tirto.id - Koordinator KontraS Yati Andriani mengatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama empat tahun terakhir gagal menjalankan empat Rencana Aksi HAM (RANHAM) yang seharusnya menjadi prioritas bagi Indonesia.
"Padahal, empat RANHAM ini ada isu signifikan dan bisa melihat jelas bagaimana keberpihakan Presiden kepada isu HAM," kata Yati.
Hal tersebut disampaikan oleh Yati saat mempresentasikan Laporan "Evaluasi 4 Tahun Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla Kabinet Indonesia Kerja: Sektor Hak Asasi Manusia", di kantor KontraS, Jumat (19/10/2018) sore.
Bagian pertama dari empat RANHAM tersebut ialah pembahasan ratifikasi konvensi menentang penghilangan paksa yang hingga saat ini belum terpenuhi.
"Pada zaman SBY, pada 2010, sudah menandatangani konvensi ini, tapi di masa Jokowi harusnya di-follow up dengan meratifikasi. Namun sampai saat ini tidak," kata Yati.
Kedua, kata Yati, adalah tak adanya penyusunan peraturan pelaksanaan UU 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
"Catatan kami tidak terpenuhi, karena 15 peraturan pemerintah yang diamanatkan UU Penyandang Disabilitas, pemerintah belum satu pun menyelesaikannya peraturan pelaksanaannya," kata Yati.
Ketiga adalah belum adanya penyusunan peraturan pelaksana UU No. 11 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dan yang keempat adalah belum adanya penyelenggaraan penyidikan yang layak dan ramah bagi anak.
Catatan KontraS terhadap 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Dalam laporan KontraS, selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, terdapat 151 vonis hukuman mati dijatuhkan. Hal ini berkebalikan dengan makin kuatnya desakan internasional agar penerapan hukuman mati di sejumlah negara, termasuk Indonesia, dihapus.
Praktik penyiksaan, kata Yati, juga menjadi salah satu kasus yang kerap dilakukan oleh pihak kepolisian selama 4 tahun belakangan. Tahun 2014 terdapat 64 kasus, 2015 terdapat 54 kasus, 2016 terdapat 122 kasus, 2017 terdapat 88 kasus, dan 2018 terdapat 45 kasus. Itu hanya dari pihak kepolisian, belum termasuk yang dilakukan oleh TNI dan sipir.
"Kepolisian juga masih menjadi salah satu pihak yang kerap membubarkan dan melarang kebebasan berkumpul dan berekspresi," katanya.
Dari tahun 2014 sampai 2018 pun terjadi peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan sebanyak 488 kasus. Jumlah korban pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan mencapai 896 orang--408 korban individu dan 488 korban dalam bentuk kelompok.
Pelanggaran hak atas sektor sumber daya alam juga banyak terjadi selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK. Setidaknya hingga saat ini terjadi 702 konflik agraria, 1.665.457 hektare lahan dikorbankan, 455 petani dikriminalisasi, 229 petani mengalami kekerasan, dan 18 orang tewas.
Dalam ranah pesisir, setidaknya terdapat 28 titik area pesisir direklamasi, 20 titik area pesisir ditambang dan menimbulkan konflik horizontal, 40 kasus kriminalisasi nelayan, dan 107.361 KK yang tersingkir akibat reklamasi.
Jokowi-JK juga masih bermasalah terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak ramah HAM seperti UU No. 16 tahun 2017 tentang Ormas, belum merevisi RKUHP, UU No. 5 tahun 2018 tentang Terorisme, PP No. 43 tahun 2018, dan Reforma Peradilan Militer.
Dan juga KontraS menilai pemerintahan saat ini masih stagnan dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, pembebasan berekspresi dan media di Papua, juga kasus HAM masa lalu di Aceh.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom