Menuju konten utama

UMP DIY 2025 Naik, tapi Para Buruh Tetap Sulit untuk Punya Rumah

UMP DIY 2025 memang naik, bahkan di atas Jateng dan Jabar. Namun, bagi buruh tetap sulit untuk bisa punya hunian. Mengapa?

UMP DIY 2025 Naik, tapi Para Buruh Tetap Sulit untuk Punya Rumah
Tugu Jogja, Yogyakarta. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masuk dalam rangking tiga wilayah dengan upah minimum provinsi (UMP) 2025 paling rendah di Indonesia. Keputusan Gubernur DIY Nomor 477/KEP/2024 tentang Penetapan UMP 2025 menetapkan, besarannya Rp2.264.080. Naik Rp138.183 jika dibandingkan 2024 dengan UMP sebesar Rp2.125.897.

Kenaikan UMP 2025 ini membuat DIY berada di atas Jawa Tengah, yaitu Rp2.169.349 dan Jawa Barat sebesar Rp2.191.238. Namun, jika dibandingkan dengan harga tanah dan rumah di DIY yang naik signifikan, maka kenaikan UMP DIY 2025 menjadi Rp2.264.080, tetap tidak sesuai.

Karena itu, UMP DIY yang tergolong kecil ini menyulitkan para buruh, khususnya generasi milenial dan gen z untuk memiliki hunian. Jangankan untuk membeli tanah atau rumah. Bahkan, untuk sewa rumah saja harus putar otak.

Contohnya Pine. Generasi milenial berusia 29 tahun ini merupakan salah satu orang yang mengidamkan punya hunian di DIY. Sebab, dia dan suaminya kini masih mengontrak rumah. “Mau jadi perintis buat beli [rumah] sendiri, tapi apalah daya UMP DIY yang segitu,” kata dia dihubungi kontributor Tirto, Senin (16/12/2024).

Pine menambahkan, “Masak kudu nunggu warisan, baru bisa tinggal di rumah [dengan domisili DIY].”

Ibu dua anak ini membeberkan, suaminya bekerja di salah satu universitas swasta di DIY dengan upah sesuai UMP. Namun, Pine juga menerima pekerjaan sebagai guru les bahasa Inggris guna menambah pendapatan keluarga.

Secara rinci, perempuan ber-KTP Kabupaten Sleman, DIY ini, menjelaskan, pendapatan keluarganya memungkinkan untuk menabung. Tapi, nominalnya hanya berkisar Rp1 juta. “Berarti kan setahun ada Rp12 juta,” kata dia.

Namun, tabungan Rp12 juta itu, hanya mampu menutup biaya sewa rumah. Sebab, biaya sewa rumah per tahun mencapai Rp10 juta.

“Kalau mau realistis uang sekian juta per tahun bisa beli tanah/rumah berapa puluh tahun? Kecuali berani ambil pinjaman/utang bank dulu, itu pun biasanya bunganya atau angsurannya bakal nambah bisa sampai 50 persen,” kata dia.

Perhitungan yang dilakukan Pine itu, berdasar pengalaman dalam upayanya punya rumah pribadi. Dia dan suaminya sering buka marketplace jual beli tanah atau rumah. Namun, harga tidak sesuai dengan kantongnya.

“Kalau harganya [rumah] agak kejangkau, pasti lokasinya jauh banget, pernah juga datengin lokasi kavling tanahnya buat survei,” dia membeberkan.

Rumah dengan harga murah, salah satunya merupakan rumah subsidi. Pine mendapat informasi terkait itu, tapi ternyata lokasinya jauh dari tempat kerja suami. Selain itu, terdapat syarat dan prosedur yang cukup rumit.

“Buat kondisi sekarang, belum memungkinkan untuk ambil, karena simpanan uuntuk bayar kontrakan aja sudah saving sana sini,” kata dia.

Masih terkait dengan UMP DIY yang besarannya Rp2,2 jutaan, kata Pine, kurang menyejahterakan. Sebab, selain harga makanan, berbagai kebutuhan di DIY sama dengan kota-kota besar lain di Indonesia. Misalnya saja, harga bahan bakar minyak (BBM), elektronik, dan pendidikan.

“Dengan biaya hidup sekarang, sebenarnya [UMP DIY] masih jauh sih dari kebutuhan. Tapi ya tiap orang punya daya beli dan kebutuhan masing-masing yang berbeda. Cuma kalau aku pribadi dengan anak 2 dan masih tinggal ngontrak jelas gak nutup,” kata dia.

UMP DIY yang hanya sekitar Rp2,2 juta juga dirasa belum layak oleh Arsyahya. Lulusan prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menilai, besaran UMP DIY kurang untuk memenuhi kebutuhan.

“Menurut saya masih belum layak UMP (DIY) dengan nominal segitu. Perlu evaluasi, bahkan sejak dari cara menghitung kenaikan upah itu,” kata dia dihubungi kontributor Tirto, Rabu (18/12/2024).

Saat ini, Arsyahya belum bekerja secara formal. Tapi dia kerap mengambil freelance casual di suatu katering dengan upah sekitar Rp85 ribu sampai Rp100 ribu per event. Gen Z berusia 22 tahun ini sudah punya kekasih, hubungan itu serius. Oleh sebab itu dia mulai memikirkan hunian.

“Mempunyai keinginan mempunyai rumah sendiri. Apalagi di umur yang mulai dewasa yang berpikir jika sudah menikah ingin tinggal sendiri tanpa menumpang orang tua dan ingin mandiri,” ucapnya.

Arsyahya pun berharap, dia segera dapat pekerjaan layak dengan upah yang juga menurutnya layak. Upah layak menurutnya ya di atas UMP DIY. “Bisa menyejahterakan dan ada solusi untuk mendapatkan hunian bagi Gen Z,” kata dia.

Kebijakan Rumah Subsidi

Salah satu program ambisius Presiden Prabowo adalah 3 juta rumah. Melalui program tersebut pemerintah berinisiatif untuk menyediakan tiga juta unit rumah layak huni per tahun. Hal itu dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat miskin yang belum memiliki hunian.

Pine berharap, program 3 juta rumah betul dapat terealisasi. Namun, program betul berjalan dengan maksimal bukan hanya sekadar proyek asal jalan. “Dan catatannya juga rumahnya enggak asal bangunan jadi, lokasinya dekat sama fasum (fasilitas umum) bukan dilempar di tengah hutan,” kata dia.

Arsyahya justru mengaku, tidak tertarik dengan rumah subsidi. Dia pun pesimistis dengan program 3 juta rumah yang digalakkan pemerintahan Prabowo.

“Saya kurang tertarik, lebih memilih menabung saja atau ngontrak. Kalau subsidi sama saja sistem KPR yang bekerja sama dengan kementerian,” sebutnya.

Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto, pun ikut mengawasi keberlangsungan program 3 juta rumah yang dicanangkan Prabowo. Antara lain penggunaan lahan pertanian dan kehutanan bagi program tersebut.

Namun, Titiek mengatakan, pemerintah tidak akan gegabah dalam menjalankan program 3 juta rumah. Sebab, program tidak boleh tumpang tindih dengan peraturan daerah (perda).

“Pasti pemerintah tidak akan gegabah untuk membangun rumah di area pertanian. Pasti akan dicari area yang memang ada perdanya. Kalau ada perdanya tidak akan melanggar perdanya,” kata dia saat kunjungan ke daerah pemilihan (Dapil) DIY beberapa waktu lalu.

Gaji UMP DIY Mustahil Beli Rumah

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bantul, Fardhanatun, tertawa saat saya hubungi untuk tanya terkait relevansi UMP DIY untuk membeli hunian. “Mustahil [UMP DIY] untuk pembelian rumah,” kata dia singkat, Selasa (17/12/2024).

Fardhanatun menilai, UMP DIY hanya cukup untuk biaya hidup lajang. Bukan untuk menopang keluarga. Sehingga pekerja yang sudah menikah, akan merasa berat mencukupi kebutuhan. Terlebih lagi, bila harus mencicil hunian.

“Untuk kebutuhan sehari-hari pas-pasan bisa dikatakan kurang. Mau tipe rumah XXS tetap tidak akan terjangkau,” ucap dia.

Fardhanatun mengatakan, pemerintah sebetulnya berkewajiban untuk memikirkan hunian bagi pekerja, termasuk buruh DIY. “Ini PR pemerintah,” kata dia.

Lantas, sebetulnya, berapa besaran UMP yang layak bagi pekerja di DIY?

Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Irsyad Ade Irawan, menyatakan, organisasinya menolak besaran UMP dan UM Sektoral 2025. “Karena masih jauh dari besaran KHL (kebutuhan hidup layak),” ujarnya dihubungi kontributor Tirto, Rabu (18/12/2024).

Umbro, sapaan akrab Irsyad mengatakan, UMP DIY sekitar Rp2,2 juta mencerminkan upah murah. Upah yang murah tidak mencerminkan nilai dan kontribusi buruh dalam produksi barang dan jasa.

“Sebagaimana kami sering mengutip data BPS, buruh di DIY adalah pekerja yang sangat produktif. Buruh yang bekerja keras berhak mendapatkan upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga. Upah yang layak itu berkisar Rp3,5 juta-Rp4 juta,” kata dia.

Sesungguhnya, upah yang layak akan mendorong buruh untuk bekerja lebih baik dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, upah rendah bisa menyebabkan mereka merasa tidak dihargai dan kurang termotivasi, yang berpotensi mengurangi kinerja.

Oleh karena itu, kata Umbro, untuk menambah produktivitas buruh DIY yang sudah baik, Gubernur DIY perlu merevisi UMP dan UM Sektoral Provinsi 2025.

Upah murah, kata Umbro, dapat dianggap sebagai ketidakadilan dalam sistem ekonomi, terutama jika perusahaan meraih keuntungan besar sementara pekerja yang terlibat dalam proses produksi menerima kompensasi yang tidak cukup baik.

“Seharusnya dengan menyandang predikat istimewa, Gubernur DIY dapat menetapkan besaran upah minimum yang dapat mencapai KHL, yaitu Rp3,5 juta - Rp4 juta,” kata dia.

Irsyad turut menyinggung, DIY bermasalah dengan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Upah murah berpotensi memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi. “Dengan memberikan upah yang layak, sesungguhnya ketimpangan tersebut dan angka kemiskinan dapat dikurangi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait UMP atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - News
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz