tirto.id - Isu tsunami yang berpotensi terjadi di Pandeglang, Banten setinggi 57 meter sempat viral di media sosial dan meresahkan masyarakat. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho meminta masyarakat tidak berlebihan menyikapi beredarnya isu tersebut.
"Masyarakat diimbau tidak panik. Tidak perlu menyikapi dengan berlebihan. Hingga saat ini belum ada iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti, baik besaran gempa, lokasi, waktu secara pasti," ujar Sutopo melalui akun resminya di Twitter, Rabu (4/4/2018).
Sebelumnya, ahli dari BPPT memprediksi ada potensi tsunami setinggi 57 meter di Pandeglang jika terjadi gempa megathrust 8,8-9 SR di Selatan Jawa Barat dan Selat Sunda.
Sutopo menjelaskan dalam sejarah terbentuknya Kepulauan Indonesia gempa dan tsunami pernah terjadi karena bergeraknya lempeng tektonik.
"Wilayah Indonesia memang rawan gempa dan memang benar ada potensi gempa megathrust di Selatan Jawa dan Selat Sunda," jelas Sutopo.
Dijelaskan Sutopo mengenai prediksi tinggi tsunami 57 meter di Pandeglang adalah modeling tsunami dengan menggunakan skenario terburuk berdasarkan teoritis, yang waktu kejadiannya tidak dapat diprediksi secara pasti.
"Potensi tsunami juga dapat terjadi di daerah lain yang berada di zona subduksi di wilayah Indonesia. Tapi tidak dapat diprediksi pasti. Yang penting kita perlu meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana."
Ia menegaskan mitigasi baik struktural dan non-struktural perlu ditingkatkan. Secara alamiah Indonesia memang rawan gempa dan tsunami. Untuk itu mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat harus diperkuat.
"Sosialisasi, penataan ruang, mitigasi, gladi, pendidikan kebencanaan perlu ditingkatkan. Yang penting kita harus siap. Jika tidak terjadi tsunami tidak masalah tetapi semuanya siap mengantisipasi," katanya.
Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Jaya Murjaya, kepada Tirto menjelaskan kalau sebagaimana namanya, gempa megathrust berasal dari apa yang disebut zona megathrust, yaitu zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Menurut Peta Sumber Gempa Nasional 2017 yang diterbitkan oleh pemerintah melalui Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), zona yang berpotensi memunculkan gempa megathrust di Jawa berada di tiga lokasi, yaitu wilayah perairan Selat Sunda, wilayah selatan perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah serta segmen Jawa Timur-Bali.
Tiga lokasi ini, kata Jaya, mengalami apa yang disebut kekosongan gempa (seismic gap) berdasarkan data kejadian 100 tahun (1900-2013) dengan magnitudo 7 skala richter.
"Zona kosong gempa itu menyimpan potensi gempa besar karena energi dari gesekan dua lempeng itu masih tersimpan. Magnitudo nya bisa mencapai 8,6-9 SR dan menyebabkan tsunami," jelas dia. Masalahnya, tak ada yang bisa memprediksi kapan pergeseran itu menyebabkan gempa.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri