Menuju konten utama

KSPI Kritik Hilangnya Beberapa Syarat Tenaga Kerja Asing di Perpres

Beberapa syarat yang sebelumnya diwajibkan untuk Tenaga Kerja Asing telah dihilangkan dalam Pepres No.20/2018.

KSPI Kritik Hilangnya Beberapa Syarat Tenaga Kerja Asing di Perpres
Buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam menolak tenaga kerja asing. ANTARA FOTO/M N Kanwa

tirto.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, mengancam keberadaan tenaga kerja dalam negeri.

Pasalnya, kata Ketua Harian KSPI, Muhammad Rusdi, beberapa syarat yang sebelumnya diwajibkan untuk TKA telah dihilangkan dalam Pepres tersebut, seperti syarat kompetensi, kemampuan Bahasa Indonesia, perizinan dan rasio 1:10.

Yang dimaksud dengan rasio 1:10, pengusaha wajib mempekerjakan 10 tenaga kerja dalam negeri untuk satu tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.

"Iya sekarang banyak [TKA] yang tidak berkompeten masuk. Karena tadi semua persyaratan berkompetensi, berbahasa Indonesia, rasio 1:10, izin itu semua dihilangkan," ungkap Rusdi di Jakarta pada Selasa (17/4/2018).

Ia mengatakan, para TKA yang masuk ke Indonesia itu biasanya satu paket, yang terdiri dari manager, supervisor dan lain-lain. Celakanya, para TKA yang masuk itu tidak dibatasi jumlahnya.

"[Pepres] Enggak mengatur sedetail itu. Substansinya yang tadi itu dia menghilangkan izin aja, jadinya sekarang enggak ada izin. Kalau jabatan masih diatur untuk jabatan-jabatan tertentu, tapi yang pasti itu tidak ada izinnya," ujarnya.

Rusdi mengatakan, awalnya proses perizinan untuk para TKA itu tidak mudah, tapi sekarang justru dipermudah. "Nah, ini sekarang cukup mengajukan 2 hari selesai. Dipangkas lah ini prosedurnya. Jadi lebih sangat mudah," ucapnya.

Kendati menentang pemberlakuan Perpres yang melonggarkan aturan masuk ke TKA, ia mengatakan bahwa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia tidak anti terhadap tenaga kerja asing.

Hanya saja, kata Rusdi, pihaknya ingin TKA yang masuk ke Indonesia itu dibatasi dan memprioritaskan kesempatan kerja untuk tenaga kerja dalam negeri.

"TKA boleh saja masuk asalkan sebagai tenaga ahli, bukan pekerja buruh biasa. Nantinya, ketika TKA masuk dapat memberikan pengajaran bagi tenaga kerja lokal," ungkap Rusdi.

Namun kenyataannya, Rusdi mengatakan, ada banyak TKA yang masuk masih merupakan pekerja kasar.

Menurut dia, sektor yang paling banyak menggeser tenaga kerja dalam negeri adalah konstruksi, seperti proyek konstruksi pembangunan PLTU dan pabrik semen. Kemudian, sektor pertambangan, seperti pembangunan smelter di daerah Sulawesi dan Papua.

"Kami enggak bisa bekerja maksimal untuk cari informasi. Tidak ada akses kuat ke perusahaan asing," ujar Rusdi.

Terkait dengan data Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat jumlah TKA ada sebanyak 126 ribu, Rusdi mengatakan: "saya yakini lebih."

TKA mayoritas berasal dari Cina, Korea, Jepang, dan belakangan ini India yang banyak dipekerjakan di perusahaan IT, seperti Telkomsel dan Indosat.

"Yang masif datang itu Cina. Terutama sektor konstruksi karena mereka menguasai proyek-proyek pembangunan PLTU, pelabuhan dan terakhir pertambangan batu bara smelter itu masif," terang Rusdi.

Di sisi lain, dia menyebutkan, saat ini masih ada 7 juta tenaga kerja dalam negeri yang menganggur. "Potensi PHK massal masih tinggi di mana-mana dan daya serap tenaga lokal masih rendah," ucap Rusdi.

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA ASING atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto