tirto.id - KSPI berencana untuk demo selama 3 hari di depan Istana Negara, Jakarta, selama 24, 26 dan 27 Desember 2024. Hal ini terjadi karena Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, tidak menetapkan kenaikan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Tahun 2025 di 18 kabupaten/kota Jawa Barat.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menegaskan, aksi Bey yang tidak menaikkan UMSK di 18 kabupaten/kota sama dengan aksi pembangkangan kepada Presiden Prabowo. Ia memastikan buruh akan berdemo di Istana Negara demi kenaikan UMSK 2025 di 18 wilayah kabupaten/kota Jawa Barat jika Bey tak kunjung menaikkan UMSK di wilayah tersebut.
"Aksi demo besar-besaran akan digelar di depan Istana Negara pada tanggal 24, 26, dan 27 Desember 2024, jika dialog tidak tercapai atau jika Bey Machmudin tetap keras kepala," tegas Said Iqbal dalam konferensi pers daring KSPI, Kamis (19/12/2024).
Said menilai bahwa mekanisme pengajuan UMSK sudah sesuai arahan Presiden dan keputusan MK Nomor 168 Tahun 2023. Namun, ia menyebut Bey Machmudin sengaja mengabaikan rekomendasi 18 kabupaten/kota yang telah diajukan oleh Penjabat Wali Kota atau Bupati.
"Cuma Depok dan Subang yang ada SK itu pun tidak semua sektor. Sedangkan 18 lainnya diabaikan. Ini melawan perintah Presiden. Kami mendesak agar UMSK segera ditetapkan sesuai rekomendasi," ujar Said.
Ia mendesak agar Bey dicopot dari jabatannya sebagai Pj Gubernur, ia juga mencurigai keterlibatan Bey dengan asosiasi pengusaha asing dari Korea dan mendesak pemerintah agar dilakukannya pemeriksaan dugaan keterlibatan tersebut.
“Bey Machmudin ini trouble maker!” katanya.
Sementara itu, Wakil Presiden KSPI, R. Abdullah, mengecam aksi Bey yang tidak menaikan UMSK di 18 kabupaten/kota Jawa Barat. Ia pun mendesak Bey untuk dicopot karena Bey dinilai terlibat dengan pengusaha asing.
"Setiap tahun Bey Machmudin membuat kekacauan. Kami menduga ada keterlibatannya dengan asosiasi pengusaha asing," katanya.
Abdullah juga berharap agar ada penyelesaian yang difasilitasi oleh pemerintah pusat untuk mencegah aksi mogok besar-besaran.
"Kami sangat menunggu kebijakan positif yang mengikuti arahan Presiden. Jangan sampai ini berlarut-larut dan merugikan dunia industri," tambahnya.
Abdullah juga mengatakan jika dengan upah pekerja yang baik akan mencegah terjadinya PHK masal, maka penetapan UMSK ini
"Tujuannya adalah menjaga kesinambungan industri agar tidak terjadi PHK massal. Dengan ekonomi yang baik, tentu upah yang layak juga bisa terealisasi," jelasnya.
Said Iqbal mengeklaim buruh akan terus menekan pemerintah. Ia pun sudah menghubungi Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Mudah-mudahan Profesor Sufmi Dasco dapat memfasilitasi penyelesaian ini sehingga aksi mogok besar-besaran tidak perlu terjadi. Profesor Sufmi Dasco itu solusi maker" ujar Said Iqbal.
Bagi buruh, penetapan UMSK bukan sekadar angka, tetapi bentuk pengakuan atas risiko dan beban kerja yang mereka hadapi setiap hari. Dengan dinamika yang terus berkembang, semua pihak berharap agar dialog menjadi jalan keluar utama demi keadilan bagi para pekerja.
Dalam pernyataan ke publik, KSPI menuntut tiga hal. Pertama, mereka mendesak Bey selaku Pj Gubernur Jawa Barat menetapkan UMSK di 18 kabupaten/kota sesuai rekomendasi Pj bupati dan wali kota; menuntut pencopotan Bey dari jabatan Pj Gubernur Jawa Barat karena melawan arahan Prabowo dan menolak putusan Mahkamah Konstitusi; serta mengancam akan melakukan aksi 3 hari berturut-turut dengan massa 50 ribu orang berkaitan penetapan UMSK di Jawa Barat.
Perlu diketahui, Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, mengumumkan besaran Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2025 pada Rabu (18/12) malam di Gedung Sate, Bandung. Pengumuman tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024, yang menjadi pedoman bagi penentuan UMSK di wilayah Jawa Barat.
Dalam pengumuman tersebut, Bey hanya menyetujui kenaikan UMSK Subang dan Kota Depok. Cianjur, Kota Tasikmalaya dan Garut tidak mengalami kenaikan karena tidak sesuai dengan Pasal 7 Permenaker 16 Tahun 2024 yang berkenaan dengan risiko kerja.
Kemudian, 9 kabupaten kota tidak mengusulkan UMSK, antara lain Kota Sukabumi, Sukabumi dan Bandung. Sementara itu, pengajuan UMSK di 13 daerah lain seperti Kota Bekasi, Karawang dan Kota Bandung, tidak disepakati.
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Andrian Pratama Taher