tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkap alasan tidak mencantumkan syarat wajib menyertakan Surat Catatan Kepolisian (SKCK) bagi bakal calon legislatif dalam draf Peraturan KPU. Dalam draf PKPU itu mengatur tentang Pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sebagai informasi, draf PKPU itu belum final, sehingga masih perlu disempurnakan.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik mengatakan SKCK untuk para bakal calon legislatif hanya diperlukan sebagai syarat penerbitan surat keterangan dari pengadilan. Surat itu berisi tidak pernah dipidana dengan ancaman lima tahun lebih.
"Berkaitan dengan SKCK, kita semua tahu penerbitan surat keterangan dari pengadilan itu mensyaratkan adanya SKCK," kata Idham di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
Pada aturan sebelumnya, yakni Pasal 8 ayat (1) huruf g PKPU 20/2018 mensyaratkan caleg wajib melampirkan SKCK. Pasal tersebut menyatakan, 'Kelengkapan administratif bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 dibuktikan dengan (g) surat keterangan catatan kepolisian'.
Menurut Idham, syarat tersebut akan diatur dalam aturan teknis dari PKPU Pencalonan Anggota DPR dan DPRD.
"Nanti hal tersebut kami akan rumuskan dalam peraturan turunan dari PKPU," ucap Idham.
Idham mengklaim KPU tidak melanggar aturan apa pun karena tidak mencantumkan kewajiban melampirkan SKCK caleg dalam draf PKPU baru itu.
Pasalnya, kata Idham, KPU telah merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan MK Nomor 87/PU/XX/2023 dalam menyusun draf PKPU itu.
"Dalam kami melakukan legal drafting, kami pastikan bahwa peraturan kami itu sesuai dengan norma yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, putusan MK, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini jelas bicara hierarki tentang peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-undang 12/2011," kata Idham.
Di sisi lain, Idham mengatakan setelah uji publik draf PKPU Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, KPU bakal melakukan harmonisasi beleid itu.
Selanjutnya, KPU akan melakukan konsultasi dengan DPR atas draf PKPU tersebut sebagaimana perintah dalam Pasal 75 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Setelah itu, KPU akan mengesahkan PKPU Pencalonan Anggota DPR dan DPRD untuk Pemilu 2024.
Idham mengaku saat uji publik draf beleid itu sudah disampaikan secara terbuka dengan aparpol, NGO, masyarakat sipil, dan publik untuk memberikan masukan.
"Jadi, tidak ada yang sifatnya ruang-ruang gelap dalam penyusunan PKPU. Kami komitmen pada proses delebrasi dalam pembentukan perundang-undangan," tutur Idham Holik.
Di sisi lain, Idham Holik mengatakan draf PKPU itu disusun salah satunya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PU/XX/2022. Putusan MK itu dibacakan pada Oktober 2022 lalu.
"Kami wajib melaksanakan putusan MK tersebut," kata Idham dalam paparannya, Rabu (8/3/2023).
Idham mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi itu menjadi rujukan penyusunan draf PKPU itu. Pada PKPU pencalonan legislatif itu terdiri dari 12 bab, dimana bagian pertama mengatur perihal ketentuan umum sampai dengan Bab 12 tentang ketentuan penutupan.
Idham mengatakan draf PKPU versi 8 Maret 2023 itu sejatinya sama dengan isi Udang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 247 Ayat 2 ihwal pendaftar bakal calon legislatif ke KPU, yakni paling lambat sembilan bulan sebelum hari pemungutan suara.
"KPU harus sudah menerima pengajuan daftar calon anggota legislatif," kata Idham.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri