Menuju konten utama

KPK Usut Aliran Dana Desa Fiktif di Konawe Sulawesi Tenggara

KPK mencatat 34 desa bermasalah, tiga di antaranya fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada namun SK pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur.

KPK Usut Aliran Dana Desa Fiktif di Konawe Sulawesi Tenggara
Jubir KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait pengembangan perkara dari OTT kasus suap dalam proyek Baggage Handling System (BHS) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/10/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara. Tujuannya untuk membantu pihak kepolisian dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dana desa pada desa fiktif di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

"Perkara yang ditangani adalah dugaan TPK membentuk atau mendefinitifkan desa-desa yang tidak sesuai prosedur dengan menggunakan dokumen yang tidak sah," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Rabu (6/11/2019).

Sehingga menurut Febri, hal tersebut berakibat pada kerugian keuangan negara atau daerah atas dana desa dan alokasi dana desa yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2018.

Dalam perkara ini, KPK mencatat 34 desa bermasalah, tiga di antaranya fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada namun SK pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur.

"Sementara saat desa tersebut dibentuk sudah ada moratorium Kemendagri, sehingga untuk mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal pembentukan backdate," ujar Febri.

Penyidik KPK dan penyidik Polda sempat mengadakan gelar perkara dengan di Mapolda Sulawesi Tenggara pada 24 Juni 2019. Pada kesempatan itu dihadirkan pula ahli hukum pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa yang dibuat dengan tanggal mundur atau backdate, merupakan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.

"Dukungan yang diberikan KPK pada penanganan perkara di Polri ataupun Kejaksaan merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi trigger mechanism yang diamanatkan UU," ujarnya

Febri juga mengatakan perkara telah naik ke tahap penyidikan dan Polda telah mengirimkan SPDP ke KPK sesuai ketentuan Pasal 50 UU KPK. Sesuai dengan KUHAP, penyidikan yang dilakukan Polri adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

"Kami berupaya semaksimal mungkin untuk tetap melakukan upaya pemberantasan korupsi agar anggaran yang seharusnya dinikmati rakyat tidak dicuri oleh orang-orang tertentu," tutup Febri.

Baca juga artikel terkait DESA FIKTIF atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Irwan Syambudi