Menuju konten utama

KPK Surati TNI karena Kabakamla Mangkir di Persidangan

Pimpinan KPK meminta bantuan Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menghadirkan Kabakamla Arie Sudewo, karena yang bersangkutan sudah dua kali mangkir dari persidangan kasus dugaan suap Bakamla.

KPK Surati TNI karena Kabakamla Mangkir di Persidangan
Direktur Utama PT Technofo Melati Indonesia, Fahmi Darmawansyah, menjalani sidang lanjutan kasus suap Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4). Sidang kasus suap pengadaan "monitoring satelite" di Badan Keamanan Laut (Bakamla) itu beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi yakni Hardi Stefanus dan M Adami Okta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Sudewo dua kali mangkir dari persidangan dugaan kasus korupsi pemberian suap kepada pejabat Badan Keamanan Laut Republik Indonesia. Kabakamla Arie Sudewo diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Adami Okta dan Hardy Stefanus.

"Sidang hari ini atas nama terdakwa Adami Okta dan Hardy Stefanus. Saksi yang kami panggil ada dua orang pertama Kabakamla Arie Sudewo. Kami sudah lakukan panggilan sebanyak dua kali yang pertama beliau berhalangan karena ada dinas di Manado, kemudian yang kedua hari ini beliau masih berhalangan karena dinas di Australia dan barusan di sidang kami minta waktu pemanggilan satu kali lagi disertai dengan penetapan yang sudah disetujui majelis hakim," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/4/2017), sepeti diberitakan Antara.

Karena ketidakhadiran tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo agar memerintahkan Kabakamla Arie Sudewo menghadiri sidang lanjutan pada Jumat (28/4/2017).

"Karena beliau masih TNI aktif, dilakukan pemanggilan antar-pimpinan institusi. Jadi kemarin pimpinan KPK sudah bersurat kepada Panglima [TNI] minta bantuannya untuk memerintahkan yang bersangkutan hadir di persidangan, namun sampai hari ini beliau masih berhalangan," tambah Kiki.

Selain Arie Sudewo, dalam sidang untuk terdakwa marketing/operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta, jaksa juga memanggil seorang pihak swasta bernama Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebagai saksi, tapi Ali juga tidak hadir di persidangan.

Saksi Ali Fahmi, menurut Kiki sudah tiga kali mangkir dalam sidang.

"Saksi kedua adalah Ali Fahmi yang sudah kami panggil tiga kali, sampai hari ini juga yang bersangkutan tidak hadir di persidangan. Kami sudah sampaikan panggilan secara patut dan sah dan bertemu istrinya tapi keberadaannya sampai sekarang tidak diketahui," ungkap jaksa Kiki.

Selanjutnya, menurut Kiky pihaknya akan berkoordinasi dengan Puspom TNI.

"Kami akan berkoordinasi dengan Puspom TNI karena ini yuridiksinya pengadilan militer, kami berkoordinasi dengan Puspom terkait pemanggilan tersebut," tambah jaksa Kiki.

Kehadiran Arie Sudewo maupun Ali Fahmi, tambah Kiky dibutuhkan untuk melakukan klarifikasi terhadap fakta-fakta di persidangan seperti yang sudah disampaikan oleh saksi-saksi sebelumnya.

"Kenapa kami minta kedua saksi hadir di persidangan, supaya persidangan menjadi persidangan yang adil dan terbuka karena kedua orang ini banyak disebut saksi-saksi sebelumnya mengenai bagaimana proses penanggaran, proses lelang di Bakamla dan disebut-sebut mengenai persentase-persentase pemberian uang ke pejabat-pejabat tinggi di Bakamla dan pejabat lainnya.

Sehingga pesidangan ini adalah persidangan yang baik untuk saksi tersebut mengklarifikasi fakta-fakta di persidangan sehingga ada fakta yang berimbang dari pihak yang mengatakan fakta tersebut dan orang yang disangkut-pautkan dengan fakta itu," jelas jaksa Kiki.

Penetapan hakim untuk memanggil Arie dan Ali menurut Kiki berdasarkan pasal 159 ayat 2 KUHAP yaitu hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi dihadapkan ke persidangan.

"Kalau dalam pasal 159 ayat 2 KUHAP jadi ketua majelis memerintahkan bahwa saksi tersebut untuk dihadirkan ke persidangan dalam artian majelis hakim punya pendapat yang sama dengan penutut umum mengenai urgensi atau substansi pentingnya keterangan kedua saksi tersebut," kata jaksa Kiky lagi.

Dalam perkara ini, Adami Okta, Stefanus Hardy dan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.

Kabakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek monitoring satellite (satmon) di Bakamla.

Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan.

Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK BAKAMLA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra