Menuju konten utama

Medsos TMC Polda Metro Jaya Sebarkan Narasi soal Hoaks UU Ciptaker

Surat Telegram Kapolri memerintahkan "lakukan kontra narasi yang mendiskreditkan pemerintah."

Medsos TMC Polda Metro Jaya Sebarkan Narasi soal Hoaks UU Ciptaker
Petugas Traffic Management Center (TMC) memantau pelanggar lalu lintas di ruas jalan Thamrin-Sudirman melalui layar CCTV yang berada di ruang kontrol Ditlantas Polda Metro Jaya, Senin (01/10/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Akun Instagram resmi Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, @tmcpoldametro, mengunggah gambar berisi hoaks tentang Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Narasi itu diunggah pada Selasa (6/10/2020), disertai tagar #WaspadaHoax serta #StopHoax.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengkonfirmasi unggahan tersebut.

"Hal ini untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat agar tidak dipengaruhi oleh berita-berita hoaks," kata Sambodo saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (7/10/2020).

Penyebaran narasi tentang UU Ciptaker sesuai arahan Kapolri Jenderal Idham Azis dalam Surat Telegram Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 bertanggal 2 Oktober 2020 yang ditandatangani oleh Asops Kapolri, Irjen Pol Imam Sugianto.

Dalam poin ke-6 telegram itu, Kapolri memerintahkan "lakukan kontra narasi yang mendiskreditkan pemerintah." Surat telegram itu dikonfirmasi Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono.

“Benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah pandemi COVID-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto," kata Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Upaya kepolisian tersebut menuai kritik pelbagai pihak. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai hal itu tidak sesuai tugas Polri.

Merujuk Pasal 30 UUD 1945 dan amandemennya, tugas Polri ialah menjaga keamanan dan ketertiban, bukan melakukan kampanye terhadap pemerintah.

“Selain itu 'mendiskreditkan’ adalah tafsiran subjektif yang berpotensi menghambat kritik publik kepada pemerintah. Kritik publik dalam demokrasi justru bermanfaat bagi kehidupan bernegara karena menjadi kontrol kekuasaan,” ujar Asfinawati, Senin (5/10/2020).

Bahkan polisi seharusnya mengatur dan menjaga ketertiban aksi warga negara. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Direktur Advokasi ELSAM Andi Muttaqien.

Andi menganggap upaya Polri sebagai ancaman terhadap kebebasan ekspresi. Soal diskursus publik seharusnya polisi tak perlu terlalu mengintervensi, bahkan mereka ingin menggiring opini yang bisa mendiskreditkan perlawanan masyarakat atas omnibus law.

“Tampak sekali bahwa polisi sedang menebar ancaman terhadap masyarakat, termasuk di dunia siber,” imbuh Andi.

Selain kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah, kapolri juga memerintahkan pengerahan fungsi intelijen dan deteksi dini terhadap elemen buruh dan masyarakat yang berencana berdemonstrasi dan mogok nasional; melakukan patroli siber pada media sosial dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan unjuk rasa di tengah pandemi; serta tidak memberikan izin kepada pengunjuk rasa untuk berdemonstrasi maupun keramaian lainnya.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan