tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami alur peristiwa dan beberapa hal yang signifikan dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi, terutama dari keterangan Sekretaris Patrialis Akbar, Prana Patrayoga.
"Terkait indikasi suap terhadap Patrialis Akbar, kami masih terus dalami dalam proses penyidikan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3/2017).
“Hari ini, diperiksa Sekretaris dari Patrialis Akbar dan kami masih mendalami bagaimana alur peristiwa dan beberapa hal yang signifikan dalam proses indikasi suap tersebut,” kata Febri.
KPK juga telah memeriksa Sekretaris Patrialis Akbar atau Staf Mahkamah Konstitusi (MK) Prana Patrayoga Adiputra sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman dalam perkara tersebut.
Menurut Febri, KPK dari waktu ke waktu terus memperkuat dan makin mensolidkan bukti terkait indikasi suap tersebut.
Terkait saksi Prana yang sudah dipanggil berkali-kali oleh KPK, ia menyatakan bahwa yang bersangkutan memang masih dibutuhkan informasinya untuk memperdalam rangkaian peristiwa itu dengan lebih rinci sehingga bisa didapatkan kronologi yang lebih detil yang bisa disampaikan lebih lanjut pada saat dakwaan dibacakan.
"Agar hakim dan juga publik tentu saja yang akan mendengarkan dakwaan itu bisa memahami konstruksi dakwaan secara lebih rinci dan proses persidangannya bisa berjalan lebih detil. Kami masih mendalami tentu saja karena saksi cukup dekat dengan tersangka Patrialis Akbar dalam hubungan pekerjaan sehari-hari," ucap Febri.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar).
Hadiah dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi.
Pemohon merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal.
Serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis (16/2) telah memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri