Menuju konten utama

KPAI akan Datangi Keluarga Kasus Kepala Bayi Tertinggal di Rahim

KPAI menyatakan akan mendatangi keluarga Mukarromah yang melahirkan bayi dengan kondisi kepala tertinggal di dalam rahim.

KPAI akan Datangi Keluarga Kasus Kepala Bayi Tertinggal di Rahim
Ilustrasi Wanita Husband Stitch pasca melahirkan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan akan mendatangi keluarga Mukarromah yang melahirkan bayi dengan kondisi kepala tertinggal di dalam rahim. Peristiwa itu terjadi di Bangkalan, Jawa Timur, pada 4 Maret 2024.

"Dalam waktu dekat ini kami koordinasikan dengan pihak keluarga," tutur Wakil Ketua KPAI Jasra Putra saat dikonfirmasi, Jumat (15/3/2024).

Jasra menegaskan, KPAI hingga saat ini belum menerima laporan dari pihak keluarga. Sehingga, belum dapat bertindak lebih jauh.

"Kami melakukan pemantauan dan akan koordinasi dengan keluarga untuk berkenan membuat laporan ke KPAI," ungkap Jasra.

Di sisi lain, Ahli Forensik Ukrida Anton Castilani berpandangan, memang riwayat kondisi bayi saat dalam kandungan menjadi hal yang penting untuk diketahui. Dengan begitu, bisa diketahui apakah benar kondisi janin sudah meninggal sejak di dalam kandungan.

Anton memandang, pemeriksaan terhadap sang ibu juga menjadi hal yang penting untuk mengetahui apakah selama proses mengandung ada tanda-tanda kekerasan, trauma, atau tindak pidana lain hingga berdampak kepada kondisi bayi. Tentunya, pemeriksaan kepada jasad bayi itu sendiri perlu dilakukan.

Menurut Anton, kejadian bayi meninggal di dalam perut dan bagian tubuhnya tertinggal sudah pernah terjadi sebelumnya.

"Kemungkinannya disebabkan oleh berbagai faktor, seperti masalah kesehatan ibu, masalah genetik, sampai ada trauma eksternal," ujar Anton kepada reporter Tirto, Jumat (15/3/2024).

Lebih lanjut dijelaskan Anton, meski bayi sudah meninggal saat di dalam kandungan, ibunya pasti akan merasakan kontraksi. Dia mengungkapkan. Hal itu merupakan respons alamiah tubuh untuk mengeluarkan janin yang sudah meninggal.

Jika dilakukan pemeriksaan forensik dalam kasus ini, kata Anton, kedokteran forensik membutuhkan waktu beberapa minggu bahkan hingga satu bulan. Apalagi, keterangan dari sumber daya manusia (SDM) yang menangani dan standar operasional prosedur (SOP) yang dilakukan harus disertakan.

Sebelumnya diberitakan, Dinkes Bangkalan menyatakan bahwa M selaku ibu yang mengalami persalinan memeriksakan diri pada 4 Maret 2024 di bidan desa di Serambi Barat. Sayangnya, detak jantung bayi sudah tak lagi terdengar.

"Baru pada tanggal 4 Maret 2024 pukul 03.00 WIB pasien datang ke Bidan Desa di Serambi Barat dan saat itu telah terdeteksi denyut jantung bayi sudah tidak terdengar. Bidan Desa kemudian memberikan rujukan ke Puskesmas," tutur Agus.

Baca juga artikel terkait KEPALA BAYI TERTINGG atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang