Menuju konten utama

Komisi XI DPR Setujui RUU AFAS dengan Beri 5 Catatan Rekomendasi

Komisi XI DPR RI menyetujui RUU ratifikasi protokol ke-6 ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS) dengan memberikan 5 catatan rekomendasi ke pemerintah.

Komisi XI DPR Setujui RUU AFAS dengan Beri 5 Catatan Rekomendasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Rancangan Undang-Undang (RUU) ratifikasi protokol ke-6 ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS) telah mendapatkan persetujuan dari Komisi XI DPR RI untuk dilanjutkan pembahasannya ke rapat paripurna.

AFAS adalah perjanjian kerja sama yang memungkinkan perusahaan perbankan Indonesia melakukan ekspansi ke negara-negara lain di ASEAN. Protokol ke-6 dalam perjanjian kerja sama ini telah ditandatangani pada Maret 2015 oleh para menteri keuangan di kawasan ASEAN.

"Dengan selesainya pengambilan keputusan, maka pengambilan keputusan RUU AFAS telah rampung. Kami persilakan untuk penandatanganan," ujar Wakil Ketua Komisi XI, Hafidz Thohir di ruang rapat Komisi XI DPR RI Jakarta pada Rabu (11/4/2018).

Setelah itu, penandatangan persetujuan RUU AFAS dilakukan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan perwakilan fraksi-fraksi di Komisi XI.

Kendati demikian, Komisi XI DPR meminta pemerintah memperhatikan beberapa hal terkait dengan RUU AFAS. Komisi XI memberikan 5 catatan rekomendasi terkait dengan pengesahan RUU tersebut.

Pertama, Komisi XI meminta pemerintah segera menyelesaikan revisi perundang-undangan tentang perbankan dan sejumlah ketentuan di Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan pasar modal. Revisi itu untuk meningkatkan daya saing nasional.

Kedua, Komisi XI meminta regulasi tentang lembaga keuangan, yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun otoritas keuangan, berlaku untuk seluruh lembaga keuangan baik nasional maupun asing.

"Ketiga, Komisi XI meminta agar dilibatkan dalam perjanjian ini sesuai dengan tugas dan fungsi Komisi XI," kata Hafidz Thohir.

Keempat, Komisi XI meminta pemerintah memastikan Indonesia harus benar-benar mendapatkan manfaat dan keuntungan dengan disetujuinya ratifikasi protokol keenam tentang jasa keuangan di ASEAN.

"Kelima, ada permintaan tambahan satu pasal yang berbunyi, apabila nanti ditemukan ada indikasi merugikan Indonesia, maka dimungkinkan adanya reservasi," kata Hafidz.

Menanggapi rekomendasi Komisi XI tersebut, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah akan tetap menjaga kepentingan Republik Indonesia.

"Kami sepakat dengan pandangan Komisi XI bahwa penguatan industri perbankan domestik merupakan hal yang penting agar bisa memanfaatkan kerja sama ASEAN tersebut," kata Sri Mulyani.

Dia berharap dengan adanya protokol ini, persaingan industri jasa keuangan dalam negeri bertambah sehat dan masyarakat Indonesia semakin diuntungkan dengan bisa mendapatkan pelayanan lebih baik dan tarif lebih rendah.

Karena itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan memprioritaskan perubahan UU mengenai perbankan dan ketentuan lainnya yang harus disesuaikan.

Dia menegaskan perubahan itu akan berfokus untuk memperkuat regulasi dan kebijakan tentang industri keuangan. Selain itu, perubahan juga untuk mendorong industri keuangan nasional semakin kompetitif sehingga bisa melakukan penetrasi di kawasan ASEAN.

"Kami akan berkomunikasi secara aktif baik dengan legislatif dan industri untuk bisa segera melakukan amandemen untuk kepentingan RI," ujar Sri Mulyani.

Dia menambahkan Kemenkeu bersama OJK dan BI akan menyusun peraturan sekaligus melakukan pengawasan serta evaluasi di pelaksanaan protokol keenam ini. Sri memastikan pemerintah akan tetap berupaya menjaga stabilitas ekonomi makro untuk mendukung perekonomian nasional.

Sri juga menyatakan komunikasi akan dijalin oleh pemerintah dengan otoritas negara mitra agar bisa menjamin dan memfasilitasi perbankan Indonesia untuk berekspansi ke pasar ASEAN. Dia mencontohkan hal itu sebagaimana kerja sama dengan Malaysia yang memungkinan perbankan Indonesia memperkuat operasi bisnis di negara jiran itu.

"Apabila mengalami kendala, kami bisa mengangkatnya ke level keputusan yang tertinggi. Kita juga akan berkoordinasi dengan industri perbankan dan bekerja sama untuk bisa memahami ekspansi pasar di kawasan ASEAN," kata Sri.

"Kami diharapkan melakukan amandemen UU [Perbankan dan regulasi keuangan lain]. Kami akan koordinasi sehingga percepatan amandemen bisa dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," Sri menambahkan.

Baca juga artikel terkait PERBANKAN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom