurut saya sebenarnya tidak sesuai dengan hukum humaniter internasional. Bahkan juga tidak sesuai dengan hukum perang dalam Islam. Karena hukum humaniter internasional ini mengambilnya juga dari hukum Islam. Sekarang ini tentu negara-negara akan terpecah. Dan memanfaatkan perang Israel dengan Hamas untuk skala yang lebih besar.

Seperti misalnya Cina, mereka justru mendukung Palestina karena mereka tidak suka dengan Amerika Serikat, karena Amerika Serikat ada di belakang Israel. Mungkin Rusia juga akan mengambil sikap yang sama. Ini yang kemudian kalau bicara dalam Dewan Keamanan Peserikatan Bangsa-Bangsa tidak akan selesai masalah ini. Karena pasti negara-negara yang punya hak veto tidak akan sepakat.

Misalnya saya ambil contoh Cina. Tentu dia juga tidak mau mengabaikan suara dari rakyatnya. Kalau dia mengabaikan suara rakyat, akan bermasalah sebagai pemerintah. Sehingga dugaan saya kalau ada masalah yang berkaitan dengan pengutukan terhadap Hamas atau Palestina, maka Cina akan abstain. Sementara Rusia, karena tahu Amerika Serikat berada di belakang Israel, pasti dia akan memveto resolusi. Tapi juga kalau ada resolusi yang akan mengutuk Hamas seolah-olah berpihak pada Israel.

Tapi kalau yang mengutuk Israel karena dia melakukan serangan-serangan yang luar biasa kepada Hamas bahkan sekarang. Semua (akses) listrik, air, semua ditutup; yang jadi korban adalah rakyat sipil, maka itu juga akan dilawan oleh negara-negara seperti Amerika, Perancis, Inggris, semua (negara) yang punya hak veto itu.

Ini yang saya katakan bahwa Indonesia seharusnya mengambil posisi jangan mendukung salah satu pihak. Justru Indonesia harus bersikap untuk mengedepankan sisi kemanusiaan, dengan mengatakan bahwa perang ini harus dihentikan dan itu sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Hal itu sudah disampaikan oleh Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa perang harus diakhiri. Jadi jangan diteruskan. Seperti kecoak yang diinjak (lalu) mati. Tapi tak cukup mati begitu saja, malah dilumatkan lagi. Inilah yang terjadi terhadap Hamas dan mungkin juga ada Hizbullah terhadap Israel. Israel melakukan penyerangan-penyerangan seperti itu karena mereka ingin pertama menunjukkan kemarahan mereka; kedua, supaya rakyat mereka juga tenang bahwa pemerintahnya melakukan tindakan; dan yang ketiga adalah bahwa ini pelajaran bahwa ke depan nanti tidak mau lagi ada hal-hal seperti ini yang dilakukan oleh Hamas.

Mungkin bagi sejumlah gerakan dan ada negara-negara tertentu yang menganggap bahwa tindakan Hamas ini sudah tepat. Tepat dalam artian bahwa untuk memperingatkan Israel agar mau angkat kaki.

Adanya PBB, resolusi konflik, dan seruan dari negara-negara, tapi konflik belum berhenti. Lantas untuk hubungan secara internasional apa yang mestinya bisa dilakukan?

Kalau menuruti apa yang dikendaki Hamas, sampai kiamat pun saya yakin [perang] tidak akan berhenti. Perang seperti ini akan terjadi berulang-ulang dari waktu ke waktu. Karena tak mungkin Israel yang didukung oleh Amerika Serikat akan sampai [menghentikan perang].

Israel, yang tadinya beribu kota di Tel Aviv, sekarang sudah pindah ke Jerusalem. Dan dia tahu bahwa di belakangnya ada Amerika Serikat dan dia tahu bahwa dia mampu untuk mempertahankan diri dari kepungan-kepungan negara-negara Muslim. Jadi kalau yang dikendaki oleh Hamas tidak akan mungkin terjadi.

Misalnya Israel tidak juga mengakui Palestina merdeka atau Two-state solution, juga masalah tak selesai. Bila Two-state solution bisa diterima, itu paling tidak negara Palestina sudah ada. Paling tidak bagi sebagian negara atau gerakan bahwa inilah solusi terbaik. Supaya terjadi perdamaian di lingkungan situ, meski potensi Hamas melakukan penyerangan-penyerangan juga masih tetap ada. Namun dengan bergantinya generasi, bisa saja bahwa generasi Hamas yang sekarang sangat militan, tapi dengan bergantinya generasi akan berubah militansi itu. Akhirnya mereka akan berkompromi dan lain sebagainya. Itu bisa saja terjadi.

Situasi konflik meningkat di sana dan itu dianggap sebagai salah satu konsekuensi ketidakpatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB, maka apakah cara-cara diplomatik dan politik ini tidak mempan untuk menekan masalah?

Resolusi-resolusi itu anggaplah sebagai aturan, tapi itu cuma sebagai legitimasi saja. Legitimasi salah satu pihak untuk mengatakan pihak sana salah. Misalnya terhadap resolusi tertentu yang berpihak pada Israel untuk mengatakan bahwa Palestina itu salah. Sebaliknya, kalau resolusi itu berpihak pada Palestina, ya, Israel salah. Sebenarnya kuncinya ini ada pada Amerika Serikat. Kenapa saya katakan Amerika Serikat?

Kalau saja Amerika Serikat tidak selalu mendukung tindakan Israel, mungkin Israel tidak berpongah-pongah sekarang ini. Masalahnya adalah Amerika Serikat itu ada, walau komunitas Yahudi (Amerika) cuma minoritas, tetapi dia pegang kuasa. Sehingga siapa pun yang menjadi presiden Amerika Serikat, harus mengikuti yang diinginkan oleh lobi-lobi Yahudi.

Jika Amerika Serikat, yang sudah dimunculkan oleh Barack Obama seperti Two-state solution dan konsisten menjalankan, saya rasa bisa saja muncul perdamaian. Masalahnya partai politik Amerika Serikat. Partai demokrat mengedepankan perdamaian, sedangkan Partai Republik membawa mau perang terus. Industri pertahanan Amerika Serikat jadi bisa hidup. Kenapa? Pengadaan terhadap alutsista oleh Israel dari Amerika Serikat akan lebih besar. Jika Amerika Serikat sekarang ini, secara ekonomi kalau tiada industri pertahanan, mereka kalah melawan Cina. Adanya industri pertahanan, membuat Amerika Serikat masih bisa menjadi negara adikuasa.

Bagaimana dukungan dari negara lain yang siap membantu dua pihak itu? Apakah konflik ini bisa meluas karena adanya dukungan dari faksi-faksi? Apakah negara atau faksi pendukung yang bisa juga diserang?

Ya, bisa hanya faksi-faksi itu, namun persepsi terhadap dunia Islam itu seolah-olah sama seperti faksi-faksi ini; dan itu tidak sehat untuk perdamaian dunia. Inilah yang seharusnya dihindari. Memang faksi-faksi itu pasti akan ada yang mendukung, tapi kekuatan mereka seperti apa. Dengan tindakan-tindakan lone wolf itu mereka bisa saja melakukan upaya yang mengganggu. Pasti itu akan diantisipasi dan itu akan mengerahkan anggaran yang besar dan lain sebagainya.

Paling segera yang harus diselesaikan adalah bagaimana mengakhiri perang. Perserikatan Bangsa-Bangsa boleh dibilang "lumpuh" kalau sudah menghadapi hal yang seperti ini. Sekarang bagaimana Israel mau menghentikan, tidak melumatkan.

Ini perlu ada seruan dari dunia, termasuk juga dari Indonesia. Tergantung Israel mau mendengar atau tidak. Kalau Amerika Serikat kita lobi dan dia bisa memahami situasi, dia bisa bilang kepada Israel "kamu hentikan". Bisa itu.

Soal pembatasan total, yang membatasi pasokan air, makanan dan listrik. Jika hal itu terus dilakukan, sementara bantuan dari negara-negara lain itu masuk. Apa yang bisa dilakukan untuk melenyapkan pembatasan?

Itu sulit. Karena Israel tahu betul dia melakukan hal tersebut supaya yang terdampak adalah rakyat. Sebenarnya tidak boleh. Tapi dia mengendalikan itu semua, karena ini wilayah yang diduduki oleh Israel. Kalau dia tutup (akses), harapannya rakyat akan terdampak. Kalau rakyat terdampak, rakyat akan menyalahkan siapa pun pemimpin Hamas. Sehingga muncul perlawanan langsung bukan oleh Israel terhadap Hamas, tapi rakyat. Itu strateginya.

Ini tidak manusiawi karena rakyat sipil diseret-seret. Dalam hukum perang ada kombatan dan non-kombatan. Non-kombatan itu rakyat sipil yang tidak ikut memanggul senjata, mereka seharusnya dilindungi dan bukan menjadi objek.

Apakah mungkin Amerika mau mengikuti seruan hentikan perang, tapi ada kepentingan mereka sendiri dengan mendukung Israel?

Sekarang lihat kedewasaan Amerika Serikat. Apakah dia mau menjadi pelindung bagi dunia? Karena kalau dia tak mau jadi pelindung, namun malah berpihak kepada Israel, [maka perang] tidak bakal selesai. Tapi kalau dia mau sebagai pelindung bagi dunia, maka mungkin saja ini bisa selesai. Bagaimana dia menjadi pelindung? Bisa diingatkan, termasuk oleh Indonesia, bahwa bencana kemanusiaan itu akan muncul. Lalu kita juga harus bicara kepada Cina, Rusia, menyampaikan bahwa kepentingan kemanusiaan harus diutamakan.

Perihal tekanan dari Indonesia yang dianggap lemah untuk mengubah pendirian Israel atau meminta gencatan senjata kepada kedua belah pihak itu, tapi hubungan diplomatiknya juga belum kuat. Apa lagi yang bisa dilakukan oleh Indonesia dengan situasi hubungan yang masih lemah ini?

Pertama, kita minta ada sidang luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dengan catatan bahwa OKI harus satu suara mengedepankan masalah kemanusiaan. Kedua, dari sidang darurat ini harus (disampaikan) kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Asean juga harus punya suara. Ini untuk menunjukkan bahwa mayoritas negara-negara ini menginginkan mengedepankan kemanusiaan.

Kita tidak akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Karena kita negara masyarakat internasional, bukan hakim yang bisa menentukan siapa yang benar, siapa yang salah. Dalam konteks masyarakat internasional, tidak ada yang bisa menentukan siapa yang benar atau salah. Karena masing-masing negara punya kedaulatan. Oleh karena itu, menyadarkan bahwa dunia ini akan lebih buruk kalau tidak memperhatikan masalah kemanusiaan, itulah yang menjadi pemersatu dari semua. Sehingga dalam waktu yang mudah-mudahan tidak terlalu lama, akhirnya dunia akan mengatakan kepada Amerika Serikat untuk melakukan sesuatu.

Apakah mungkin, dalam hukum internasional, kita bisa mengucilkan Israel sebagai hukuman?

Kalau diperbolehkan, ya, bisa-bisa saja, sanksi ekonomi dan lain sebagainya. Tapi di belakangnya ada Amerika Serikat. Rusia mau dikenakan sanksi sampai hari ini juga masih biasa-biasa saja, tidak ada masalah. Jangan melihat hukum internasional itu seperti hukum yang berlaku di dalam hukum nasional. Dalam Hukum internasional, tidak ada pihak bersalah lalu kemudian dieksekusi dan lain sebagainya. Hukum masyarakat internasional yang berlaku itu adalah hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang.

Penyerangan ini bisa menginspirasi individu radikal untuk menjadi lone wolf atau sel-sel baru?

Itu yang pihak Israel tidak mau. Dia meluluhlantakan semua. Mau warga sipil, mau yang ini dan sebagainya, dihabiskan semua. Sama aja seperti Amerika Serikat menjatuhkan bom di Nagasaki dan Hiroshima, tidak lagi lihat tentara atau bukan tentara, dibuat seperti sehingga semua akan tunduk. Istilahnya mau menunjukkan "who is the boss around".

Baca juga artikel terkait PERANG ISRAEL PALESTINA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri