tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai kepolisian bertindak sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan kepada anak-anak saat kerusuhan 21-22 Mei silam. Selain diduga melakukan penganiayaan terhadap FY (17) dan GL (17), korban juga ditempatkan di sel tahanan bersama-sama dengan orang dewasa.
Padahal, kata pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari, seharusnya mereka ditempatkan di ruang pelayanan khusus anak atau pun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk “Hari Anak 2019: Anak Berhadapan dengan Hukum Masih Rentan Praktik Penyiksaan” di Kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta Pusat, Jumat (26/7/ 2019).
“Namun yang terjadi pada FY dan GL justru sebaliknya, mereka tidak ditempatkan pada ruang pelayanan khusus anak maupun LPSK saat penangkapan terjadi, melainkan mereka ditempatkan di sel tahanan bersama-sama dengan orang dewasa,” ujarnya.
Kemudian, Shaleh menuturkan, padahal berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak dengan Bantuan Hukum (ABH) yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak.
“Bila tidak tersedia, maka dapat ditempatkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial,” ucapnya
Meskipun telah dipindahkan di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Jakarta, Shaleh menyayangkan penahanan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya telah melebihi jangka waktu yang dietetapkan.
Seharusnya, kata dia, waktu penahanan kedua anak di bawah umur 18 itu hanya 15 hari. Namun kenyataannya lebih.
"Sesuai Pasal 33 ayat (1) dan (2) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012, yang bila diakumulasikan lamanya waktu penahanan selama 15 hari," terangnya.
Atas peristiwa penganiayaan dan kesewenang-wenangan tersebut, LBH Jakarta pun meminta kepada Kasat Reskrim Mabes Polri untuk segera melakukan penyidikan terhadap polisi dari kesatuan Polsek Metro Gambir yang diduga melakukan penyiksaan dan kekerasan terhadap anak.
“Sebab, hal itu berhadapan dengan hukum dengan mengenakan Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal tiga tahun 6 (enam) bulan," tuturnya.
Kemudian, Shaleh juga meminta kepada Kasatreskrim Mabes Polri harus segera melakukan penyidikan terhadap penyidik Polda Metro Jaya yang menangani sejumlah anak pada peristiwa 21-22 Mei silam.
"Atas dugaan tindak kejahatan itu, penahanan sewenang-wenang oleh penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan ancaman penjara selama dua tahun," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto