tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengkritik para hakim konstitusi yang tidak menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKN) secara periodik dua tahunan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut menilai para Hakim Konstitusi yang tidak melaporkan LHKPN tepat waktu selama dua tahun sekali telah menyalahi undang-undang.
"Ya itu salah kalau hakim MK tidak memberi ke laporan LHKPN itu, itu salah secara Undang-Undang karena pejabat negara itu harus melaporkan dua tahun sekali," kata Mahfud di gedung KPK, Jakarta, pada Kamis (2/3/2017) seperti dikutip Antara.
Mahfud menambahkan bahwa saat ia menjabat sebagai Ketua MK dirinya pun telah melaporkan LHKPN secara periodik sesuai aturan yang berlaku.
"Waktu saya jadi Ketua MK, baru masuk saya lapor, ketika di tengah jalan saya lapor, ketika akan keluar saya lapor lagi. Artinya saya tidak sampai dua tahun lapor, itu kewajiban Undang-Undang," ujar Mahfud.
Akan tetapi, mengenai sanksi bagi para Hakim Konstitusi yang telat melaporkan LHKPN dua tahun sekali, menurut Mahfudh merupakan kewenangan KPK dan internal MK. Yang jelas, idealnya menurut undang-undang, semua pejabat negara wajib menyerahkan LHKPN dua tahun sekali.
"Tetapi menurut Undang-Undang, setiap dua tahun pejabat itu meng-'update' kekayaannya. Paling tidak saat masuk dan saat keluar atau punya jabatan baru, misalnya, dari hakim biasa ke hakim struktural," tuturnya.
Padahal, hal ini adalah amanat amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mewajibakn penyelenggara negara melaporkan LHKPN. Selain itu, Peraturan KPK tahun 2005 yang mewajibkan pelaporan LHKPN penyelenggara negara dua tahun sekali.
Febri tidak memerinci nama-nama Hakim Konstitusi itu. Tapi, dia menjelaskan ada satu Hakim MK belum memperbarui LHKPN sejak Maret 2011. Tiga Hakim MK belum membarui LHKPN, yakni masing-masing sejak November 2013, serta Mei dan Oktober 2014. Satu Hakim Konstitusi lain belum menyetor LHKPN terbaru sejak habis masa berlakunya, pada Februari 2015.
Ternyata berdasar data aplikasi LHKPN di situs acch.kpk.go.id pada Rabu malam, di antara lima Hakim Konstitusi itu ada Ketua dan Wakil Ketua MK.
Di situs acch.kpk.go.id, LHKPN Ketua MK, Arief Hidayat tercatat terakhir dilaporkan pada 28 April 2014. Nilai total kekayaannya saat itu Rp3,19 miliar.
LHKPN terakhir Wakil Ketua MK, Anwar Usman, malah terakhir dilaporkan 18 Maret 2011. Laporan itu diserahkan saat ia tercatat sebagai Hakim Tinggi / Kepala Badan Penelitian Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum Peradilan Mahkamah Agung. Nilai total hartanya saat itu, Rp3,97 miliar. Anwar menjadi Hakim MK sejak 2011.
Berkas laporan LHKPN terakhir Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams, juga tercatat tertanggal 6 Oktober 2014. Nilai total hartanya saat itu Rp4,06 miliar. Sementara LHKPN Hakim MK, I Dewa Gede Palguna terakhir dilaporkan pada 18 Februari 2015. Total hartanya saat itu Rp5,2 miliar.
Hanya dua hakim MK yang tercatat di situs itu melaporkan LHKPN periodik tepat waktu. Hakim MK, Maria Farida Indrati, melaporkan LHKPN terakhirnya pada 12 Maret 2015 dengan total harta Rp 8,5 miliar. Sedangkan LHKPN Hakim MK, Manahan Malontige Pardamean Sitompul terakhir dilaporkan pada 15 Maret 2016. Jumlah total hartanya Rp1,13 miliar.
Berkas laporan LHKPN milik dua Hakim MK, yakni Aswanto dan Suhartoyo tak tercatat di situs acch.kpk.go.id.
Febri menerangkan Hakim MK, Suhartoyo sudah menyerahkan LHKPN pada akhir 2016 lalu, tapi proses pelengkapan berkasnya belum selesai sehingga tak diumumkan dulu. “Aswanto masih kami cek lagi," ujar dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom