Puisi Neno Warisman dalam acara Munajat 212 pada Kamis (21/2/2019) malam menjadi kontroversi. Alih-alih dianggap sebagai orang yang fanatik agama, Neno justru dinilai sebagai orang yang sedang terjebak fanatisme. Ia dinilai cuma menjadikan agama sebagai kedok.
"Kalau ada yang menganggap Neno terlalu fanatik agama bagi saya itu keliru. Karena orang yang fanatik agama berarti ia mengerti betul tentang nilai-nilai esensial yang diajarkan agama, seperti menghargai, menghormati, dan menjaga perasaan sesama manusia. Bukan mengklaim seolah kelompoknya yang paling benar dan yang lain salah," kata Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding seperti diberitakan Antara, Sabtu (23/12/2019)
Puisi yang diucapkan Neno menjadi viral dan kontroversial karena memuat kalimat: "Namun, kami mohon jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak, cucu kami dan jangan, jangan kau tinggalkan kami dan menangkan kami. Karena jika engkau tidak menangkan kami, (kami) khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu."
Menurut Abdul Kadir Karding, pernyataan itu tidak pantas disebut sebagai doa, melainkan hanya orasi politik yang bersifat pragmatis berkedok agama.
"Bagi saya Neno sedang terjerat dalam fanatisme politik. Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan," katanya.
Pilihan diksi dalam ucapannya tampak sekali dibuat untuk menggiring opini publik. Seolah-olah hanya merekalah kelompok yang menyembah Allah. Sedangkan kelompok lain yang berseberangan bukan penyembah Allah, katanya.
"Pertanyaan saya dari mana Neno bisa mengambil kesimpulan itu? Apa ukurannya sampai ia bisa mengatakan jika pihaknya kalah maka tak akan ada lagi yang meyembah Allah?" katanya.
Ia menilai Neno adalah contoh paling gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik.
"Ia menafikan kenyataan bahwa Pak Jokowi-Ma'ruf didukung oleh begitu banyak kiai, santri pondok pesantren, umat Islam yang juga menjalankan shalat, zakat, haji, dan berbagai kelompok lintas agama. Apa Neno merasa cuma dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah?" katanya.
Ia mengatakan dirinya memahami seorang umat beragama tidak bisa melepaskan ketentuan-ketentuan yang telah diatur Tuhan dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk saat berpolitik.
Tapi menjadikan nama Tuhan untuk tujuan politik seraya menggiring opini seolah lawan politiknya tidak menyembah Tuhan jelas merupakan hal mengggelikan, katanya.