Menuju konten utama

Kuasa Hukum Tolak Dakwaan Tapol Papua Surya Anta dkk

Dalam penyampaian pendapatan di muka umun, aksi Surya Anta dkk di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019 berlangsung damai sesuai UU.

Kuasa Hukum Tolak Dakwaan Tapol Papua Surya Anta dkk
Dua terdakwa kasus dugaan makar, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait kenakan koteka dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020). (tirto.id/Adi Briantika)

tirto.id - Enam terdakwa Papua kasus dugaan makar jalani sidang eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020). Kuasa Hukum Terdakwa menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Kami menilai dakwaan JPU tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP dan mohon sekiranya kepada Majelis Hakim untuk menyatakan dakwaan batal demi hukum atau tidak dapat diterima," ujar Kuasa Hukum Terdakwa, Matthew Michele Langgu.

Enam terdakwa disangkakan Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Matthew mempertanyakan dakwaan tersebut.

"Apakah ini serius untuk kepentingan umum atau serius untuk kepentingan penguasa atau kepentingan pihak tertentu? Pertanyaan ini timbul sejak awal, kami hendak mendorong persidangan ini diselenggarakan bukan untuk mengabdi pada kepentingan penguasa atau sekelompok orang, melainkan untuk kepentingan hukum yang berlandaskan keadilan dan kebenaran," jelas dia.

Kuasa hukum membacakan tiga eksepsi. Berkas pertama atas nama Ariana Elopere, dengan nomor perkara PDM-807/JKTPST/11/2019; berkas kedua atas nama Dano Anes Tabuni, dengan nomor perkara PDM-808/JKTPST/11/2019; berkas ketiga atas nama Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, Charles Kossay dan Issay Wenda, dengan nomor perkara PDM-809/JKTPST/11/2019.

Terdakwa dinilai telah melakukan makar atau melakukan mufakat untuk makar dalam aksi demonstrasi di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019. Ancaman terhadap pasal ini adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

"Faktanya, terdakwa secara damai dan iktikad baik menyampaikan pendapat di muka umum. Dalam dakwaan dan berkas perkara tidak ada penjelasan peristiwa serangan kekerasan atau upaya serangan kekerasan terhadap pemerintah, aparat, masyarakat sipil atau fasilitas publik lainnya," kata Matthew.

Penyampaian pendapat di muka umum, lanjut di, dilakukan dengan damai, dengan penyampaian orasi, tari budaya dan ekspresi lainnya yang tidak menjurus kepada upaya serangan.

"Bahkan terdakwa mengikuti proses penyampaian pendapat di muka umum sesuai dengan prosedur hukum yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998," tutur Matthew.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada Senin (13/1/2020) pekan depan di lokasi yang sama, beragendakan tanggapan JPU.

Baca juga artikel terkait KASUS MAKAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali