tirto.id - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam #BersihkanIndonesia menyatakan akan mengajukan judicial review terhadap RUU Minerba yang disahkan DPR pada Selasa (12/5/2020). Isi dari revisi UU No. 4 Tahun 2009 itu dinilai menguntungkan pengusaha sekaligus mengabaikan banyak fakta lapangan terkait kerusakan lingkungan maupun masyarakat terdampak tambang.
“Hampir 70 persen konten undang-undang baru minerba ini layak di-judicial review,” ucap juru bicara #BersihkanIndonesia dari YLBHI Arip Yogiawan dalam konferensi pers virtual merespon RUU Minerba, Rabu (13/5/2020).
Arip bilang saat ini masyarakat mau tidak mau harus menjadi antitesis dari DPR RI. Ia bilang konten dari RUU Minerba sangat mengabaikan aspirasi masyarakat di lapangan.
Ia mencontohkan adanya 36 nyawa anak-anak dari total 143 korban lubang tambang telah melayang. Koalisi menilai UU ini sama sekali tidak memberi jawaban terkait persoalan itu, tetapi justru mengulur kewajiban reklamasi lubang tambang terlepas klaim sanksi dan dendanya.
Hanya saja Arip bilang judicial review ini perlu disiapkan baik-baik. Menurutnya judicial review UU Minerba hasil revisi ini perlu didahului konsolidasi masyarakat.
“Jadi tidak sekadar mendaftarkan perkara,” ucap Arip.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga menyatakan pengesahan RUU Minerba terbukti telah melecehkan protes mahasiswa dan masyarakat sipil yang terjadi pada aksi Reformasi Dikorupsi. Menurutnya, selain terburu-buru, pengesahan RUU Minerba juga tidak transparan.
Menurut Egi masyarakat berhak mempertanyakan pengsahan RUU ini. Sebab patut diduga kuat RUU ini sarat mengedepankan kepentingan bisnis batu bara dan elite yang mengeruk kekayaan darinya.
“DPR dan pemerintah melecehkan kepentigan orang banyak. Ada korupsi jenis state capture dan itu tidak boleh kita biarkan,” ucap Egi dalam konferensi pers virtual merespon RUU Minerba, Rabu (13/5/2020).
Terkait judicial review ini, Ketua Panja RUU Minerba sekaligus Anggota Komisi VII Fraksi PDIP Bambang Wuryanto sudah menantang masyarakat sipil untuk melakukannya. Ia bilang bila ada yang tidak setuju terkait RUU ini, maka sebaiknya mendaftarkan perkara ini ke Makhamah Konstitusi.
“Kalau enggak cocok, mekanisme yang ada dan isi, dilakukan judical review. Enggak perlu memborbadir WhatsApp ke anggota Panja. Mohon maaf. Enggak perlu teror,” ucap Bambang dalam rapat kerja virtual Komisi VII DPR RI bersama pemerintah, Senin (11/5/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz