Menuju konten utama

Kontroversi Pelarangan Iklan Rokok di Internet ala Kemenkes

Hananto Wibisono dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) berpesan agar pemerintah memperhatikan keberlangsungan pemangku kepentingan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kontroversi Pelarangan Iklan Rokok di Internet ala Kemenkes
Ilustrasi perokok. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir iklan rokok di internet, baik itu situsweb maupun media sosial. Surat edaran No. TM.04.01/Menkes.314/2019 tentang pemblokiran itu dikirimkan dengan alasan untuk menekan konsumsi rokok pada anak-anak.

Dalam penjelasannya, Nila mengatakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018).

Menurut Nila peningkatan itu terjadi lantaran anak-anak belajar merokok secara daring seperti melalui media sosial.

“Saya berharap Menkominfo segera melakukannya. Kita harus menyelamatkan anak-anak generasi kita," ujar dia di kantor Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2019).

Surat edaran Kemenkes ini pun mendapat dukungan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan iklan rokok di internet memiliki risiko diakses anak-anak karena beredar tanpa kontrol dan batas waktu.

“Iklan rokok di internet layak diblokir guna melindungi anak-anak dari paparan iklan rokok dan mencegah meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak dan remaja,” ucap Tulus saat dihubungi reporter Tirto, Kamis kemarin.

Apalagi, menurut Tulus, pemblokiran ini seharusnya adalah hal yang biasa. Ia mencontohkan iklan rokok sudah lama dilarang di Eropa sejak 1960 dan di Amerika sejak 1973.

Namun, kata Tulus, keadaan di Indonesia justru bertolak belakang, karena iklan rokok malah masih bebas. Seolah-olah Indonesia menjadi ‘surga’ bagi industri rokok berikut iklan dan promosinya.

“Indonesia merupakan negara yang masih menjadi surga iklan dan promosi rokok. Padahal di seluruh dunia sudah dilarang,” ucap Tulus.

Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (UI), Abdillah Ahsan menilai langkah ini dapat efektif menekan konsumsi rokok. Namun, kata dia, kemungkinan besar akan mengalami resistensi dari industri rokok.

Sebab, kata Abdillah, sebagian besar aktivitas masyarakat dilakukan dengan menghabiskan waktu di internet termasuk di dalamnya media sosial maupun membaca berita secara daring.

Padahal kata Abdillah, industri tembakau berkepentingan untuk menggaet perokok baru melalui iklan-iklan itu. Mereka diharapkan dapat menggantikan perokok tua lama kesehatannya terus menurun.

“Industri rokok pasti akan menentangnya karena iklan rokok adalah cara mereka meremajakan konsumennya. Menggaet perokok baru menggantikan perokok lama yang sudah sakit-sakitan,” kata pria yang juga aktivis Koalisi Warga untuk Jakarta Bebas Asap Rokok saat dihubungi reporter Tirto.

Abdillah menambahkan langkah memerangi konsumsi rokok ini bisa jadi belum cukup dengan hanya melarang iklan. Ia menuturkan pemerintah perlu melakukan berbagai langkah lain seperti kenaikan cukai rokok, pelarangan total sponsor dan iklan rokok di dunia nyata, peringatan kesehatan bergambar yang luas, hingga kawasan tanpa rokok.

“Selama kebijakan ini masih sendirian kurang efektif untuk menurunkan konsumsi rokok,” ucap Abdillah.

Ketua Bidang Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono mengatakan lembaganya akan mendukung kebijakan pemerintah yang berimbang dan tidak berpihak.

AMTI, kata Hananto, hanya berpesan kepada pemerintah untuk memperhatikan keberlangsungan pemangku kepentingan Industri Hasil Tembakau (IHT). Pasalnya, saat ini ada sejumlah peraturan yang berdampak pada penurunan lapangan pekerjaan dan produksi rokok.

“AMTI meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan keberlangsungan para pemangku kepentingan IHT dalam melaksanakan kebijakan maupun membuat peraturan yang dapat berpengaruh kepada petani, pekerja dan pelaku usaha,” ucap Hananto saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (14/6).

Hanya Iklan Bergambar Rokok yang Diblokir

Tak lama berselang, Kementerian Kominfo ternyata segera merespons surat yang diajukan Kemenkes tersebut.

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu menyatakan Menteri Kominfo, Rudiantara telah menerima surat edaran itu dan sudah menindaklanjuti permintaan Kemenkes dengan memblokir iklan atau konten rokok di sejumlah platform media sosial.

Namun, kata dia, pemblokiran baru terbatas pada iklan yang memeragakan langsung wujud rokok, bukan iklan promosi rokok pada umumnya.

Melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo menelusuri (crawling) konten iklan rokok di internet. Hasilnya terdapat 114 kanal yang memuat konten tersebut di Facebook, Instagram, hingga Youtube.

“Saat ini Tim AIS Kemkominfo sedang melakukan proses take down atas akun atau konten pada platform-platform di atas,” ucap Fernando dalam keterangan tertulisnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie mengaku belum khawatir dengan adanya surat edaran itu.

Sebab, Moeftie mendapati pemblokiran yang saat ini sudah berlangsung hanya iklan yang memeragakan secara langsung wujud rokok, bukan promosi produk rokok secara keseluruhan seperti yang tidak langsung.

“Intinya yang diblokir, kan, iklan yang memeragakan wujud rokok. Itu justru kami apresiasi. Itu meluruskan iklan di media sosial kalau memang enggak boleh memeragakan wujud rokok seperti dalam PP 109 Tahun 2012,” ucap Moefhie saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (14/6/2019).

Namun, Moefthie menyatakan, bilamana iklan rokok ditampilkan tanpa menunjukkan wujud rokok, hal itu bukan masalah. Ia pun berharap pemblokiran itu tidak meluas ke jenis iklan rokok lainnya.

“Mudah-mudahan tidak melarang iklan rokok seluruhnya. Itu pengertian saya ya. Jadi selama iklan rokok tidak memeragakan wujud rokok, ya enggak apa-apa. Yang dilarang itu yang memeragakan,” ucap Moefthie.

Moefhie enggan menjawab saat ditanya mengenai kemungkinan dari dampak bilamana pemblokiran meluas ke iklan produk rokok lainnya.

Ia berkata “jangan berandai-andai lah. Itu, kan, kenyataannya hanya yang berwujud saja.”

Baca juga artikel terkait LARANGAN ROKOK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz