tirto.id - Ratusan organisasi tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) menolak otonomi khusus (Otsus) Papua. Jumlah penandatangan petisi mencapai 654.561, sekitar 18 persen dari jumlah penduduk Provinsi Papua. Petisi kedua akan segera diluncurkan.
Juru bicara PRP, Samuel Awom mengatakan penolakan Otsus adalah bentuk sikap politik rakyat West Papua--istilah internasional untuk seluruh wilayah Papua.
PRP akan mengawal sikap warga Papua guna memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri secara damai dan demokratis. Masuknya Papua ke dalam NKRI dianggap cacat sejarah, sehingga terus memicu keinginan untuk penentuan nasib sendiri.
“Kami mendesak Jakarta menghentikan pembahasan revisi Otsus, mendengar sikap dan tuntutan rakyat West Papua melalui PRP. Kami berkomitmen mendorong persatuan demokratik dalam perjuangan pembebasan nasional West Papua,” ujar Samuel dalam siaran pers daring, Kamis (7/1).
Otsus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat akan berakhir tahun ini. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana memperpanjangnya untuk 20 tahun ke depan. Otsus, katanya ketika berkunjung ke Timika "sangat diperlukan untuk percepatan pembangunan di Papua."
Tokoh Papua dari Komunitas Green Papua Yohanes Giyai menilai Otsus adalah kebijakan politik yang gagal selama 20 tahun terakhir.
“Otsus mau dilanjutkan atau tidak, kembali kepada rakyat Papua yang menjadi subjek dan objek. Akan keliru ketika Jakarta mencoba mengambil alih,” ucap dia.
Otsus diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001. Peraturan ini disahkan di Jakarta pada 21 November 2001 oleh Presiden ke-4 RI Megawati Soekarnoputri. Otsus memberikan hak dana khusus dan kewenangan lebih bagi Papua dibanding daerah lain di Indonesia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali