tirto.id - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan bahwa Ketua KPK Agus Rahardjo punya konflik kepentingan dalam kasus korupsi e-KTP karena sebelumnya yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) yang memberikan pendapat mengenai pengadaan e-KTP.
Menanggapi pernyataan itu, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan tidak ada intervensi dari pimpinan KPK dalam penyidikan kasus dugaan korupsi KTP berbasis elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 2011-2012.
"Kalau [disebut-sebut] ada intervensi tidak akan bisa dimungkinkan. Pimpinan sekarang terpilih akhir 2015, sedangkan penyidikan sejak 2014, penyelidikan sudah sejak sebelumnya. Jadi terlalu jauh kalau dihubungkan dengan personal pimpinan KPK," kata Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Menurut Fahri, saat itu Agus Rahardjo melobi Kemendagri untuk memenangkan salah satu konsorsium peserta lelang e-KTP.
"Terkait posisi ketua KPK sebelumnya, dalam dakwaan kita sudah sebutkan terkait paket pengadaan, 9 paket oleh LKPP disarankan agar dipecah karena berpotensi korupsi dan agar tidak memonopoli. Saran LKPP saat itu bukan saran individu tapi ini saran kelembagaan. Artinya LKPP sudah memberikan kajian dan hasilnya untuk mencegah tindak pidana korupsi yang tidak ditaati Kemendagri," ungkap Febri.
Menurut Febri, penyidikan KPK dimulai dari bawah yakni para penyelidik dan penyidik dengan mengumpulkan bukti-bukti sehingga pimpinan tidak ada yang bisa pengaruhi keputusan pimpinan lain.
Sementara terkait usulan hak angket yang digulirkan oleh Fahri Hamzah, Febri mengaku bahwa KPK tidak bisa melarang DPR untuk menjalankan kewenangannya sesuai UU.
"Hak angket itu bukan domain KPK. Namun begitu, kami juga dengar bahwa sejumlah anggota DPR juga menghargai proses hukum sesuai dengan supremasi hukum sehingga proses-proses politik yang bisa mengganggu penanganan kasus KTP-E tidak dilakukan. Presiden sudah mendukung KPK tuntaskan e-KTP, ketua MPR juga demikian, dan kemudian sejumlah petinggi parpol mendukung KPK untuk penuntasan kasus ini," ungkap Febri.
Febri mengatakan bahwa KPK tidak gentar dengan ancaman hak angket yang rencananya akan diajukan oleh sejumlah pihak di DPR tersebut.
"Jadi kami berharap semua pihak mendukung penuntasan kasus e-KTP ini karena bukan hanya untuk keperluan KPK tapi demi kepentingan masyarakat secara luas. Kami meminta pengawalan dari publik untuk penuntasan kasus ini karena berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika KPK menangani perkara besar, KPK selalu mendapatkan perlawanan untuk melemahkan," jelas Febri.
Menurut laporan Antara, dalam kasus ini, baru ada dua orang terdakwa yang dihadapkan ke muka persidangan yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.
Anggaran KTP-E bernilai total Rp5,92 triliun dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto