tirto.id - Andika Dutha Bachari menolak disebut sebagai saksi ahli dalam sidang kasus Ruslan Buton di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 Maret 2021. Dalam sidang itu ia memberikan keterangan ahli sebagai ahli bahasa yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum.
“Apakah saksi memberikan keterangan setelah makan siang atau sebelum makan siang?” kata pengacara Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun.
Andika menjawab bahwa ia bukan saksi, melainkan ahli.
“Saksi ahli,” kata Tonin lagi.
Andika, linguis dari Universitas Pendidikan Indonesia itu lantas mengatakan, “Tidak ada istilah saksi ahli. Ahli yang ada. Silakan dibaca KUHAP.”
KUHAP yang dimaksud oleh Andika itu ialah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana alias Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Istilah ahli yang disebut oleh Andika ada dalam UU tersebut, yang disebut dalam frasa keterangan ahli pada Pasal 1 angka 28 dan dalam Pasal 184 ayat 1.
Definisinya ada pada Pasal 1 angka 28: keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Selain dalam KUHAP, istilah ahli terdapat dalam Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan Pasal 100 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang juga terdapat dalam frasa keterangan ahli.
Definisi keterangan ahli dalam kedua undang-undang ialah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Kata ahli dalam ketiga undang-undang itu bukanlah kata biasa, melainkan istilah teknis bidang hukum. Oleh karena itu, definisinya merupakan definisi khusus bidang hukum, bukan definisi umum sebagaimana definisi ahli di luar bidang hukum.
Definisi ahli sebagai istilah teknis dalam bidang hukum itu berbeda dengan definisi ahli sebagai kata umum. Lihatlah definisi ahli sebagai nomina dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring: orang yang mahir, menguasai, paham sekali dalam suatu ilmu; orang yang memiliki kemampuan dalam menelaah, menganalisis, menginterpretasi suatu ilmu.
Definisi itu sama sekali tidak memuat konteks hukum. Definisi yang mengandung konteks hukum dalam KBBIDaring terdapat dalam istilah saksi ahli: orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.
Istilah saksi ahli itulah yang patut dipersoalkan sebab ahli yang dihadirkan dalam proses peradilan tidak hanya hadir pada persidangan, tetapi juga pada proses penyidikan pada kepolisian atau kejaksaan. Ahli diperlukan oleh penyidik di kepolisian atau kejaksaan untuk membantu penyidik dalam menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur pidana yang disangkakan kepada tersangka.
Lagi pula, dalam istilah keterangan ahli dalam KUHAP misalnya, ahli adalah seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Sementara itu, saksi sebagai istilah hukum adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP). Dari definisi ahli dan saksi tersebut dapat dilihat bahwa ahli tidak bisa disebut sebagai saksi sebab ahli bukanlah orang yang mendengar, melihat, dan mengalami sendiri suatu perkara.
Sama-Sama Digunakan
Istilah saksi ahli dan ahli dengan definisi yang sama sama-sama digunakan oleh masyarakat dan media massa. Dengan kata kunci saksi ahli, terdapat 9.890.000 pencarian di Google (diakses pada 24 Maret 2023). Berikut contoh sepuluh berita yang menggunakan kedua istilah tersebut:
- “Pengacara Eliezer Kaitkan Keterangan Saksi Ahli dengan Sarung Tangan Sambo” (Mediaindonesia.com, 14 Desember 2022)
- “Dalam Persidangan, Teddy Minahasa Sebut Saksi Ahli BNN Adalah Gurunya” (Kompas.tv, 7 Maret 2023)
- “Polisi Minta Keterangan 3 Saksi Ahli Usut Kasus Penodaan Agama M Kece” (Okezone.com, 25 Agustus 2021)
- “Saksi Ahli Klaim Tak Ditanya Penyidik Soal Unsur Pidana Dhani” (CNNIndonesia.com, 29 Maret 2019)
- “Hakim MK Guntur Hamzah: Saksi Ahli Tidak Bisa Dipidana-Digugat Perdata” (Detik.com, 2 Februari 2023)
- “Jaksa Tanya Ahli Hukum Soal Teddy Minahasa yang Dianggap sebagai Penyidik Kasus Sabu” (Tempo.co, 14 Maret 2023)
- “Silang Pendapat Ahli di Sidang Sambo soal Keabsahan Poligraf Jadi Bukti” (Detik.com, 29 Desember 2022)
- “Ahli Sebut Ahmad Dhani Menghina Demonstran Secara Tersirat” (CNNIndonesia.com, 21 Maret 2019)
- “Hakim Tolak Permintaan Ahli yang Minta Sidang Ferdy Sambo Digelar Tertutup” (Beritasatu.com, 2 Desember 2022)
- “Kasus Penimbunan 1 Ton BBM Solar Bersubsidi di Padang, Polisi Minta Keterangan Ahli” (Suara.com, 26 Oktober 2021).
Namun, media massa sebaiknya menggunakan istilah ahli, bukan saksi ahli. Media massa perlu menghormati istilah teknis bidang tertentu, dalam hal ini bidang hukum, dengan alasan menginformasikan istilah yang benar kepada masyarakat dan tidak menyebarkan istilah yang salah. Selain itu, istilah teknis dalam bidang tertentu memiliki arti khusus sehingga belum tentu bisa diganti dengan istilah lain, apalagi diganti dengan istilah yang salah.
Istilah Saksi Ahli dalam Undang-Undang dan Teori
Sebenarnya ada satu undang-undang yang memuat istilah saksi ahli, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Pasal 43 ayat 2a bagian a undang-undang itu disebut: pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
Untuk mengetahui benar atau tidaknya penggunaan istilah itu dalam undang-undang, kita dapat melihat definisi saksi ahli secara teoretis. Hendar Soetarna dalam Hukum Pembuktian dalam Acara Pidana (2011) dan Suryono Sutarto dalam Hukum Acara Pidana Jilid II (2004) mengatakan bahwa secara teoretis, ada tiga macam ahli yang terlibat dalam suatu proses peradilan.
Pertama, ahli (deskundige). Ahli hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang ditanyakan kepadanya tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Soetarna mencontohkan ahli itu dengan spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan yang diminta pendapatnya tentang obat yang dipersoalkan dapat menimbulkan abortus atau tidak.
Kedua, saksi ahli (getuige deskundige). Saksi ahli menyaksikan barang bukti atau saksi diam. Ia melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya. Menurut Soetarna, contohnya ialah seorang dokter yang melakukan pemeriksaan mayat. Dokter itu menjadi saksi karena menyaksikan barang bukti dan kemudian menjadi ahli karena mengemukakan pendapatnya tentang sebab kematian orang itu.
Ketiga, zaakkundige. Zaakkundige menerangkan suatu persoalan yang sebenarnya juga dapat dipelajari sendiri oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu. Soetarna mencontohkan zaakkundige sebagai seorang pegawai (pejabat) bea dan cukai yang diminta untuk menerangkan prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan.
Dalam proses peradilan di Indonesia hanya digunakan istilah ahli, sedangkan istilah saksi ahli dan zaakkundige tidak dipakai. Sementara itu, dalam hukum di Barat, istilah saksi ahli digunakan. Dalam bahasa Inggris saksi ahli disebut expert witness, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut getuige deskundige.
Merriam-webster.com mendefinisikan expert witness sebagai seorang saksi di pengadilan hukum yang ahli pada bidang tertentu (terjemahan). Woorden.org mengartikan getuige-deskundige sebagai seorang saksi di persidangan, yang berspesialisasi dalam bidang tertentu (terjemahan).
Lantas, bagaimana dengan istilah saksi ahli dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007? Sebuah istilah dalam undang-undang sebaiknya didefinisikan agar tidak menimbulkan salah tafsir. Sayangnya dalam undang-undang itu istilah saksi ahli tidak didefinisikan.
Kalau yang dimaksud sebagai saksi ahli dalam undang-undang itu ialah deskundige sebagaimana yang terdapat dalam KUHAP atau Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak dan Undang-Undang tentang PTUN, istilah saksi ahli itu harus diganti menjadi ahli. Sementara itu, jika yang dimaksud sebagai saksi ahli dalam undang-undang itu ialah getuige deskundige, istilah tersebut harus didefinisikan dalam Pasal 1.
Istilah ahli dan saksi ahli dalam undang-undang perlu diperjelas dengan definisi kalau memang berbeda maksudnya, atau perlu diseleraskan dengan satu istilah, yaitu ahli, kalau memang sama maksudnya. Salah satu dari kedua hal itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan salah paham sebab istilah saksi ahli juga digunakan secara salah kaprah dengan maksud ahli yang memberikan keterangan ahli.
Editor: Nuran Wibisono