tirto.id -
Temuan ini berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Tim Pemantau Persiapan Penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2019 Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM yang juga Ketua Tim Hairansyah mengatakan pihanya menemukan total 31.184 ribu warga binaan dan tahanan yang belum masuk DPT.
Jumlah tersebut terdiri dari Lapas dan Rutan yang ada di Kalimantan Barat berjumlah 1.538, di Jawa Barat sebanyak 9.618 warga binaan, di Banten sebanyak 4.666, di Jawa Timur 10.689, dan di Sulawesi Selatan sebannyak 4.673 warga binaan.
"Jadi tim pemantau menemukan fakta di lapangan terkait dengan proses kepemiluan yang berdimensi pelanggaran HAM," ujar Hairansyah di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
Menurut Hairansyah meskipun saat ini bisa menggunakan e-KTP ataupun surat keterangan perekaman (suket) e-KTP, tetap saja para tahanan dan warga binaan menemui kesulitan untuk menunjukkannya.
"Seharusnya surat keterangan Kalapas dan Karutan serta petikan putusan cukup menjadi dasar penetapan DPT dan jaminan mereka berhak untuk memilih," jelasnya.
Hairansyah menambahkan timnya juga menemukan masih banyak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan kampanye dan sosialisasi tentang tata cara mencoblos di Pemilu 2019, seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Penyandang disabilitas di Jawa Barat juga mengeluhkan banyaknya lima surat suara yang harus mereka coblos sehingga membuat bingung. Termasuk kondisi TPS yang masih belum ramah disabilitas.
"Bahkan akses dan fasilitas memilih masih belum ramah terhadap hak-hak penyandang disabilitas," kata Hairansyah.
Selanjutnya untuk pasien rumah sakit juga menjadi ancaman yang akan kehilangan hak pilihnya.
Temuan Komnas HAM di berbagai wilayah menunjukan sampai saat ini belum ada pendataan pemilih di rumah sakit oleh KPU.
"Sehingga potensi kehilangan hak pilihnya sangat besar," ungkapnya.
Pasien di rumah sakit jiwa juga terancam tidak bisa memilih. Hal itu berdasarkan temuan di Rumah Sakit Kejiwaan Daerah (RSD) Dadi Makassar, Sulawesi Selatan. Pasien tidak masuk dalam DPT dengan alasan tidak dapat memilih.
"Jadi alasannya pasien tidak dapat memilih. Tapi itu tanpa adanya surat keterangan dokter," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari