Menuju konten utama

La Nyalla Divonis Bebas, Dua Hakim Sempat Dissenting Opinion

Sebelum vonis bebas dijatuhkan ke La Nyalla Mattaliti, dua hakim anggota sempat menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion). Hal ini terungkap saat hakim Sigit membacakan amar putusan.

La Nyalla Divonis Bebas, Dua Hakim Sempat Dissenting Opinion
La Nyalla saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/11). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi yaitu mantan Wakil Ketua Kadin Jawa Timur bidang ESDM, Nelson Sembiring. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis bebas La Nyalla Mattaliti dari semua dakwaan terkait korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. Dalam putusannya, Selasa (27/12/2016), majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Baslin Sinaga, Mas'ud, Sigit dan Anwar menyatakan bahwa La Nyalla tidak terbukti merugikan keuangan negara.

Sebelum vonis dijatuhkan, dua hakim anggota sempat menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion). Hal ini terungkap saat hakim Sigit membacakan amar putusan.

"Menimbang, akan tetapi dua hakim mengajukan dissenting opinion. Dana hibah tidak dibenarkan untuk digunakan di luar kegunaan yang disusun dalam proposal. Di satu sisi, telah mendelegasikan, tapi di sisi lain terdakwa tetap memantau penggunaannya dan mendatangi anak buahnya dengan demikian terdakwa tetap harus dimintai pertanggungjawabannnya," kata hakim Sigit.

Perbedaan pendapat itu terjadi karena ditemukan adanya keuntungan sebesar Rp 1,1 miliar yang didapat dari hasil penjualan IPO Bank Jatim dan wajib dikembalikan kepada negara, karena diperoleh dari dana yang berasal dari negara. Uang tersebut juga diketahui pernah dipinjam untuk biaya operasional Persebaya serta tidak tercantum dalam proposal kegiatan.

"Pengembalian uang Rp5,3 miliar tidak menghapuskan penyimpangan yang telah dilakukan. Terdakwa juga mengetahui dana hibah Kadin pernah dipinjam untuk Persebaya yang tidak masuk dalam proposal kegiatan. Terdakwa juga kerap mengeluarkan cek kosong sehingga terdakwa tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan Kadin," tambah hakim Sigit.

Sementara itu anggota majelis hakim Mas'ud menyampaikan bahwa mengenai keuntungan Rp1,1 miliar uang hasil pembelian saham itu sudah dikembalikan namun tidak tercatat dengan baik.

"Terkait uang Rp1,1 miliar, majelis hakim mempertimbangkan, di persidangan telah diperiksa saksi dan ahli. Dari keterangan saksi Diar dan Nelson, menyatakan pinjaman adalah penggunaan dana hibah sudah dikembalikan pada 2012 tapi tidak dibuat kuitansi resmi karena hanya dengan catatan kecil. Saksi Diar menyatakan terdakwa diminta untuk melengkapi administrasi karena ada yang telah ketelingsut," kata Mas'ud.

Menurut hakim pengembalian dana pembelian sebesar Rp5,3 miliar itu dilakukan secara bertahap sebanyak 5 kali namun tidak tercatat dalam pembukuan dan tidak ada bukti.

"Kadin Jatim administrasinya tidak tertib bahkan buruk. Kadin Jatim yang menyalahgunakan dana hibah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp26,5 miliar. Berdasarkan keterangan dan 3 alat bukti yang sah, majelis hakim berkeyakinan uang Rp5,3 miliar telah benar dikembalikan ke Kadin Jatim. Berdasarkan pendapat ahli, uang Rp5,3 miliar tersebut juga sudah termasuk yang dipertanggungjawabkan saksi Diar dan Nelson dan uang yang dikembalikan tidak dikembalikan ke rekening tapi langsung digunakan untuk kegiatan Kadin," ungkap hakim Mas'ud.

Sedangkan mengenai bukti materai tempel Surat Pengakuan Hutang yang seolah-olah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2012 padahal materai baru dicetak oleh Perum Peruri pada tanggal 11 Juni 2014, hakim menilai hal itu hanyalah urusan administrasi.

"Materai tempel yang tidak sesuai tahun pembuatannya karena catatan ketlingsut atau hilang hanyalah bersifat administrasi, sehingga menurut majelis hakim, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain tidak dapat dibuktikan," kata hakim Mas'ud.

Dalam perkara ini, Nelson Sembiring sudah divonis hukuman lima tahun dan delapan bulan penjara sedangkan Diar Kusuma Putra dihukum satu tahun dan dua bulan penjara.

JPU Masih Pikir-pikir Atas Putusan Hakim

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) tidak sepakat dengan vonis tersebut. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim I Made Suarnawan di pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa ini menyampaikan keberatannya karena pertanggungjawaban pidana tidak bisa diwakilkan.

"Majelis hakim 3 dan 4 itu sependapat dengan penuntut umum. Pertimbangannya sudah jelas tadi. Pertama, pertanggungjawaban pidana itu tidak dapat diwakilkan sedangkan terdakwa kan selaku Ketum, sementara kerugian negara seolah-olah sudah dipertanggungjawabkan oleh Diar dan Nelson. Kami tidak sependapat karena pertanggungjawaban pidana tidak bisa diwakilkan," katanya.

"Kedua, soal pembelian IPO, kan Rp5,3 berasal dari dana hibah. Dana hibah ini otomatis belum pernah dikembalikan, meski seolah-olah sudah dikembalikan pada tahun 2012 padahal kenyataannya tidak pernah dikembalikan. Dilihat dari alat bukti kita materai yang ditempelkan di 5 kuitansi tahun 2014. Berarti seolah-olah dibuat 2012 sementara materainya baru dicetak 2014. Tidak nyambung kan logikanya begitu? Berarti itu hanya alasan seolah-olah sudah ada pengembalian," tambah Made.

Kendati demikian, Made mengaku belum akan langsung mengajukan banding.

"Pertanggungjawabannya tetap selaku Ketua Kadin, tidak bisa diwakilkan. Tadi majelis hakim yang dua orang dalam pertimbangannya memang sependapat. Tapi kita menghormati, kita masih diberi kesempatan untuk pikir-pikir," ungkap Made.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait DANA HIBAH KADIN JATIM atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH