tirto.id - Jargon DP rumah 0% yang diusung pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno barangkali yang paling diingat selama kampanye lalu. Pada akhir Oktober nanti, pasangan ini resmi dilantik memimpin masyarakat Jakarta. Tentu janji kampanye seperti DP rumah 0% dan lain-lain akan jadi pembuktian saat mereka berkuasa untuk menyelesaikan banyak PR di Jakarta.
Baca juga:
Siapa yang Menikmati Rumah DP Nol Persen di Jakarta?
Di tengah tumpukan PR itu, isu perumahan memang rumit dan menyedot perhatian karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, semakin sempit lahan di Jakarta menjadi sebab utama betapa sulit mengembangkan hunian terjangkau di Jakarta. Solusinya, antara lain, menggencarkan pembangunan hunian vertikal alias rumah susun milik (rusunami) atau apartemen maupun rusun sewa.
Berbicara rusunami di Jakarta, tak hanya soal peluang pembangunan tapi juga pengelolaannya, terutama yang menyangkut soal Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Persoalan P3SRS ini sering memicu konflik antara penghuni dan pengelola, khususnya pengembang. Persoalan P3SRS masih berkutat soal sertifikat yang belum dipecah, biaya perawatan gedung yang tidak transparan, hingga pembatasan jam parkir, serta tarif-tarif sepihak oleh pengelola/pengembang yang memberatkan pemilik atau penghuni.
Baca juga:Lingkaran Setan Membeli Apartemen
Undang-Undang 11 tahun 2011 tentang Rumah Susun memang sudah ada. Namun, enam tahun berlalu, masih kosong kepastian atas regulasi turunan dari UU tersebut. Ketentuan rinci mengenai P3SRS, misalnya, harus lebih dulu diatur dengan peraturan pemerintah. Sayangnya PP ini belum jelas pula.
Melihat pelbagai problem ini, saat DKI Jakarta dipimpin oleh pelaksana tugas Soni Sumarsono pernah menyusun peraturan gubernur mengenai pengelolaan rusunami. Pada Januari 2017, Sumarsono menggelar fora diskusi yang melibatkan pelbagai pemangku kebijakan terkait bertajuk Pengelolaan Rumah Susun/Apartemen di wilayah DKI Jakarta. Rencana ini langkah lebih maju dibanding Kementerian PUPR.
Draf Pergub DKI Jakarta tentang rumah susun dan pengelolaannya telah disiapkan. Sayangnya, langkah Sumarsono terhenti oleh Kementerian PUPR. Kementerian beralasan akan segera menerbitkan PP soal P3SRS. Sumarsono menilai Pergub yang tidak jadi diterapkan itu akan mengatasi sejumlah masalah apartemen yang kian rumit.
Pembentukan Pergub ini berdasarkan masukan dari hasil putusan uji material UU Rusun pada 2016 oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, meski ada keputusan MK tersebut, konflik antara pengelola dan penghuni tak pernah kelar. Yang terbaru misalnya kasus Acho.
Baca juga:Ini Masalah Uang Besar di Pengelolaan Rusunami
Akar persoalannya, pengembang ingin tetap mengelola terus-menterus P3SRS. Di sisi lain, aturan dalam UU Rusun multitafsir. Pengembang enggan menyerahkan P3SRS kepada pemilik unit dengan dalih seluruh unit rumah susun belum terjual.
Seharusnya, sesuai keputusan MK mengenai pasal 75 ayat 1 dan pasal 59 ayat 1, pembentukan P3SRS bisa diserahkan kepada pemilik unit yang telah memegang kunci, tanpa menunggu pembangunan tower lain.
Inisiatif Gubernur Sumarsono memang patut diapresiasi. UU Rusun memang mengatur pemprov punya wewenang untuk melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun. Selain itu, khusus DKI Jakarta, wewenang gubernur sangat vital dalam proses pemberian izin pembangunan rusunami atau apartemen di Jakarta, antara lain soal IMB, izin fungsi dan pemanfaatan, hingga soal sertifikat laik fungsi.
Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia Ibnu Tadji, yang menghadiri fora diskusi buat menyusun pergub, menangkap kesan bahwa Kementerian PUPR membujuk Pemda DKI Jakarta untuk tidak menerbitkan Pergub tentang P3SRS. Alasannya, terobosan Sumarsono lewat Pergub tersebut akan mendahului PP.
"Jadi tidak memberi perintah. Tapi kalimatnya sebentar lagi keluar. Kata mereka, PP sudah tinggal disusun dan mau keluar. Jadi Sumarsono menunggu pemerintah dan menyerahkan (Pergub) kepada Gubernur Ahok karena waktu jabatan Sumarsono terbatas," kata Ibnu.
Namun, saat Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama kembali menempati Balai Kota usai Pilkada, dan sebentar kemudian diganti Djarot Saiful Hidayat, PP soal P3SRS tak kunjung diterbitkan.
"Keuntungan apa yang didapat oleh PUPR sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menerbitkan PP sehingga ditunda-tunda. Enggak jelas sampai hari ini?" tanya Ibnu.
Baca juga:Celah Pengusaha Bisnis Properti Menipu Konsumen
Pusat dan Daerah Belum Padu
Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia, organisasi nonpemerintah untuk menguatkan hak-hak konsumen, mengapresiasi pembentukan Pergub DKI Jakarta tentang P3SRS meski agenda ini gagal diterbitkan.
Namun, pihaknya mengkritik Pergub tersebut karena melihat kasus rusun hanya pada bagian akhir persoalan rusun. Padahal, persoalan rusun bukan hanya P3SRS, tetapi dari perencanaan, izin, penjualan, sampai pengelolaan.
"P3SRS memang bermasalah, saya setuju. Tapi bukan di situ inti persoalan rusun. Persoalan rusun kompleks. Jadi dilihat di ujung saja," kata Ibnu.
Ibnu menilai, dalih tumpang-tindih aturan Pergub dan PP rumah susun bisa dihindarkan jika pemerintah menerbitkan PP. Namun, seharusnya kepala daerah dapat mengeluarkan Pergub untuk mengisi kekosongan hukum sebelum ada PP.
Pengamat Hukum Tata Negara Refli Harun mengatakan tidak ada persoalan jika Pergub terbit meski PP belum ada. "Selama itu adalah kewenangan kepala daerah, tidak masalah. Tapi ketika PP sudah diterbitkan dan Pergub bertentangan, maka aturan gubernur bisa dikesampingkan," ujarnya.
Direktur Rumah Susun, Kementerian PUPR Kuswardono menegaskan bahwa PP soal P3SRS sudah masuk tahap finalisasi. Namun, dari hasil pembahasan akhir, Kementerian Sekretaris Negara dan Kementerian Hukum dan HAM meminta ada "harmonisasi" sekali lagi. Ia masih mengonfirmasi para pemangku kebijakan untuk membahas penyesuaian peraturan pemerintah tersebut.
"Peraturan pemerintah tahun ini harus selesai, itu sudah perintahnya Pak Menteri," kata Kuswardono, bahwa penerbitan PP ini hanya masalah waktu.
Baca juga:Dibelit Masalah di Hunian Bertingkat
Jakarta di bawah pemerintahan baru Anies-Sandiaga harus tampil menjadi tolok ukur ideal pengelolaan rusunami. Mereka haus bisa menata benang kusut dan polemik penghuni rusun selama bertahun-tahun ini.
"Kita mendorong gubernur terpilih berani mengambil sikap untuk membuat Pergub rumah susun agar dicontoh oleh pemda lain," kata Ibnu.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Suhendra