Menuju konten utama

KPI Lambat Respons Permintaan Pemulihan Psikis, MS Berobat Sendiri

MS sering melamun, mengingat peristiwa yang menimpanya, marah tiba-tiba, sulit tidur, dan cemas, maka ia memutuskan ke psikiater di RS Polri Kramat Jati.

KPI Lambat Respons Permintaan Pemulihan Psikis, MS Berobat Sendiri
Logo Komisi Penyiaran Indonesia. wikimedia comons/domain Publik

tirto.id - MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual dan perundungan di kantornya, harus merogoh kocek pribadi untuk menggunakan jasa psikiater.

Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin, menyatakan Komisioner KPI Nuning Rodiyah pernah menyatakan KPI siap membantu dan membiayai pengobatan korban. Lembaga itu bakal turun tangan bila korban mengajukan permintaan resmi.

“Lalu kami kirim surat permintaan resmi. Kondisi kejiwaan korban sudah sangat parah, maka kami butuh psikiater karena bisa meresepkan obat untuk korban. Sedangkan KPI menegaskan telah punya psikolog dari Kominfo,” ujar Mualimin kepada reporter Tirto, Senin (25/10/2021).

Karena KPI tak merespons cepat pengajuannya, MS mulai bergerak, kata Mualimin.

MS sering melamun, mengingat peristiwa yang menimpanya, marah tiba-tiba, sulit tidur, dan cemas, maka ia memutuskan untuk menemui psikiater di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Usai berkonsultasi dengan psikiater, MS mendapatkan tiga jenis obat.

“Kalau terus-menerus pakai biaya sendiri, dia akan berat. Sekali datang (berobat) Rp500 ribu, termasuk obat. Rencananya sepekan sekali dia akan berobat,” sambung Mualimin.

Sebelum menemui psikiater, MS juga pernah enam kali diperiksa oleh Tim Dokter Psikiatri Forensik RS Polri guna kepentingan penyelidikan. Hasil uji kejiwaan saat itu MS mengidap trauma.

Selain fokus memulihkan kondisi psikisnya, MS juga masih dalam rangkaian pengusutan perkara. Hingga kini penyidik Polres Metro Jakarta Pusat tetap menggali kejadian tersebut.

MS jadi korban perundungan delapan pegawai senior tempatnya bekerja. Para senior itu juga memukuli, menelanjangi dan memotret kelamin, memaki secara rasisme, bahkan memfitnah orang tua korban.

Baca juga artikel terkait PERUNDUNGAN DI KPI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz