Menuju konten utama

Malam Munajat 212 Tak Sekadar Doa Bersama, Tapi Mobilisasi Massa?

“Munajat 212” di Monas yang digelar tadi malam tak lain bentuk mobilisasi massa untuk mendukung Prabowo-Sandiaga.

Malam Munajat 212 Tak Sekadar Doa Bersama, Tapi Mobilisasi Massa?
Jemaah Munajat 212 melaksanakan Salat Magrib di Monas, Jakarta, Kamis (21/2/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

tirto.id - Acara bertajuk “Malam Munajat 212” yang digelar di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019) malam, dihadiri sejumlah politikus yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Di antaranya: Fadli Zon, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, Neno Warisman, hingga Titiek Soeharto.

Meski didatangi politikus dari kubu oposisi, sejumlah peserta yang hadir menolak acara ini dikaitkan dengan Pilpres 2019. Misalnya Mila (40), warga asal Bendungan Hilir, Jakarta. Dia mengatakan datang semata untuk zikir dan mendengarkan ceramah.

“Bukan soal pilpres. Itu sih pilihan pribadi masing-masing, ya,” kata Mila kepada reporter Tirto sebelum acara berlangsung.

Namun bagi peneliti gerakan politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati, acara ini kuat unsur politik praktisnya. Salah satu alasan: tak ada hari besar Islam apa pun dalam waktu dekat.

“Alih-alih berdoa, kegiatan ini seperti mobilisasi massa, tapi dalam versi santun mendukung Prabowo. Jelas ini [Munajat 212] bukan untuk kepentingan agama dan umat, tapi politik praktis,” kata Wasis kepada reporter Tirto.

Pernyataan tersebut selaras dengan fakta di lapangan. Misalnya ketika Zukifli Hasan memancing-mancing massa untuk meneriakkan "nomor dua"--nomor urut Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019.

Suara pentolan FPI yang kini entah ada di mana, Rizieq Shihab, juga diputar dalam acara itu. Rizieq bilang pemerintahan saat ini tak adil. Ia pun, secara tidak langsung, menyerukan peserta untuk memilih Prabowo-Sandi saja.

"Kami siap tumbangkan rezim," kata Rizieq.

Teriakan "Prabowo" juga kerap menggema, tanda bahwa peserta pada dasarnya punya preferensi politik yang sama.

Alasan lain, kata Wasis, adalah karena kegiatan yang difasilitasi Lembaga Dakwah FPI dan MUI Jakarta ini menggunakan simbol “212” yang lebih dekat dengan pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02.

Alasan terakhir, acara tadi malam juga dalam rangka memperkuat kelompok Persaudaraan Alumni 212--kelompok yang mendemo Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus penistaan agama--yang sebelumnya sempat mengendur.

“Mobilisasi ini terkait upaya menyatukan kembali kelompok-kelompok 212 yang sempat mengendur untuk tetap satu barisan,” kata Wasisto.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, sejak awal telah menduga akan ada tudingan-tudingan semacam ini. Dan dia tidak mempermasalahkannya.

Dia bilang, dalam tahun politik seperti saat ini, apa saja bisa dipolitisasi.

“Memang ini tahun politik, ya, apa saja bisa dipolitisasi, dan bahkan dalam tanda kutip pelantikan gubernur bisa dipolitisasi ketika gubernur yang baru dilantik menyatakan dukungan kepada seorang capres dan cawapres,” kata Hidayat saat ditemui di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis siang.

Politikus senior itu mengatakan tak ambil pusing. Menurut dia, yang penting kegiatan itu tidak melanggar hukum dan sesuai aturan yang berlaku.

Kata Penyelenggara

Sekretaris Infokom MUI Jakarta, Nanda Khairiyah, juga membantah dugaan kepentingan politik praktis dalam acara ini. Menurutnya motif satu-satunya acara tersebut adalah menyatukan umat.

“Kalau ada yang bilang dikaitkan dengan politik, kami katakan tidak ada,” kata Nanda kepada reporter Tirto.

Meski mengaku netral, namun Nanda juga bilang kalau pemilihan tanggal, 21 Februari 2019, yang jika disingkat sama-sama 212, dilakukan secara sadar. Menurutnya ini agar tidak dimanfaatkan kepentingan tertentu.

“MUI sebagai organisasi netral, kemudian melihat hal ini harus dinetralkan, untuk kemudian bisa menyatukan masyarakat, menyejukkan masyarakat. Daripada nantinya diributkan pihak lain, digunakan pihak lain, jadi MUI mencoba untuk menyatukan umatnya,” kata Nanda.

Disinggung soal kehadiran pentolan FPI dan PA 212, namun Nanda tidak menjawab saat ditanya apakah kegiatan tersebut memang melibatkan mereka atau tidak.

Baca juga artikel terkait MUNAJAT 212 atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel , Fadiyah Alaidrus, Riyan Setiawan & Andrian Pratama Taher
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Rio Apinino