Menuju konten utama

Kuncian PKS Bikin Prabowo Tak Mudah Cari Cawapres di Pilpres 2019

PKS tetap ngotot bakal calon wakil presiden Prabowo dalam Pilpres 2019 berasal dari kader PKS. Namun, PKS dianggap belum punya kader yang bisa mendongkrak elektabilitas Prabowo.

Kuncian PKS Bikin Prabowo Tak Mudah Cari Cawapres di Pilpres 2019
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjawab pertanyaan wartawan saat berkunjung ke Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5/2018). ANTARA FOTO/Meli Pratiwi/RIV

tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) punya peran sentral untuk memuluskan langkah Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Sikap PKS yang belum jelas mendukung Prabowo membuat paket bakal calon cawapres belum final.

Presiden PKS Sohibul Iman dua hari lalu (14/7/2017) menegaskan belum pasti mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Alasannya, sampai sekarang belum ada kata sepakat dengan Gerindra. PKS ingin Prabowo mengambil pendamping dari kader PKS dan belum ada kesepakatan.

Direktur Eksekutif Populi Centre Usep S Ahyar mengatakan pada posisi tawar PKS sangat kuat. Apalagi PKS satu-satunya partai yang masih setia bersama mereka, setelah PAN mengambil posisi mengambang dengan tetap menjaga hubungan baik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Gerindra tak bisa maju sendiri mengusung Prabowo. Syarat minimal mengajukan calon presiden adalah menguasai 112 kursi di DPR, sementara Gerindra hanya 73 kursi. Dengan PKS, maka jumlahnya sudah melebihi syarat: 113 kursi.

Menurut Usep, PKS berpotensi berpindah haluan berkoalisi dengan partai lain yang lebih menguntungkan mereka. Ini terlihat dari komunikasi antara PKS dengan Demokrat yang intens.

Pada 2 Mei 2018, Shohibul Iman memang sempat menyatakan akan membahas peluang terbentuknya poros ketiga dengan Demokrat. Hal ini karena Demokrat serius ingin membentuk blok di luar Jokowi-Prabowo dan gagasan itu patut dibantu.

"Jadi, kalau mau tetap membentuk poros bersama di 2019, antara Gerindra dan PKS harus ada salah satu yang mengalah," kata Usep.

Selain itu, kata Usep, dalam memecahkan persoalan ini Gerindra bisa membuka jalan alternatif dengan mulai membicarakan sharing power sebagai tawaran pengganti posisi cawapres untuk PKS.

"Posisi-posisi di luar capres-cawapres sebaiknya memang harus dibicarakan, misalnya kemungkinan menteri dan sebagainya," kata Usep.

Usep menganggap wajar sikap Gerindra yang masih enggan memberi kursi calon presiden untuk PKS. Sembilan nama yang diusulkan PKS dianggap belum mampu menaikkan elektabilitas mantan Danjen Kopassus itu. Gerindra mengincar Anies Baswedan untuk jadi pendamping Prabowo. Anies memang dekat dengan PKS, tapi dia bukan kader.

Pernyataan Usep ini selaras dengan hasil survei Charta Politica periode 23 sampai 29 Mei 2018 pada empat provinsi yang disurvei. Tak ada satupun dari sembilan nama yang diajukan PKS masuk tiga besar peraih elektabilitas tertinggi mendampingi Prabowo. Tiga nama peraih elektabilitas tertinggi di keempat provinsi itu adalah Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono.

"Yang cenderung bisa mengangkat Prabowo memang Anies Baswedan, tapi yang bersangkutan juga belum tentu mau," kata Usep.

Sikap Anies saat ditanya ihwal peluang tawaran dari parpol untuk dirinya sebagai capres/cawapres, Anies menyatakan belum ada tawaran. Anies mengaku pertemuannya dengan parpol-parpol akhir-akhir ini, termasuk dengan PKS Sabtu lalu (14/7/2018), hanya sebatas menghadiri undangan, bukan berbicara perihal Pilpres. Ia tegas menyatakan "saya masih mengurusi Jakarta."

Infografik CI Calon Wakil Presiden 2019

Gerindra Tetap Optimistis

Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria menepis spekulasi bahwa PKS berpotensi meninggalkan Gerindra pada Pilpres 2019. Ia tetap optimistis PKS akan tetap mendukung Prabowo sebagai capres.

"Kemarin Sabtu kan ketemu. Di situ sudah sepakat mendukung Pak Prabowo sebagai capres," kata Riza kepada Tirto.

Wakil Ketua Komisi II DPR ini menilai permintaan PKS menjadi cawapres bukan sesuatu yang tidak bisa dikompromikan. Alasannya, antara Gerindra dan PKS sudah terbiasa membahas segala sesuatu dengan musyawarah. "Waktu kan masih jauh, nanti akan dibicarakan lebih lanjut soal ini," kata Riza.

Pembicaraan lebih lanjut itu, kata Riza, juga termasuk peluang sharing power di antara Gerindra dan PKS dan partai lain yang berkemungkinan masuk ke dalam koalisi ini. "Tentu kami bahas [sharing power]. Semua akan dikomunikasikan. Bagaimana bentuknya nanti dilihat," kata Riza.

Saat ditanya perihal kemungkinan terburuk bahwa Gerindra tak punya koalisi di Pilpres 2019, Riza justru berkeyakinan koalisi yang terbentuk nantinya akan lebih gemuk. Sebab, selain PKS masih ada tiga partai lain yang belum menentukan sikap dan berpeluang bergabung ke dalam koalisi: PAN, Demokrat, dan PKB.

"Dengan semuanya kami sedang lakukan komunikasi. Makin hari makin intens," kata Riza.

Rasa optimistis Riza ini tak berbanding lurus dengan pernyataan pengurus teras PKS. Ketua DPP PKS Ledia Hanifa menyatakan posisi cawapres tidak bisa dikompromikan lagi sebagai syarat dukungan ke Prabowo.

"Sebagai yang paling lama bersama Gerindra, wajar dong kami menginginkan posisi cawapres? Yang penting Gerindra jangan menganggap itu negatif," kata Ledia kepada Tirto.

Sementara Wasekjen PKS, Abdul Hakim, menyatakan keputusan partainya ingin salah satu kader jadi cawapres sebatas menagih komitmen Gerindra usai berkoalisi di Pilgub Jabar 2018. PKS mendukung pasangan Sudrajat-Syaikhu.

"Waktu itu komitmennya terus berlanjut di pasangan capres-cawapres," kata Hakim kepada Tirto.

Hakim yakin Prabowo akan memenuhi komitmen itu dan tak akan menyakiti partai yang sudah mendukungnya sejak 2014 hingga saat ini. "Kalau tidak ditepati, kita lihat nanti lah," kata Hakim.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino