Menuju konten utama

Main Aman, Bertahan Total dan Kita Pun ke Final, Bung!

Taktik parkir bus Alfred Riedl ternyata sukses meredam Vietnam. Timnas Indonesia pun melangkah ke final Piala AFF 2016 meskipun lolos dengan penampilan yang lagi-lagi kurang meyakinkan.

Main Aman, Bertahan Total dan Kita Pun ke Final, Bung!
Timnas Indonesia melaju ke final Piala AFF 2016 dengan menyingkirkan Vietnam di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, Rabu (7/12/2016). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

tirto.id - Alfred Riedl paham betul karakter Vietnam. Maka, bukan menjadi hal yang mengejutkan manakala pria Austria itu benar-benar menerapkan strategi bertahan total untuk Timnas Indonesia di laga leg kedua semifinal Piala AFF 2016. Kendati berisiko sangat besar, Riedl sesungguhnya sangat tahu itu.

Tak percuma tiga kali Riedl membesut Vietnam, pada 1998-2000, 2003-2004, dan 2005-2007. Ia sadar, skuad Garuda saat ini belum cukup mumpuni untuk meladeni daya serang The Golden Stars yang super ganas. Mental para punggawa Vietnam pun sangat kuat, bak tentara Vietkong yang bernyali tinggi, dan itu terbukti.

“Tidak ada yang berubah. Vietnam adalah tim dengan keinginan paling kuat di Asia Tenggara. Semangat juang mereka selalu luar biasa. Mereka hanya tidak beruntung kali ini,” kata Riedl kepada media usai laga di My Dinh Stadium, Hanoi, 7 Desember 2016.

Ya, Vietnam cuma sedang sial. Harus diakui, taktik Riedl kali ini, plus andil Dewi Fortuna, berhasil mengacaukan rencana Nguyen Huu Thang, pelatih tuan rumah. Skor 2-2 dengan agregat 3-4 sudah cukup membawa Indonesia ke partai puncak Piala AFF untuk ke-5 kalinya.

Perang Puputan Ala Vietnam

Bertandang ke Hanoi, Riedl memakai formasi 4-2-3-1. Aroma defensif langsung tercium dengan didapuknya Manahati Lestusen sebagai gelandang bertahan, berpasangan dengan Bayu Pradana. Tak ada nama Evan Dimas kali ini yang barangkali belum sepenuhnya fit.

Hansamu Yama Pranata yang tampil cukup apik di leg pertama kembali mengisi sentral pertahanan untuk menemani Fachrudin Wahyudi Aryanto, serta duo full back yang diserahkan kepada Benny Wahyudi dan Abduh Lestaluhu. Di bawah mistar gawang, Riedl tetap percaya Kurnia Meiga.

Stefano Lilipaly dibiarkan bergerak bebas, sedikit di belakang Boaz Solossa yang masih diandalkan sebagai target man, meskipun itu bukan posisi favoritnya. Sedangkan kedua sayap depan Garuda diisi oleh Andik Vermansah di kanan dan Rizky Pora di kiri.

Seperti yang sudah diduga, Vietnam menyerang total, bahkan setelah mereka tertinggal oleh gol Stefano Lilipaly pada menit 53 yang bermula dari salah koordinasi dalam mengantisipasi sepakan lambung Boaz Solossa dari sektor kanan.

Diusirnya Nguyen Manh Tran menambah beban tuan rumah. Menariknya, Nguyen Huu Thang tidak memasukkan penjaga gawang cadangan, justru menunjuk salah satu beknya, Ngoc Hai Que, menjadi kiper dadakan. Inilah isyarat bahwa Vietnam siap duel mati-matian ibarat Perang Puputan, bertarung sampai titik darah penghabisan meski harus menumbalkan nyawa sendiri.

Unggul gol dan jumlah pemain, tapi Riedl tetap teguh bertahan. Dampaknya sempat membuat fans Indonesia ketar-ketir. Total football ala Vietnam berhasil membalikkan keadaan kendati Indonesia akhirnya mampu memaksakan hasil imbang 2-2 berkat gol penalti Manahati Lestusen di babak tambahan.

INFOGRAFIK Statistik Laga Vietnam Vs Indonesia

Parkir Bus Bakal Mulus Terus?

Militansi Vietnam patut diapresiasi tinggi. Walaupun akhirnya gagal ke final, tapi statistik pertandingan kontra Indonesia menunjukkan bahwa Le Cong Vinh dan kawan-kawan jauh lebih superior dan tidak sepatutnya tersingkir.

Sepanjang 120 menit, tuan rumah unggul telak dalam penguasaan bola dengan 74 persen, Indonesia hanya 26 persen. Total peluang yang didapat pun timpang: Vietnam melakukan 28 tembakan meskipun hanya 7 yang mengarah tepat ke gawang, sementara Indonesia hanya punya 7 kesempatan dengan 2 tembakan on target.

Begitu pula dengan kans dari bola-bola mati. Sepak pojok, misalnya, Vietnam punya 13 kali, Indonesia hanya 2. Sedangkan dalam urusan pelanggaran, Indonesia disemprot wasit sebanyak 19 kali, lebih banyak dari tuan rumah yang melakukannya 19 kali.

Jika boleh jujur, kualitas permainan Indonesia kali ini sangat jauh di bawah Vietnam. Alih-alih menerapkan skema yang terencana kendati bertahan total, cuma sekadar oper-mengoper bola saja, Zulham Zamrun dan kawan-kawan masih sering luput.

Tapi, untuk urusan bertahan, terlepas dari kurang mujurnya Vietnam, performa Indonesia kali ini cukup melegakan. Fachrudin Wahyudi Aryanto pun jadi pemain terbaik: 17 kali menghalau bola, 7 kali intersep, 6 kali menang duel udara, 2 kali tekel sukses, dan 1 kali memblok bola dari lawan.

Riedl sendiri mengakui bahwa taktik negative football-nya berjalan lancar di Hanoi. "Mereka (Vietnam) menghadapi tim dengan pertahanan yang kuat hari ini, yang tidak memberikan cukup banyak peluang matang,” ujar Riedl.

Yang menjadi pertanyaan, apakah Riedl masih akan memakai taktik serupa di final dan Indonesia bakal juara dengan strategi bertahan total macam Yunani ketika merengkuh trofi Piala Eropa 2004 silam?

Kasus Yunani barangkali bisa dimaklumi karena belum termasuk negara mapan di kancah sepakbola Eropa, tapi bagaimana Indonesia untuk level Asia Tenggara dengan jejak-panjang sejarahnya yang sempat adidaya di tataran ASEAN?

Riedl mungkin tidak peduli dengan semua itu. Jika mampu memenuhi ekspektasi rakyat Indonesia dan hasrat pribadinya sebelum pensiun nanti, apapun caranya akan dilakukan, asalkan trofi pertama Piala AFF untuk tim Garuda bisa dibawa pulang.

Baca juga artikel terkait PIALA AFF 2016 atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS