Menuju konten utama

KPK Tindaklanjuti Pemeriksaan Kasus Patrialis Akbar

KPK melakukan pemeriksaan terhadap Staf Mahkamah Konstitusi terkait tindak pidana korupsi yang melibatkan Patrialis Akbar. Mantan hakim konstitusi itu sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS.

KPK Tindaklanjuti Pemeriksaan Kasus Patrialis Akbar
Mantan Hakim MK Patrialis Akbar bersiap turun dari kendaraan tahanan saat akan menjalani pemeriksaan perdana di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/2). KPK memeriksa Patrialis Akbar sebagai tersangka kasus suap terkait permohonan uji materi Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menindaklanjuti pemeriksaan kasus korupsi dengan tersangka Patrialis Akbar. Kali ini, sekretaris Patrialis Akbar atau Staf Mahkamah Konstitusi (MK) Prana Patrayoga Adiputra diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, sebagaimana dinukil dari Antara, Senin (13/3/2017).

Tersangka Basuki Hariman sendiri merupakan Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama dimana dalam perkara ini yang bersangkutan diduga memberikan suap kepada mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014. Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh enam pemohon, yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi, dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia.

Sebabnya, pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Untuk diketahui, Australia adalah negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis (16/2/2017) telah memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.

Baca juga artikel terkait OTT PATRIALIS AKBAR atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari