tirto.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) memberikan penjelasan terkait kronologi proses persalinan seorang ibu di Puskesmas Kedundung, Bangkalan.
Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Bangkalan mengungkapkan kronologi peristiwa kepala bayi yang tertinggal di rahim ibunya, M (25), di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada 4 Maret 2024.
Diskominfo mewakili sejumlah pihak dalam konferensi pers yang digelar Pemkab Bangkalan pada Selasa (12/3/2024) menjelaskan awal mula peristiwa tersebut. Turut hadir dalam konpers ini, Kepala Dinkes Kabupaten Bangkalan, Nur Chotibah dan tiga dokter spesialis yakni spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) atau kandungan RSIA Glamour Husada Kebun, Bangkalan, dr Surya Haksara, spesialis anak, dr Moh Shofi, SpA, serta spesialisis forensik, dr Edy Suharta, Sp F.
Kepala Diskominfo Bangkalan Agus Sugianto Zain menjelaskan, awalnya M memeriksakan kehamilannya di Posyandu Dusun Bealang pada 17 Januari 2024.
Dari hasil pemeriksaan, bidan mendeteksi adanya kelainan pertumbuhan bayi dalam kandungan M. Di satu sisi, M menderita darah tinggi sehingga bidan menganjurkan sang ibu melakukan pemeriksaan lanjutan ke poli kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Kedundung.
"Tanggal 18 Januari 2024, pasien dateng ke Poli KIA dengan diagnosa oligohidramnion, letak sungsang, dan hipertensi oleh Dokter IUGR [intrauterine growth restriction]," kata Agus, sebagaimana dikutip dari situs resmi Pemkab Bangkalan, Kamis (14/3/2024).
Kemudian, Dokter IUGR merujuk M untuk melakukan penanganan lanjutan ke dokter spesialis kandungan. Namun, M menolak untuk dirujuk.
Agus mengatakan, bidan desa setempat sempat berharap M agar memeriksakan kehamilannya. Namun, M tetap enggan memeriksakan kehamilannya.
Menurut dia, pada 20 Februari 2024, bidan desa menggelar pemeriksaan di Posyandu Desa Bealang. Namun, M tak kunjung datang pula.
"Tanggal 21 Februari 2024, pasien datang menghadiri kelas ibu hamil di balai Desa Pangpajung. Setelah dilakukan pemeriksaan pasien mengalami darah tinggi tensinya 150/100 mmHg," kata Agus.
Petugas memberitahu bahwa M mengalami darah tinggi. Bidan desa menyarankan pasien untuk diperiksa di poliklinik desa di Desa Pangpujang. Namun, pasien tak melakukan saran tersebut.
Hingga akhirnya, M memeriksakan diri pada 4 Maret 2024 di bidan desa di Serambi Barat. Sayangnya, detak jantung bayi sudah tak lagi terdengar.
"Baru pada tanggal 4 Maret 2024 pukul 03.00 WIB pasien datang ke Bidan Desa di Serambi Barat dan saat itu telah terdeteksi denyut jantung bayi sudah tidak terdengar. Bidan Desa kemudian memberikan rujukan ke Puskesmas," tutur Agus.
M lalu diperiksakan di Puskesmas Kedungdung. Hasil pemeriksaan, sang bayi telah meninggal dunia. Di saat yang bersamaan, M mengalami sakit perut dan dinyatakan telah pembukaan lengkap.
Kata Agus, pasien kemudian diberikan tindakan dengan tata laksana persalinan letak sungsang. Pada saat itu, diketahui bahwa badan leher terlilit tali pusat (tali pusar bayi) serat dua kali.
Bidan tersebut lantas melonggarkan tali pusar dan memotong tali pusar untuk memudahkan pertolongan persalinan.
Persalinan kepala dibantu dengan menekan perut agar mempermudah tindakan mengeluarkan kepala bayi. Namun, kondisi bayi itu sendiri sudah rapuh sehingga kepala bayi terlepas dari badan.
"Saat itu, tim segera memastikan kondisi umum ibu baik untuk kemudian segera melakukan rujukan ke rumah sakit," pungkasnya.
Atas kejadian ini, Dinkes Bangkalan melakukan berbagai upaya tindak lanjut, termasuk evaluasi untuk memastikan penanganan yang lebih sistemik tentang prosedur rujukan dan lain sebagainya.
Pendapat Ahli Forensik
Ahli Forensik Universitas Padjajaran Dr. Chevi Sayusman, dr., Sp.F.M angkat bicara mengenai peristiwa bayi yang tertinggal kepalanya di rahim sang ibu saat proses persalinan. Peristiwa itu dialami oleh seorang ibu di Puskesmas Kedundung, Bangkalan.
Chevi memandang, peristiwa itu diduga disebabkan karena bayi sudah meninggal saat di dalam kandungan. Sehingga, kondisi bagian tubuh bayi mengalami pembusukan dan rapuh saat proses persalinan.
Menurut Chevi, janin yang sudah meninggal di dalam kandungan tetap dapat meninmbulkan kontraksi pada sang ibu. Bahkan, pecah ketuban pun tetap dapat terjadi.
"Bukan hal yang tidak biasa. Kalau meninggalnya sudah agak lama di bagian-bagian tubuhnya relatif menjadi ada melemah, sehingga kalau putus atau rusak bisa terjadi. Dalam peristiwa ini mungkin ya kepalanya yang tertinggal, kalau memang betul begitu," kata Chevi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (14/3/2024).
Ditambahkan Chevi, dalam dunia medis memang saat kondisi bayi sungsang (posisi terbalik) harus dirujuk ke rumah sakit besar untuk dilakukan operasi. Namun, jika kondisi sudah urgen, maka tim medis harus berupaya menyelamatkan salah satu di antara ibu atau bayi.
"Selama memang itu sesuai prosedur dan dirujuk untuk dikeluarkan, ya secara prosedur tidak ada masalah. Kalau di sudut pandang medis seperti itu," ucap Chevi.
Di sisi lain, Chevi menegaskan bahwa perlu dilakukan autopsi kepada jasad bayi untuk mengetahui penyebab kematian.
"Tentu cara terbaik untuk menentukan apa si penyebab kematiannya, kapan waktu kematiannya, perlu diperiksa dengan diautopsi. Jadi diperiksa tubuhnya semua," ungkap Chevi.
Sebagaimana diketahui, seorang ibu di Desa Pangpajung, Modung, Bangkalan, Mukarromah (25) kehilangan bayi di kandungannya. Kepala bayi putus tertinggal di rahimnya saat proses persalinan.
Suami Mukarromah, Sulaiman pun melaporkan puskesmas yang menangani istri dan bayi ke polisi. Kasatreskrim AKP Heru Cahyo Seputro, menjelaskan, Sulaiman melaporkan istrinya mengalami persalinan yang tidak wajar.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Maya Saputri