tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim kebocoran data 1,3 miliar kartu SIM Telepon bukan dari pihaknya.
Hal tersebut menanggapi adanya dugaan kebocoran data pribadi di situs Breached forum. Pengguna dengan nama Bjorka menjual data dengan judul 'Indonesia SIM Card (Phone Number) Registration 1,3 Billion'.
"Berdasarkan pengamatan atas penggalan data yang disebarkan oleh akun Bjorka, dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak berasal dari Kementerian Kominfo," kata Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan melalui keterangan tertulisnya, Kamis (1/9/2022).
Samuel menjelaskan Kominfo telah melakukan penelusuran internal. Dari penelusuran tersebut, dapat diketahui bahwa Kementerian Kominfo tidak memiliki aplikasi untuk menampung data registrasi prabayar dan pascabayar.
"Kementerian Kominfo sedang melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai sumber data dan hal-hal lain terkait dengan dugaan kebocoran data tersebut," ucapnya.
Bjorka mengklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM atau sebanyak 87GB dengan harga US$50 ribu atau Rp774 juta. User juga menyediakan sampel data sebanyak 2GB.
Dugaan kebocoran data pribadi itu terdiri dari Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telpon, operator seluler yang digunakan dan tanggal registrasi.
Dari penulusaran data sampel, itu merupakan data yang dikumpulkan dari 2017 hingga 2020. Adapun operator yang tercantum di sampel data adalah Telkomsel, Indosat, Tri, XL dan Smartfren.
Tahun ini kebocoran data di Indonesia bukan hanya sekali terjadi. Contohnya, kebocoran data PLN dilaporkan lebih dari 17 juta dan dijual ke forum peretas breached.to. Data yang bocor mencakup identitas pelanggan, nama pelanggan, tipe energi, KWH, alamat, nomor meteran, tipe meteran, serta nama unit UPI.
Kemudian ada kebocoran data juga dialami oleh anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, Indihome. Kira-kira ada 26 juta data yang bocor yang juga dibagikan ke forum serupa.
Agustus 2021, dugaan kebocoran jutaan data pribadi dalam aplikasi untuk pelaju antarprovinsi dan antarnegara di Electronic Health Alert Card (e-HAC) sempat meresahkan masyarakat Indonesia.
Data-data yang bocor tidak hanya sekadar data yang dimuat di Kartu Tanda Penduduk, tetapi juga data hasil tes COVID-19, dan paspor. Pada tahun 2020, kasus kebocoran data juga terjadi, kala itu melibatkan data 91 juta pengguna Tokopedia yang mencuat pada Mei 2020, serta 1,2 juta data pengguna Bhinneka.com dan 2,3 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum Indonesia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri