Menuju konten utama

KPK Sita Dokumen Impor Perusahaan Basuki Hariman

KPK menyita dokumen impor milik Basuki Hariman di kantor Bea Cukai. Pengusaha daging sapi itu diduga memiliki kepentingan bisnis terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

KPK Sita Dokumen Impor Perusahaan Basuki Hariman
Pengusaha importir daging Basuki Hariman turun dari mobil tahanan saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/1). Basuki diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap Patrialis Akbar berkaitan dengan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen impor milik Basuki Hariman di Kantor Bea Cukai Rawamangun, Jakarta Timur pada Selasa. KPK mengakui dokumen impor sapi tersebut akan digunakan untuk mendalami keterkaitan kasus dugaan suap Basuki Hariman kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam uji materi UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Kami mendapatkan dokumen di bea cukai. Dokumen terkait dengan impor. Catatan impor perusahaan yang diduga dimiliki oleh BHR (Basuki Hariman). BHR diduga memberikan gratifikasi ke PAK (Patrialis Akbar) baik langsung atau tidak langsung terkait proses Judicial Review yang ditangani," jelas Kepala Biro Humas dan Informasi, Febri Diansyah, Selasa (7/3/2017).

Dengan dokumen-dokumen tersebut, menurut Febri, KPK berusaha memastikan bahwa Basuki Hariman memiliki kepentingan atas putusan MK, kendati Basuki Hariman tidak ikut menjadi pemohon perkara uji materi UU 41 Tahun 2014 tersebut.

"Kami masih telusuri, apa kepentingan bisnisnya, tentu akan kita buktikan. Karena perusahaan BHR bergerak di impor daging, maka kita harus buktikan. Selain itu BHR bukan pemohon langsung," terang mantan anggota ICW ini.

Selain dokumen, KPK juga mengaku telah melakukan penyitaan terhadap cap maupun stempel di kantor Basuki Hariman. Cap maupun stempel ini sengaja disita KPK berkaitan dengan salah satu bukti yang dibutuhkan untuk mendalami kasus tersebut.

"Tentu itu akan kita dalami dalam konstruksi perkara ini. Yang kemarin itu belum spesifik apakah terkait itu. Saya harus cek dulu tim yang kemarin di lapangan cukup lama dari siang sampai malam," jelas Febri.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengaku tidak keberatan terhadap penggeledahan pihak penyidik KPK di kantornya.

"Bea cukai sepenuhnya mendukung atas langkah-langkah yang dilakukan pihak KPK untuk melakukan investigasi dari sisi importasi. Kami pun memberikan data dan informasi dan dokumen yang dibutuhkan di perkara importasi," jelas Heru Pambudi.

Heru mengaku sejalan dengan langkah KPK dan permintaan khusus yang dilayangkan oleh Kementerian Keuangan langsung terkait masalah kartel daging sapi. Dia menjelaskan di instansinya tersebut merupakan garda terdepan perolehan devisa negara ekspor import tentu terkoneksi dengan dua Kementerian yaitu Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, Heru berjanji terus mendukung langkah KPK memberantas kartel pangan.

"Kemenkeu belum lama telah menandatangani Nota Kesepahaman bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam rangka penghapusan praktik kartel yang merugikan perekonomian negara," kata Heru.

Seluk Beluk Kasus Suap Uji Materi UU No 41 Tahun 2014

Kasus ini bermula dari pengajuan Uji Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Uji materi itu diajukan oleh enam pemohon yakni Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi.

Basuki Hariman sendiri tidak termasuk pihak yang mengajukan permohonan uji materi.

Meski demikian, KPK menduga ada indikasi Basuki Hariman memiliki kepentingan bisnis terkait dengan putusan uji materi tersebut.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan itu, pemerintah mengatur ketentuan tentang impor daging dan produk olahannya berdasarkan dua sistem yakni; zona negara (country base) dan zona wilayah (zone base) dalam suatu negara.

Pada sistem zona negara, proses impor bisa dilakukan apabila "seluruh” bagian negara (wilayah)" telah dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.

Sedangkan untuk sistem "zona wilayah”, impor tetap bisa dilakukan meskipun “sebagian” wilayah tertentu dalam negara tidak dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.

Oleh karena itu para pemohon mengajukan agar MK melakukan pengujian terhadap pasal 36 C ayat 1, pasal 36 C ayat 3, pasal 36 D ayat 1, pasal 36 E ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.

Mereka menyatakan frase“ atau zona dalam suatu negara” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dengan kata lain, mereka ingin frase tersebut “dihilangkan”.

Dengan sistem zone base memungkinkan bagi pelaku usaha lain bisa mengimpor ternak atau produk olahan ternak dari negara-negara yang sebenarnya masuk dalam zona berbahaya seperti dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan pemerintah sebelumnya yang hanya memberlakukan satu sistem "country based" sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2OO9 sebelum diubah ke dalam UU Nomor 42 Tahun 2014. Dalam sistem itu pemerintah hanya membuka impor dari negara-negara terbebas dari penyakit ternak seperti Australia atau Selandia Baru.

Seperti diwartakan Antara, PT Sumber Laut Perkasa melakukan impor ternak dari Australia.

Selama proses uji materi UU dibahas di MK, KPK menemukan adanya indikasi transaksi suap antara Patrialis dengan PT Sumber Laut Perkasa terkait uji materi UU tersebut.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Januari 2017, KPK akhirnya menemukan titik terang setelah berhasil menyita draf putusan uji materi UU tersebut dari tangan Kamaludin. KPK menduga Kamaludin adalah perantara Patrialis dan Basuki Hariman. KPK menduga Patrialis telah membocorkan putusan itu sebelum dibacakan oleh MK.

Dalam OTT KPK juga menyita mata uang asing sebesar 20.000 dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dengan nilai perkiraan sekitar Rp2,1 miliar. Uang itu diduga sebagai hadiah dari pihak Basuki kepada Patrialis agar MK mengabulkan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

KPK kemudian menetapkan tersangka terhadap Patrialis, Kamaludin, dan Basuki serta Ng Fenny—sekretaris Basuki—pada 26 Januari 2017.

MK sendiri telah memutus uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 pada 7 Februari 2017. Dalam putusannya, MK menolak uji materi pasal 36 C ayat 1, pasal 36 C ayat 3, pasal 36 D ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. MK hanya mengabulkan permohonan pemohon terkait pasal 36 E ayat 1. Pasal itu tidak dihapus melainkan diberlakukan dengan syarat impor dari zona base dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

.

Baca juga artikel terkait SUAP HAKIM MK atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Agung DH