Menuju konten utama

Masyarakat Berhak Tuliskan Aliran Kepercayaan di Kolom KTP

Menurut Yunani, masyarakat berhak menuliskan aliran kepercayaan apabila ingin menggunakan hak konstitusinya.

Masyarakat Berhak Tuliskan Aliran Kepercayaan di Kolom KTP
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memimpin sidang dengan agenda pembacaan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan di Mahkamah Konstitusi, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus tetap menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencantuman penganut aliran kepercayaan dalam kolom agama di KTP, meskipun mengalami sejumlah tantangan.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Yunani Abiyoso menegaskan, Kemendagri diberikan keleluasaan untuk menerapkan putusan selama mengakomodir keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Tinggal permasalahannya di administrasi negaranya bagaimana bekerja. Jadi di Kemendagri bekerjanya di aspek administratif saja," kata Yunani saat ditemui Tirto di Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Senin (13/11/2017).

Yunani menegaskan, masyarakat berhak menuliskan aliran kepercayaan apabila ingin menggunakan hak konstitusi pasca memenangkan gugatan. Menurut Yunani, semua orang mempunyai hak untuk itu. Kemendagri sebagai administratur harus memenuhi keinginan penganut aliran kepercayaan tanpa berpikir panjang.

"Apa yang dilakukan Kemendagri sebagai administratur seharusnya tidak berpolemik, tetapi melaksanakan saja bagaimana sesuai peraturan perundang-undangan. Tinggal masyarakat bagaimana mau menggunakan haknya atau tidak terkait dengan hal itu," kata Yunani.

Yunani mengingatkan keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Dengan kata lain, segala keputusan berpengaruh kepada seluruh elemen, baik kementerian maupun masyarakat.

Kemendagri sebelumnya ingin nama kepercayaan yang dianut para penghayatnya tidak disebutkan secara spesifik di kolom agama KTP karena dinilai akan menciptakan implementasi jangka panjang.

“Hanya disebut ‘penghayat kepercayaan’ atau 'kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa'. Tapi ini belum diputuskan, masih diskusi,” kata Direktur Jendral Kependudukan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakhrullah di Bandung, Minggu (12/11/2017).

Sejumlah Opsi yang akan Dilakukan Kemendagri

Saat ini, Kemendagri bersama Kementerian Agama (Kemenag) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah merumuskan sejumlah opsi pengisian kolom agama di e-KTP bagi para penghayat kepercayaan.

Opsi pertama adalah dengan menuliskan “penghayat kepercayaan”. Kedua dengan menuliskan “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa” — alasannya, penghayat kepercayaan ditafsirkan sebagai pelakunya bukan keyakinan yang dianut. Ketiga, menuliskan secara spesifik nama-nama aliran kepercayaan yang dianut sesuai dengan nama organisasi mereka.

Dari ketiga opsi itu, Zudan mengatakan yang paling berpotensi menimbulkan persoalan adalah apabila kolom agama bagi penghayat kepercayaan ditulis spesifik sesuai nama organisasi, mengingat banyaknya nama organisasi kepercayaan yang ada di Indonesia. “Kalau organisasinya dibubarkan, penduduknya mengubah KTP lagi,” ujarnya.

Berdasarkan cara pandang itu Zudan mengatakan dirinya cenderung memilih penulisan “penghayat kepercayaan” atau “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Menurut Zudan, hal itu juga mengacu amar putusan MK yang berpandangan bahwa penganut agama dan penghayat kepercayaan memiliki kedudukan sama sebagai warga negara Indonesia.

Mendagri Diminta Terapkan Putusan MK

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat meminta agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerapkan keputusan MK sebagai langkah konstitusi mengakui penganut aliran atau penghayat kepercayaan.

"Kami prinsip dalam putusan kemarin kami enggak mau membentuk agama baru, tapi kami harus mengakui bahwa di Indonesia ini ada kepercayaan dan keyakinan bangsa Indonesia tidak melalui jalur agama, Pancasila," kata Arief saat ditemui di Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Senin (13/11/2017).

Arief mengingatkan, berdasarkan pasal 29 ayat 2 UUD 45. Pasal 29 ayat 2 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing.

Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa masyarakat bisa menganut agama atau menganut aliran kepercayaan sesuai nilai-nilai luhur bangsa selama nilai-nilai mengakui keimanan kepada Ketuhanan yang Maha Esa.

Selain itu, Arief juga menyatakan bahwa keputusan itu jauh lebih baik daripada ke depannya masyarakat menipu dirinya sendiri karena terpaksa memilih salah satu agama agar bisa mendapat hak politiknya.

"Itu kan penipuan itu. Itu pembohongan publik. Supaya KTP ditulis tidak dikosongin, saya bilang Islam, padahal dia penghayat. Ini adalah yang hakiki saja bohong. Yang hakiki saja tidak jujur apalagi yang kecil-kecil masalah uang? Pasti korupsi," kata Arief.

Baca juga artikel terkait ALIRAN KEPERCAYAAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto