tirto.id - Massa aksi dari kalangan aktivis, lembaga swadaya masyarakat (LSM), mahasiswa, hingga akademisi yang tergabung dalam gerakan Maklumat Juanda menyuarakan boikot pilkada di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Aksi tersebut sebagai respons dari putusan MK yang dikesampingkan oleh DPR RI lewat revisi UU Pilkada.
Juru Bicara Maklumat Juanda, Alif Iman, mengajak masyarakat untuk memboikot Pilkada 2024 dengan tidak menggunakan hak pilih mereka. Ia beralasan, pilkada 2024 merupakan hasil dari upaya mengangkangi demokrasi.
“Pemboikotannya di masing-masing kota adalah tidak hadir tentu saja, di bulan November nanti, teman-teman juga,” kata Alif di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Alif mengatakan, pilkada 2024 adalah jalan melanggengkan kekuasaan. Oleh karena itu, bentuk perlawanan ideal adalah dengan memboikot pilkada.
“Bukti bahwa kita semua adalah tidak mencoblos dari kita semua kuat, adalah bahwa jari kelingking kita pada bulan November nanti, tidak ada noda warna ungu,” tutur dia.
Alif mengatakan, mereka akan menggelar konsolidasi antar-kota untuk tidak mengikuti Pilkada 2024. Ia mengatakan, konsolidasi dilakukan untuk melawan kekuatan besar.
“Konsolidasi berlangsung sejak kemarin melalui daring, karena proses yang berlangsung di DPR ini sangat cepat sekali, jadi harus diimbangi juga oleh teman-teman masyarakat sipil dan mahasiswa,” ucap dia.
Dalam aksi ini, turut hadir istri cendikiawan Nurcholish Majid, Komi Omaria Majid, mantan Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Harjapamengkas, aktivis, Heni Supolo, Profesor Meling Uwi Gardiner, guru besar Emeritus, Profesor Magnus Suseno dari STF Driyarka dan sejumlah dosen Drakara lainnya. Kemudian ada juga aktivis, Gunawan Muhammad, Karina Supeli, Yanuar Nugroho, dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. Aksi unjuk rasa sendiri digelar sejak pukul 10.13 WIB. Sekitar 70 orang hadir di depan Gedung MK.
Sejumlah daerah di Indonesia memanas setelah Baleg DPR RI merevisi Undang-Undang Pilkada. Baleg DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat pencalonan kandidat pilkada. Baleg mengembalikan syarat pencalonan partai yang sebelumnya diubah berbasis persentase pemilih menjadi ambang batas 20 persen untuk partai parlemen dan 25 persen suara nasional. Mereka hanya mengakomodir ruang bagi partai non-parlemen untuk bisa mengusung kandidat lewat jalur perolehan suara.
Selain itu, Baleg DPR juga dinilai menganulir putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan batas umur pencalonan seseorang. Baleg DPR mengacu pada putusan Mahkamah Agung bahwa penentuan batas umur pencalonan berlaku pada saat dilantik, bukan ketika penetapan sebagai calon sebagaimana penegasan di putusan MK.
Sejumlah aktivis hingga tokoh masyarakat ramai-ramai menolak niat Baleg DPR merevisi UU Pilkada. Terkini, revisi tersebut sudah disetujui di tingkat I dan akan diparipurnakan sebagai undang-undang pada Kamis (22/8/2024).
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher