Menuju konten utama

Lindungi Konsumen, Kemenhub Atur Tarif Taksi Online

Kemenhub menilai selama ini pengguna taksi online menjadi korban ketika perusahaan taksi tersebut menaikkan harga sesukanya. Karenanya, pemerintah mulai mengatur tarif taksi online yang dimaksudkan untuk melindungi konsumen.

Lindungi Konsumen, Kemenhub Atur Tarif Taksi Online
Puluhan pengendara angkutan umum berbasis aplikasi online melakukan aksi di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin, (27/2). Dalam aksinya mereka menuntut DPR menghapus Permenhub nomor 15 tahun 1998 tentang pelayanan jasa angkutan umum di Bandara Soekarno-Hatta yang dianggap merugikan para pengemudi taksi online. Tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Untuk melindungi konsumen, terutama saat jam sibuk, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan tarif taksi daring atau "online" akan diatur oleh pemerintah daerah.

"Konsumen harus dilindungi saat jam sibuk, jangan sampai saat permintaan tinggi kemudian perusahaan menaikkan harga sesukanya. Begitu pun saat jam-jam sepi, pemerintah harus hadir untuk melindungi pengemudi. Jangan sampai banting harga yang pada akhirnya, korbannya adalah pengemudi," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto usai menyambangi Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Jakarta, Senin (20/3/2017).

Dikutip dari Antara, tarif pengguna jasa taksi "online" tersebut menurut Pudji diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Menurut dia, dasar pertimbangan tarif jasa taksi online dalam revisi PM 32/2016 untuk melindungi konsumen dan menjaga kesetaraan berusaha.

Adapun masa sosialisasi revisi PM 32/2016 selesai pada akhir Maret dan peraturan berlaku mulai 1 April 2017. Perusahaan penyedia jasa taksi "online" pun wajib mematuhi regulasi tersebut.

"Kalau dilihat dari jadwal sudah jelas, bulan masa sosialisasi sudah, revisi sudah, uji publik sudah. Ini memang bukan untuk kepentingan orang per orang atau kelompok, tapi ini kepentingan bersama. Pemerintah perlu hadir di situ," ungkapnya.

Namun, ia menyayangkan perusahaan-perusahaan aplikasi taksi "online" tidak memberi masukan saat uji publik masih dilaksanakan, padahal ketiga perusahaan hadir saat 11 poin materi revisi PM 32/2016 disampaikan sejak uji publik pertama.

Menanggapi kebijakan itu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan akan mendukung langkah Kementerian Perhubungan mengatur taksi online melalui revisi PM 32/2016. Pasalnya, regulasi tersebut dinilai mampu mengakomodasi keberadaan taksi online maupun taksi konvensional.

"Justru harus diatur, kalau semua jalan sendiri, jika ada kecelakaan, ada permasalahan, tidak jelas siapa penanggung jawabnya," kata salah satu anggota ORI, Alvin Lie.

Alvin tidak menampik suatu kebijakan tidak selalu membuat semua pihak senang, namun prinsip ORI adalah melindungi kepentingan publik, meliputi pengguna jasa dan pengemudi.

Ia memaparkan ada tiga hal yang ditekankan ORI, pertama, aturan jangan hanya fokus pada tarif, tetapi mengontrol persaingan supaya lebih sehat dan menjamin hak-hak pengguna jasa.

Kedua, aturan diharapkan mendorong taksi kovensional menggunakan teknologi yang lebih maju supaya dapat bersaing. Ketiga, ORI berharap ada pemangkasan biaya perizinan dan kewajiban dari taksi konvensional.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari