tirto.id - Kepala Advokat LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfatan, mengatakan terdapat 39 massa aksi “Kawal Putusan MK” yang hingga saat ini masih ditahan di Polda Metro Jaya.
Fadhil mengatakan, ia telah sampai di Polda Metro Jaya pada pukul 20.00 WIB, Kamis (22/8/2024) untuk menemui para peserta aksi yang dibawa paksa oleh aparat kepolisian.
"Di pukul 20.00 ke atas secara berangsur-angsur ada massa aksi yang diserahkan dari lokasi aksi yaitu DPR RI ke polda Metro Jaya. Pada saat itu kami ingin mengakses para peserta aksi yang diproses hukum karena itu adalah kewajiban kami sebagai pendamping hukum, sebagai advokat dan sebagai pemberi bantuan hukum," kata Fadil saat jumpa pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jumat (23/8/2024).
Namun niatnya dihalangi oleh aparat kepolisian dengan cara dibentak dan dilarang untuk menemui para peserta aksi.
"Kami diadang, dihalang-halangi, diteriaki, dan diberikan argumentasi yang bagi kami tidak logis dan tidak memiliki dasar hukum," ujarnya.
Menurut Fadhil, alasan polisi yang menghalanginya adalah karena dia tidak ada surat kuasa dan belum ada perintah dari atasan kepolisian.
"Surat kuasa lisan sebagai hubungan keperdataan itu sudah memiliki kekuatan hukum dan memberikan nyawa kepada kami sebagai advokat atau sebagai pemberi bantuan hukum untuk melakukan pendampingan hukum," tutur Fadhil.
Dia akhirnya baru bisa menemui massa aksi pada pukul 05.00 WIB pagi, setelah proses introgasi dari kepolisian kepada para korban kekerasan tersebut.
"Jadi ada sekitar 5 kali perdebatan yang sangat panas antara tim advokasi dengan pihak Polda Metro Jaya ketika kita ingin mengakses korban, mengakses massa aksi untuk memberikan bantuan hukum," ujar Fadhil.
Hingga saat ini, Fadhil mengatakan 39 orang tersebut masih ditahan dan belum ada kepastian soal nasib mereka.
Sementara Kepala Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus, mengatakan pihaknya menerima laporan bahwa terdapat massa aksi yang menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian.
Korban tersebut, kata Andrie, dipukuli oleh 15 anggota polisi yang sedang berjaga dalam aksi.
"Ketika terjadi tembakan gas air mata di sekitar halaman depan gedung DPR, itu korban tindak lari. Tindak lari, mengamankan diri, namun tertangkap oleh anggota kepolisian. Dan ketika tertangkap, korban tersebut jatuh tersungkur, lalu dipukuli sekitar 15 orang polisi di bagian kepala," kata Andrie.
Ia menambahkan, korban juga dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku pelemparan batu ke area gedung DPR RI dan merusak pagar. Padahal, kata Andrie, korban tidak melakukan hal tersebut.
"Pemaksaan pengakuan tersebut dengan cara keterasan atau penyiksaan, itu tuduhan-tuduhannya tidak pernah sama sekali dilakukan oleh korban," tambah Andri.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi