tirto.id - Sejumlah warganet di media sosial Instagram, Twitter, dan TikTok membagikan tagar #SaveRajaAmpat dengan latar belakang foto keindahan alam Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Gerakan ini adalah bentuk upaya penolakan tambang nikel di Raja Ampat yang berpotensi merusak alam Papua.
Raja Ampat merupakan gugusan pulau tropis dengan perairan yang kaya kehidupan bawah laut, bentangan karst yang megah, serta tutupan hutan yang rapat dan masih alami. Raja Ampat mendapat julukan “The Last Paradise on Earth”. Kawasan di Papua Barat Daya ini bahkan telah menjadi situs warisan dunia global geopark yang diakui UNESCO.
Raja Ampat merupakan lokasi wisata yang menarik wisatawan baik domestik maupun internasional. Bagi penggiat konservasi, Raja Ampat adalah jantung dari segitiga terumbu karang dan pusat keanekaragaman hayati baik di darat maupun di lautan. Bagi masyarakat setempat, Raja Ampat tak hanya memberikan keindahan alam, tapi juga sumber kehidupan.
Karena tambang nikel, Raja Ampat terancam kehilangan keasriannya. Menurut laporan Greenpeace, di Raja Ampat, ada pulau kecil yang sudah dikeruk, ada hutan yang sudah dibabat. Hal ini berpotensi akan mencemari sumber air dan merusak kehidupan bawah laut dan masyarakat setempat akan kehilangan sumber kehidupan.
Petisi Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat Papua
Pegiat lingkungan hidup, Greenpeace Indonesia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengisi petisi menolak tambang nikel di Raja Ampat, Papua.
Greenpeace juga meminta Pemerintah untuk mengevaluasi dan cabut izin tambang nikel di Raja Ampat. Pemerintah juga perlu meninjau ulang kebijakan industrialisasi nikel di Indonesia dan berhenti membuat masyarakat menderita karena kebijakan industrialisasi nikel.
Untuk ikut menolak tambang nikel melalui petisi ini, Anda bisa mengunjungi link berikut: Petisi Save Raja Ampat.
Melalui petisi tersebut, Anda bisa mengisikan di kolom Nama, Email, dan Nomor HP serta Pesanmu untuk Pemerintah kemudian klik "Selamatkan Raja Ampat".
Perlu diperhatikan, Greenpeace memerlukan informasi kontak tersebut untuk menghubungi wargnet mengenai produk dan layanan. Warganet yang memberikan kontaknya dapat berhenti berlangganan produk Greenpeace melalui laman tersebut.
Siapa Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat Papua?
Ada empat perusahan yang mengantongi izin terkait pertambangan nikel di Papua. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menjelaskan bahwa KLH sudah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26-31 Mei 2025.
Perusahaan yang menjadi objek pengawasan adalah PT GN, PT KSM, PT ASP, dan PT MRP yang seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan. Namun, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dikutip dari Antara News, PT ASP, perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
Sementara itu, PT GN beroperasi di Pulau Gag dengan luas kurang lebih 6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT ASP dan PT GN. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut.
Selain itu, PT MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Sementara PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe.
Aktivitas tersebut, jelasnya, telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.
KLH juga menemukan sejumlah pelanggaran serius peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat dan sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan sejumlah perusahaan.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, dikutip Antara News, Kamis (5/6/2025).
Hanif menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 turut memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia.
Respons Pemerintah Soal Penolakan Tambang Nikel di Raja Ampat
Sekretaris Kabinet (Seskab) RI Teddy Indra Wijaya memastikan bahwa Pemerintah sudah menindaklanjuti persoalan tambang nikel di wilayah Raja Ampat. Teddy menyatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk merespons situasi tersebut.
“Sudah langsung ditindaklanjuti. Pak Menteri ESDM dan Pak Menteri Lingkungan Hidup sudah mengambil langkah yang diperlukan untuk saat ini,” ujar Teddy, dikutip Antara News (5/6/2025).
Ia juga menambahkan bahwa koordinasi lintas kementerian dilakukan secara cepat dan intensif begitu informasi terkait persoalan tersebut diterima.
“Tadi langsung kita hubungi dan saling berkoordinasi. Segera kita selesaikan,” katanya.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah menghentikan sementara aktivitas tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat, terhitung mulai hari ini, menyusul penolakan dari aktivis lingkungan dan masyarakat sipil karena dinilai mengancam ekosistem.
"Untuk sementara kegiatan produksinya disetop dulu, sampai menunggu hasil peninjauan verifikasi dari tim saya," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM.
Editor: Yantina Debora