tirto.id - Mahkamah Agung (MA) melarang hakim untuk berkomentar hingga menyatakan dukungan pada paslon di media sosial. Para hakim pun dilarang untuk berfoto dengan bakal calon selama pemilu berlangsung.
Peraturan tersebut mengacu pada Surat Edaran nomor 2 tahun 2019 tentang larangan hakim berpolitik. Peraturan tersebut mulai berlaku per tanggal 7 Februari 2019 dan ditandatangani Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Heri Swantoro. Pada edaran tersebut, salah satu poin yang dilarang adalah hakim tidak boleh mengunggah atau berkomentar di media sosial.
"Hakim dilarang mengunggah, menanggapi [seperti like, komentar dan sejenisnya], atau menyebarluaskan gambar atau foto bakal calon, visi misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukkan keberpihakan salah satu calon," seperti dikutip Tirto dari situs MA, Jumat (8/2/2019).
Selain melarang berkomentar, hakim pun diminta untuk tetap bersikap imparsial dan independen. MA pun melarang hakim melakukan perbuatan yang mengarah kepada keberpihakan pada paslon serta hakim dilarang berfoto dengan pasangan calon. Surat tersebut disebut berlaku bagi pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan peradilan umum.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro membenarkan keberadaan edaran tersebut. Surat tersebut diterbitkan oleh Mahkamah Agung agar hakim tidak terseret politik praktis.
"Jadi itu memang edaran yang dikeluarkan oleh Dirjen Badilum, peradilan umum untuk bagaimana hakim itu menjaga diri apalagi situasi begini untuk tidak terseret-seret di dalam ranah politik praktis kan ya bisa dengan komentar," kata Andi saat dihubungi Tirto, Jumat (8/2/2019).
Andi mengatakan, penerbitan aturan dalam rangka menjaga hakim agar tetap independen. Ia menyebut, hakim peradilan umum berpotensi menangani perkara pidana yang berkaitan dengan paslon. Andi membantah bahwa penerbitan surat karena ada pelaporan dugaan keberpihakan hakim pada paslon tertentu.
"Apa salahnya mempertegas untuk mengingatkan itu tadi dalam rangka menjaga netralitas?"
Andi mengingatkan, netralitas hakim mengacu kepada undang-undang serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). MA berharap para hakim bisa kembali mengingat aturan-aturan untuk bersikap netral. Jika tidak, para hakim bisa terseret ke sidang etik.
"Itu bisa ke kode etik dan akan diproses bila memang ternyata dia melakukan politik praktis yang mengarah pelanggaran kode etik. Ya tentu kita periksa," kata Andi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri